Site icon SumutPos

Saksi Tegaskan Lahan Masih Aset Negara

Foto: Parlindungan/Sumut Pos
Terdakwa Tarmin Sukardi (kiri) menjalani sidang di PN Medan, Senin (4/6).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan kembali menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi penjualan aset negara dengan terdakwa Tamin Sukardi. Sidang digelar di ruang utama gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (4/6).

Dalam persidang itu Jaksa Penuntut Umum (JPU), Salman SH MH dari Kejagung menghadirkan 6 orang saksi. Mereka masing-masing, Asisten I Pemerintahan Pemprovsu, Parlin Jumsadi Damanik; Kabag Perangkat Wilayah Pada Biro Pemerintahan Pemprovsu, Darwin Hutahuruk; pensiuan PNS Pemprovsu yang sebelumnya menjabat sebagai Kabag Perbatasan dan Pertanahan di bawah Biro Pemerintahan Umum Pemprovsu, Edwin Nasution.

Kemudian, Kabag Hukum Pemkab Deliserdang, Safii Sihombing; Camat Labuhandeli dan Kasubsi Sengketa Konflik dan Perkara BPN Deliserdang, Syarifuddin Harahap.

Pada awal persidangan, sudah terjadi perbedaan pendapat antara JPU dan kuasa hukum terdakwa. Saat itu, JPU meminta agar 6 saksi menyampaikan keterangan bersamaan.

Namun, pihak kuasa hukum terdakwa meminta dikelompokkan. Akhirnya, pemberian keterangan saksi dibagi 2 sesi.

Pertama diberikan pada 3 saksi. Masing-masing, Jusmadi Damanik, Parlin dan Darwin Hutahuruk.

Dalam keterangannya, ketiga saksi kompak menyebut bahwa tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 2 yang totalnya seluas 5873,6 Hektare belum satupun yang dihapus bukukan. Termasuk objek perkara terdakwa Tamin Sukardi.

“Lahan eks HGU seluas 5873,6 hektare belum ada yang dihapusbukukan hingga saat ini,” ucap Jumsadi dihadapan majelis hakim yang diketuai Wahyu Prasetio Wibowo.

Jumsadi mengaku, dirinya diangkat sebagai Asisten 1 Pemprovsu pada Januari 2018 dan mengaku tidak banyak mengetahui kasus yang menjerat terdakwa Tamin Sukardi dalam perkara ini.

“Saya tidak tahu majelis,” katanya.

Sementara, saksi Parlin mengaku pada tahun 2000, Gubernur Tengku Rizal Nurdin yang kala itu menjabat membentuk tim B Plus.

Tim tersebut berfungsi untuk mengurus persoalan 5873,6 hektare lahan yang HGU nya tidak diperpanjang.

“Pada waktu itu, setahu saya gubernur telah meminta kepada Menteri BUMN untuk menghapusbukukan lahan tersebut dari aset negara agar dilepas ke masyarakat. Dari tahun 2000 an hingga sekarang sudah 7 kali Pemprovsu menyurati menteri agar menghapusbukukan lahan tersebut,” jelasnya.

Namun menurutnya, hingga saat ini belum ada respon oleh kementrian terkait. Sehingga ada kesan di masyarakat bahwa seolah-olah gubernur yang menahan pelepasan lahan tersebut kepada masyarakat.

“Padahal memang dari kementerian BUMN yang belum ada kejelasan soal itu,” terang Parlin.

Ketika disinggung soal keterkaitan dengan Tamin Sukardi, saksi tidak mengetahui permasalahan lahan 106 hektare di desa Helvetia tersebut.

Senada dengan Parlin, saksi Darwin mengaku waktu itu ia adalah bagian dari tim B Plus yang dibentuk Gubernur.

Ia membenarkan bahwa hingga saat ini Menteri BUMN belum mengambil sikap terkait permasalahan tanah tersebut.

Amatan Sumut Pos, sekira pukul 13.25 WIB, tampak 7 JPU sudah duduk di tempatnya dan bersiap untuk bersidang. Disusul, 8 orang kuasa hukum Tamin Sukardi duduk di tempatnya.

