MEDAN, SUMUTPOS.CO – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Sumatera Utara menilai tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan kasus minyak goreng terlalu berlebihan.
“Tuntutan tersebut dikhawatirkan mengganggu investasi serta membuat para investor dan calon investor ketakutan menjalankan usaha atau menanamkan investasi di Indonesia,” kata Ketua Apindo Sumut, Haposan Siallagan menanggapi persidangan kasus minyak goreng yang memasuki tahapan penuntutan yang dibacakan JPU dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, kasus minyak goreng menyeret mantan Dirjen Daglu Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana dan tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Kemudian, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master, Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Mereka didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 juncto Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Pada tuntutan pokoknya, JPU meminta Tumanggor divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meminta hakim menyatakan Tumanggor terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor.
Jaksa menyebutkan bahwa tindakan Tumanggor dilakukan bersama Indra Sari Wisnu Wardhana dan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Kemudian, Stanley MA dan Pierre Togar Sitanggang.
Dalam kasus ini, JPU menuntut Tumanggor lebih tinggi dibanding keempat terdakwa lainnya. JPU meminta hakim menjatuhkan hukuman uang pengganti senilai Rp 10,9 triliun terhadap Tumanggor. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan maka harta benda milik terdakwa dan korporasi akan disita. Sementara apabila harta benda tersebut tidak mencukupi, maka Tumanggor akan diganjar dengan hukuman pidana badan selama 6 tahun penjara.
Menyikapi kasus tersebut, Haposan Siallagan membilang, bahwa Tuntutan JPU tersebut memperlihatkan bahwa kepastian hukum di Indonesia benar-benar tidak ada. “Kita sepakat siapapun yang bersalah, ya harus dihukum. Tapi magnitude (kasusnya) jangan tuntutannya tidak sesuai dengan perbuataannya atau tuntutannya jangan terkesan dipaksakan menghukum seberat-beratnya tanpa dasar hukum. Ini yang akan membuat orang dan investor akan semakin takut berusaha dan menanam investasinya di Indonesia,” ujar Haposan Siallagan, Jumat (30/12).
Haposan Siallagan mengaku, kaget jika dalam tuntutan tersebut juga ada uang pengganti dan ancaman menyita aset perusahaan dan pribadi yang nilainya sangat besar dan dapat mengancam ratusan ribu pekerja yang telah mengantungkan nasibnya oleh perusahaan.
“Ini dipastikan akan semakin membuat orang takut berusaha di Indonesia,” ucapnya.
Terkait industri sawit, tambah Haposan Siallagan, semua perizinan baik ekspor maupun impor selalu berada di Kementerian Perdagangan. Kemudian rekomendasinya berasal dari kementerian teknis, yakni Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian.
Ketika kita ada masalah dan staf di kementerian tidak bisa memberikan solusi, tentu kita akan naik ke otoritas yang lebih tinggi. Ketemu Dirjen bahkan Menteri. Ini proses biasa dan lazim dijalani oleh pengusaha.
“Saya juga pernah melakukan hal tersebut. Ini proses yang biasa, bussiness as usual. Kalau itu dianggap salah, sebagai pengusaha tentu akan bingung. Kita harus kemana lagi kalau ada masalah agar ada solusi. Bisa dipastikan tidak akan ada lagi orang yang menjadi pengusaha atau melakukan usaha di Indonesia,” tuturnya. (rel/ram)