27 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Beri Kepercayaan Pada Anak

Tutur bahasa yang menyejukkan telinga, sikap santun yang enak di pandang mata, barangkali pujian itu banyak dilontarkan kepada  muda-mudi  zaman dahulu. Pujian itu tidak lagi didapat  remaja sekarang karena etika yang  sudah  terkikis.

Faktanya, mulai dari kalangan anak-anak dan remaja banyak bertingkah jauh dari norma yang berlaku dengan tidak menjunjung nilai norma agama dan adat ketimuran. Begitulah pendapat Anggota DPRD Sumut, Rahmianna Delima Pulungan, SE.

“Sekarang ini, masyarakat tengah bergerak ke arah yang semakin maju dan modern. Namanya era globalisasi. Setiap perubahan masyarakat melahirkan konsekuensi tertentu yang berkaitan dengan nilai dan moral,” ujar Wakil Ketua Komisi E dari Partai PPRN ini.

Misalnya, kata Rahmianna, kemajuan teknologi IT melahirkan pergeseran budaya belajar anak-anak dan benturan antara tradisi Barat yang bebas dengan tradisi Timur yang penuh keterbatasan norma. Begitu juga dampaknya pada nilai-nilai budaya termasuk tata cara dan kesantunan berbahasa di kalangan generasi muda.

“Pada umumnya, usia remaja merupakan usia kritis dimana apa yang ia lihat menyenangkan pasti akan ditiru. Budaya-budaya tersebut dapat masuk dengan mudah melalui apa saja. Misalnya televisi dengan bentuk film, video klip, internet, dan macam-macam alat tekhnologi lainnya,” ujar ibu dari tiga anak ini.

Menurutnya, internet banyak disalahgunakan remaja untuk hal-hal negatif seperti mengakses video porno. Paling banyak mereka mengaksesnya dari warung internet (Warnet) secara bebas tanpa pengawasan. “Makanya saya menyambut baik kebijakan Menkoinfo yang memblokir situs porno. Seharusnya blokirnya juga sampai ke warnet-warnet,” ujar wanita peringan ini.

Minat remaja terhadap teknologi informasi terutama teknologi internet mendorong mereka menghabiskan banyak waktu di dunia maya. “Sangat disayangkan, tidak banyak orangtua yang peduli dengan kondisi ini. Padahal orangtua adalah pemimpin bagi anak-anaknya, dan setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap pengikutnya. Sistem kontrol yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk menjamin anak-anak tidak terlibat dalam kancah gejala sosial,” kata wanita kelahiran 2 Mei 1967 ini.

Rahmianna mengakui anak remaja sekarang kurang bisa bersosialisasi dengan santun, hilang etika dan adat ketimurannya. Ini juga tak terlepas dari kesalahan orang tua dalam mendidik anaknya.

“Ada beberapa adat ketimuran yang kadang dianggap sepele. Misalnya, orang tua tidak mengingatkan anaknya untuk menyalami tamu yang datang ke rumah. Anak malah dibiarkan berada di dalam kamar. Nah, anak jadinya kurang tahu bersopan santun dan acuh dengan sekelilingnya,” ujarnya.

Rahmianna menyadari, disiplin yang keras dalam mendidik anak di jaman dulu tak mungkin bisa diterapkan di jaman sekarang. Jika di era dulu, anak sangat segan dan menurut apa kata orang tua karena didikan keras orang tua. “Tapi kalau didikan keras diterapkan di era sekarang, anak bukannya menjadi baik, malah menjadi pembangkang,” kata dia.
Karenanya, dalam mendidik anak, Rahmianna memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada anak-anaknya untuk menjadi dewasa. “Artinya, jangan menganggap anak kita masih kecil kalau berusia remaja. Tapi anggaplah anak sudah dewasa yang bisa diberi tanggung jawab. Lalu orang tua berperan memberikan pelajaran etika dan agama kepada anak sambil tak lupa tetap mengontrol perkembangan anak,” papar Rahmianna.

Seorang anak yang dibekali dengan budi pekerti, lanjutnya, kelak dia akan pandai untuk berempati. Namun bila seorang anak dibekali dengan banyak kekerasan fisik dan ancaman, tidak mustahil dia hanya akan menjadi seorang remaja anti sosial. Seorang anak remaja pendobrak norma.

