26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Sulit Berkembang Karena Dipengaruhi Pola Pikir

Dari Seminar Wanita dan Ruang Publik di USU

Perbedaan gender, merupakan salah satu isu yang terus berembus dikalangan masyarakat kita. Perbedaan prilaku antara pria dan wanita ini seolah-olah tidak pernah selesai. Padahal, dibandingkan dengan negara lain, Indonesia merupakan salah satu negara yang perkembangan dan kebebasan wanitanya lebih baik dibandingkan dengan negara lain, terutama bila dibandingkan dengan negara di Asia Selatan.

Menurut Program Officer The Asia Foundation, Budhy Munawar-Rachman, kecendrungan sulitnya wanita bergabung dan aktif dalam ruang publik dikarenakan mindset atau cara berfikir mereka sendiri.

“Misalnya saat akan melakukan sesuatu dan berkarier dalam suatu bidang, wanita akan berfikiran, “Sudah seperti ini saja. Kalau nanti berkembang kasihan dengan keluarga,” ujarnya dalam Seminar Wanita dan Ruang Publik di USU kemarin (8/1).

Dijelaskannya, cara berfikir wanita seperti ini dikarenakan budaya Indonesia yang dahulunya sudah membatasi gerak wanitanya. Dan bertambahnya waktu, yang awalnya hanya sebuah perbuatan, akhirnya berubah menjadi sebuah budaya.

Kalau dipikirkan dan membaca dari sejarah, para wanita ini sudah mengambil peran di ruang publik sejak zaman dahulu. Bahkan, kaum hawa ini sudah menjadi penggerak ekonomi mikro maupun makro.

“Sebut saja, perempuan menjadi pedagang. Mereka bisa dikatakan sebagai pekerja keras yang tidak mau membiarkan keluarganya kekurangan. Bahkan, walau lelah, mereka juga masih sedia untuk mengurus sawah untuk memberikan masukan bagi keluarganya,” tambahnya.
Dari yang berawal budaya, kemudian dikaitkan ke agama. Padahal agama tidak terlalu mengekang para wanitanya untuk beraktifitas di ruang publik. Bahkan, ada beberapa kisah dari agama, dimana wanita berperan sebagai penentu sebuah keputusan. “Jadi yang awalnya budaya, dikaitkan dengan agama. Begitu pula sebaliknya. Jadi tumpang tindih,” ungkapnya.

Karena itu, mulai saat ini berubahlah cara berfikir wanita, agar lebih nyaman baginya untuk berkarya. Kalau sudah memutuskan untuk berkarier, lakukan dengan sepenuh hati, karena bagaimanapun keluarga akan mendukung langkah yang kita ambil.
“Tetapi walaupun begitu, tetap terus pertahankan hak sebagai perempuan. Karena harus diakui, masih banyak orang yang pesimis dengan wanita saat harus berada dan memiliki posisi di ruang publik,” ungkapnya. (ram)

Dari Seminar Wanita dan Ruang Publik di USU

Perbedaan gender, merupakan salah satu isu yang terus berembus dikalangan masyarakat kita. Perbedaan prilaku antara pria dan wanita ini seolah-olah tidak pernah selesai. Padahal, dibandingkan dengan negara lain, Indonesia merupakan salah satu negara yang perkembangan dan kebebasan wanitanya lebih baik dibandingkan dengan negara lain, terutama bila dibandingkan dengan negara di Asia Selatan.

Menurut Program Officer The Asia Foundation, Budhy Munawar-Rachman, kecendrungan sulitnya wanita bergabung dan aktif dalam ruang publik dikarenakan mindset atau cara berfikir mereka sendiri.

“Misalnya saat akan melakukan sesuatu dan berkarier dalam suatu bidang, wanita akan berfikiran, “Sudah seperti ini saja. Kalau nanti berkembang kasihan dengan keluarga,” ujarnya dalam Seminar Wanita dan Ruang Publik di USU kemarin (8/1).

Dijelaskannya, cara berfikir wanita seperti ini dikarenakan budaya Indonesia yang dahulunya sudah membatasi gerak wanitanya. Dan bertambahnya waktu, yang awalnya hanya sebuah perbuatan, akhirnya berubah menjadi sebuah budaya.

Kalau dipikirkan dan membaca dari sejarah, para wanita ini sudah mengambil peran di ruang publik sejak zaman dahulu. Bahkan, kaum hawa ini sudah menjadi penggerak ekonomi mikro maupun makro.

“Sebut saja, perempuan menjadi pedagang. Mereka bisa dikatakan sebagai pekerja keras yang tidak mau membiarkan keluarganya kekurangan. Bahkan, walau lelah, mereka juga masih sedia untuk mengurus sawah untuk memberikan masukan bagi keluarganya,” tambahnya.
Dari yang berawal budaya, kemudian dikaitkan ke agama. Padahal agama tidak terlalu mengekang para wanitanya untuk beraktifitas di ruang publik. Bahkan, ada beberapa kisah dari agama, dimana wanita berperan sebagai penentu sebuah keputusan. “Jadi yang awalnya budaya, dikaitkan dengan agama. Begitu pula sebaliknya. Jadi tumpang tindih,” ungkapnya.

Karena itu, mulai saat ini berubahlah cara berfikir wanita, agar lebih nyaman baginya untuk berkarya. Kalau sudah memutuskan untuk berkarier, lakukan dengan sepenuh hati, karena bagaimanapun keluarga akan mendukung langkah yang kita ambil.
“Tetapi walaupun begitu, tetap terus pertahankan hak sebagai perempuan. Karena harus diakui, masih banyak orang yang pesimis dengan wanita saat harus berada dan memiliki posisi di ruang publik,” ungkapnya. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/