Sekira pukul 14.10 WIB, majelis hakim memasuki ruang sidang. Disusul terdakwa Tamin Sukardi mengenakan kemeja putih.

Dalam perkara itu, Tamin Sukardi sebagai terdakwa dijerat dalam kasus dugaan penjualan lahan seluas 74 hektare di Pasar II Desa Helvitia, Kecamatan Labuhandeli, Deliserdang.

Namun lahan tersebut masih tercatat sebagai aset PT Perkebunan Nusantara 2 (Persero). Sehingga diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp134 miliar lebih.

Dalam dakwaan JPU sebelumnya, kasus tersebut bermula pada tahun 2002. Saat itu, terdakwa Tamin Sukardi mengetahui diantara tanah HGU milik PTPN II di Perkebunan Helvetia Kabupaten Deliserdang, ada tanah seluas 106 hektar yang dikeluarkan atau tidak diperpanjang HGU nya.

Kemudian terdakwa ingin menguasai dan memiliki tanah tersebut. Berbekal 65 lembar Surat Keterangan Tentang Pembagian Dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang (SKTPPSL), terdakwa melancarkan aksinya.

Terdakwa Tamin Sukardi kemudian meminta bantuan Tasman Aminoto, Misran Sasmita dan Sudarsono.

Lalu mereka membayar sejumlah warga agar mengaku sebagai pewaris hak garap di lokasi tersebut. Untuk mengelabui dan menguatkan, SKTPPSL seolah-olah dibuat pada tahun 1954.

Mereka mengkoordinir dan mengarahkan 65 orang warga untuk mengaku sebagai ahli waris dari nama yang tertera pada SKPPTSL tahun 1954 tersebut.

Warga-warga tersebut dijanjikan akan mendapatkan tanah masing-masing seluas 2 hektar dengan menyerahkan KTP.

Padahal nama yang tertera dalam 65 lembar SKPPTSL tersebut bukanlah nama orang tua dari warga-warga tersebut. Warga juga sama sekali tidak pernah memiliki tanah di lokasi tersebut.

Kemudian, warga juga dikoordinir untuk datang ke notaris dan menandatangani dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tanah tersebut.

Sekira tahun 2006, warga diakomodir agar memberikan kuasa kepada Tasman Aminoto (Alm) untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubukpakam.

Gugatan warga tersebut dikabulkan oleh pengadilan dan dikuatkan sampai dengan Peninjauan Kembali (PK).

Setelah adanya putusan pengadilan tingkat pertama, pada 2007 Tasman Aminoto melepaskan hak atas tanah tersebut kepada terdakwa Tamin Sukardi yang menggunakan PT Erni Putera Terari (Direktur Mustika Akbar).

Biaya ganti rugi yang dikeluarkan sebesar Rp7.000.000.000 dan akta di bawah tangan kemudian didaftarkan ke Notaris Ika Asnika (waarmerking).

Selanjutnya, atas dasar akta di bawah tangan dan putusan tingkat pertama tersebut, pada 2011, PT Erni Putera Terari tanpa mengurus peralihan hak atas tanah tersebut dan tanpa melalui ketentuan UU Agraria menjual lahan seluas 74 hektar dari 106 hektar lahan yang dikuasainya kepada Mujianto.

Mujian merupakan Direktur PT Agung Cemara Reality. Tanah tersebut dijual seharga Rp236.250.000.000.

Namun dalm pelepasan hak atas tanah tersebut, Mujianto baru membayar sekitar Rp.132.468.197.742 kepada terdakwa Tamin Sukardi. Sedangkan sisanya akan dibayarkan setelah terbit sertifikat tanahnya.

Padahal status tanah yang menjadi objek jual beli antara PT Erni Putera Terari dengan PT Agung Cemara Reality masih tercatat sebagai tanah negara dan tidak ada rekomendasi pelepasan hak negara dari Menteri BUMN yang membawahi PTP II wilayah Deliserdang, Sumut.

Terdakwa Tamin Sukardi saat ini ditahan di Rutan Tanjunggusta Medan. Sebelumnya,  sesaat setelah penetapan tersangka oleh penyidik Kejagung, dia langsung ditahan di Rutan Salemba, Jakarta pada 30 Oktober 2017.(ain/ala)

Exit mobile version