“Atau bahkan sebaliknya, anak akan menjadi orang yang tidak peduli dengan keadaan sekelilingnya dan hanya sibuk dengan kepentingan-kepentingan pribadinya. Etikanya pun ikut terkikis juga,” pungkasnya. (laila  azizah)

Tutur bahasa yang menyejukkan telinga, sikap santun yang enak di pandang mata, barangkali pujian itu banyak dilontarkan kepada  muda-mudi  zaman dahulu. Pujian itu tidak lagi didapat  remaja sekarang karena etika yang  sudah  terkikis.

Faktanya, mulai dari kalangan anak-anak dan remaja banyak bertingkah jauh dari norma yang berlaku dengan tidak menjunjung nilai norma agama dan adat ketimuran. Begitulah pendapat Anggota DPRD Sumut, Rahmianna Delima Pulungan, SE.

“Sekarang ini, masyarakat tengah bergerak ke arah yang semakin maju dan modern. Namanya era globalisasi. Setiap perubahan masyarakat melahirkan konsekuensi tertentu yang berkaitan dengan nilai dan moral,” ujar Wakil Ketua Komisi E dari Partai PPRN ini.

Misalnya, kata Rahmianna, kemajuan teknologi IT melahirkan pergeseran budaya belajar anak-anak dan benturan antara tradisi Barat yang bebas dengan tradisi Timur yang penuh keterbatasan norma. Begitu juga dampaknya pada nilai-nilai budaya termasuk tata cara dan kesantunan berbahasa di kalangan generasi muda.

“Pada umumnya, usia remaja merupakan usia kritis dimana apa yang ia lihat menyenangkan pasti akan ditiru. Budaya-budaya tersebut dapat masuk dengan mudah melalui apa saja. Misalnya televisi dengan bentuk film, video klip, internet, dan macam-macam alat tekhnologi lainnya,” ujar ibu dari tiga anak ini.

Menurutnya, internet banyak disalahgunakan remaja untuk hal-hal negatif seperti mengakses video porno. Paling banyak mereka mengaksesnya dari warung internet (Warnet) secara bebas tanpa pengawasan. “Makanya saya menyambut baik kebijakan Menkoinfo yang memblokir situs porno. Seharusnya blokirnya juga sampai ke warnet-warnet,” ujar wanita peringan ini.

Minat remaja terhadap teknologi informasi terutama teknologi internet mendorong mereka menghabiskan banyak waktu di dunia maya. “Sangat disayangkan, tidak banyak orangtua yang peduli dengan kondisi ini. Padahal orangtua adalah pemimpin bagi anak-anaknya, dan setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap pengikutnya. Sistem kontrol yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk menjamin anak-anak tidak terlibat dalam kancah gejala sosial,” kata wanita kelahiran 2 Mei 1967 ini.

Rahmianna mengakui anak remaja sekarang kurang bisa bersosialisasi dengan santun, hilang etika dan adat ketimurannya. Ini juga tak terlepas dari kesalahan orang tua dalam mendidik anaknya.

“Ada beberapa adat ketimuran yang kadang dianggap sepele. Misalnya, orang tua tidak mengingatkan anaknya untuk menyalami tamu yang datang ke rumah. Anak malah dibiarkan berada di dalam kamar. Nah, anak jadinya kurang tahu bersopan santun dan acuh dengan sekelilingnya,” ujarnya.

Rahmianna menyadari, disiplin yang keras dalam mendidik anak di jaman dulu tak mungkin bisa diterapkan di jaman sekarang. Jika di era dulu, anak sangat segan dan menurut apa kata orang tua karena didikan keras orang tua. “Tapi kalau didikan keras diterapkan di era sekarang, anak bukannya menjadi baik, malah menjadi pembangkang,” kata dia.
Karenanya, dalam mendidik anak, Rahmianna memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada anak-anaknya untuk menjadi dewasa. “Artinya, jangan menganggap anak kita masih kecil kalau berusia remaja. Tapi anggaplah anak sudah dewasa yang bisa diberi tanggung jawab. Lalu orang tua berperan memberikan pelajaran etika dan agama kepada anak sambil tak lupa tetap mengontrol perkembangan anak,” papar Rahmianna.

Seorang anak yang dibekali dengan budi pekerti, lanjutnya, kelak dia akan pandai untuk berempati. Namun bila seorang anak dibekali dengan banyak kekerasan fisik dan ancaman, tidak mustahil dia hanya akan menjadi seorang remaja anti sosial. Seorang anak remaja pendobrak norma.

“Atau bahkan sebaliknya, anak akan menjadi orang yang tidak peduli dengan keadaan sekelilingnya dan hanya sibuk dengan kepentingan-kepentingan pribadinya. Etikanya pun ikut terkikis juga,” pungkasnya. (laila  azizah)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/