Perempuan sudah terlahir dengan membawa perasaan sensitif dan cengeng. Makanya perempuan itu selalu identik dengan menangis.
Tapi tidak bagi Wirdatulakmal, Area Sales Manager Bank Internasional Indonesia (BII) Medan Region 1. Sejak kecil, ibundanya telah melatih dirinya dan saudara untuk tidak cenggeng sebagai perempuan. “Ibu saya seorang guru. Ia mendidik kami keras. Ini agar anak-anaknya memiliki jiwa tegar dan tidak cengeng dalam menjalani hidup,” ujar wanita kelahiran 1965 silam ini.
Karena itu, tak heran Wirdatulakmal terbiasa berjiwa tegar dalam menghadapi persoalan apapun. Termasuk saat meraih impiannya untuk bisa menjadi wanita karir. Baginya tak mudah meraih impiannya itu. Wirdatulakmal harus jatuh bangun agar bisa sukses dalam karirnya.
“Aku orangnya pantang menyerah bila ingin mencapai tujuan dan cita-cita yang ku inginkan walaupun aku harus jatuh bangun,” kata istri dari Ketua Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FORMI) Sumut Sujamrat Amro.
Ibu dari dua anak ini mengaku merintis kariernya dari nol. Ia memulai pekerjaan menjadi seorang Teller di BII. Berkat kerja kerasnya, karir naik menjadi Supervisor, hingga akhirnya menjadi Sales Manager di BII saat ini. “Saya mengabdi di Bank BII sudah 20 tahun. Saya mencintai pekerjaan saya. Menjadi ibu rumah tangga bukan jadi penghalang saya untuk mencapai karir,” bilangnya.
Wanita yang fasih berbahasa Hokkien meski bukan berdarah Cina ini mengaku, karir yang dicapainya saat ini tak terlepas dari hobinya yang suka belajar. Karir yang diraihnya tak mudah untuk dijalankan, mengingat jabatan, tugas dan kodratnya sebagai seorang wanita, istri dan ibu, membuat waktunya tersita.
“Kehidupan sebagai seorang wanita karier dan sebagai seorang ibu dan istri merupakan pekerjaan yang berbeda sama sekali. Sebisa mungkin saya membedakan tugas di masing-masing tempat. Bila di kantor saya akan menanggalkan status istri, bila di rumah saya menanggalkan status manager,” ucapnya.
Dia menyadari, menjadi wanita karir sangat menyita waktunya. Walaupun memiliki waktu yang terbatas untuk keluarganya, bukan berarti perannya sebagai ibu ikut terbatas. “Inti dalam berkeluarga adalah komunikasi, sesibuk apapun, bila sudah tercipta sebuah komunikasi yang baik pasti akan lancar dan hasilnya juga baik,” ucapnya.
Dia mencontohkan, di saat dirinya sedang melakukan tugas yang tidak dapat ditunda dan digantikan, tapi pada saat bersamaan anaknya membutuhkan kehadiran orang tua di sekolah, maka solusinya adalah komunikasi dengan suami. “Saya lalu meminta suami untuk datang ke sekolah anak saya itu. Intinya komunikasi,” bilangnya.
Berperan sebagai ibu, wanita yang menyelesaikan pendidikan D3 Ekonomi di USU ini selalu membudayakan kebiasaan membaca bagi anak-anaknya. Begitu juga dalam mendidik anak, ia bersama suami semaksimal mungkin menerapkan ilmu agama kepada anak mereka. “Agama merupakan pegangan hidup yang sulit goyah. Jadi sedini mungkin saya dan suami menanamkan agama kepada buah hati kami,” paparnya.
Meski memiliki jabatan yang cukup lumayan di tempatnya bekerja, tak membuatnya lupa akan kondratnya sebagai wanita dan ibu bagi keluarganya yang harus berbelanja ke pasar dan memasak. Karena itulah setiap minggunya ia belanja ke pasar untuk membeli sayur dan ikan. “Jadi jangan heran kalau melihat saya di pasar dengan kaki berlumpur,” katanya.
Jika sebagai ibu rumah tangga dirinya harus berkutat di dapur untuk memasak dan rela kaki berlumpur jika berbelanja ke pasar, tapi di tempat bekerjanya ia mengutamakan penampilan. Sebab, katanya, berpenampilan baik merupakan suatu keharusan. “Berpenampilan rapi dan bersih merupakan keharusan bagi perempuan, apalagi bagi pekerja bank. Tapi kalau saya tak perlu ke salon untuk perawatan tubuh. Cukup air wudhu sholat saja,” bilangnya.
Ia berpesan, lakukan semua apapun secara maksimal, maka mudah-mudahan akan mendapatkan hasil yang maksimal pula. Begitu juga menjadi istri, jadilah istri yang maksimal, menjadi ibu yang maksimal dan wanita karier yang maksimal. “Jangan setengah-tengah kalau ingin mencapainya,” pungkasnya. (juli rambe)