31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Dugaan Korupsi Kontribusi PDAM Tirtanadi: Proses Pembayaran PAD Harus Ada Pengesahkan Gubernur

ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan korupsi setoran kontribusi PDAM Tirtanadi ke PAD Pemprov Sumut, hingga kini masih ditangani penyidik Direktorat Reskrimsus Polda Sumut. Terkait kasus tersebut, Dewan Pengawas (Dewas) PDAM Tirtanadi menyatakan proses pembayaran PAD harus ada pengesahan atau ijin Gubernur Sumut.

Dewas PDAM Tirtanadi, Iqbal, mengaku, pihaknya memang selalu melakukan rapat untuk membuat laporan tentang pengawasan kinerja maupun keuangan PDAM Tirtanadi. Hasil laporan itu disampaikan kepada Pemrov Sumut.

“Semua itu tertuang dalam laporan kita kepada Pemprov Sumut, laporan itu wajib kita kasih karena peraturan,” ujarnya saat dihubungi wartawan via seluler, Selasa (10/3).

Ditanya Dewas mengetahui mengenai adanya kekurangan setoran kontribusi PDAM Tirtanadi ke Pemprov Sumut, Iqbal tak membantahnya.

“Informasi yang beredar, seolah-olah kita tidak bayar PAD. Padahal, sebenarnya PAD sudah dibayar Rp20 miliar dan ada sisanya. Di PP (Peraturan Pemerintah) 54 itu PAD 55 persen. Nah, problemnya bukan berapa yang kita mau bayar, proses pembayaran PAD itu harus ada pengesahan dari Gubernur,” sebut Iqbal.

Ia mengaku, ketika setoran kontribusi PAD tahun 2018 belum menjadi Dewas.

“Terkait kasus 2018, Dewasnya belum kita. Namun ada persoalan yang membuat proses pengesahan itu lebih lama. Kalau tidak salah sekitar 26 Desember 2019 baru ada pengesahan laporan keuangan tahun 2018. Maka, itu lah yang membuat keterlambatan, bukan berarti kita enggak bayar,” paparnya.

Iqbal menyatakan, kekurangan PAD yang belum dibayar karena menunggu penandatangan dari gubernur Sumut terkait laporan keuangan PDAM Tirtanadi tahun 2019. Saat ini, laporan keuangan itu sudah diajukan.

“Laporan keuangan dilakukan per tahun, saat ini sedang diajukan ke gubernur. Akan tetapi, itu nanti melalui proses SPI (Sistem Pengendalian Intern), Inspektorat dan audit independen. Setelah itu selesai lalu kita teken dan kita ajukan kepada gubernur.

Nanti gubernur mengesahkan, baru kita lihat berapa keuntungan kita dan setelah itu kita bayar (setoran kontribusi PAD),” jelasnya.

Namun, sambung dia, ketika tahun 2018 ternyata ada persoalan di PDAM Tirtanadi Deli Serdang sehingga laporan keuangan terlambat. Persoalan tersebut terkait adanya proses hukum yang diduga melibatkan 3 atau 4 kepala cabang.

“Ada uang sekitar Rp 12,8 miliar, yang sekarang proses hukumnya beberapa sudah ada divonis. Ada dugaan penggelapan yang terjadi di cabang Deli Serdang. Proses hukum ini memperlambat laporan keuangan kita pada 2018, sehingga pada 26 Desember 2019 barulah disahkan. Usai disahkan barulah kita bayar,” jabar Iqbal.

Dia menambahkan, kalau sudah ada pengesahan dari gubernur terkait laporan keuangan tahun 2019, maka tentunya kewajiban PAD akan dibayarkan.

“Kita seluruh Dewas sudah menyampaikan dan mengingatkan kepada direksi untuk menyelesaikan seluruh kewajiban. Di mana, Perda itulah yang mewajibkan kita menyetorkan kewajiban kita,” pungkas Iqbal.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Reskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Rony mengaku, pihaknya saat ini masih mendalami kasus tersebut. Sampai saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan oleh penyidik.

“Masih lidik (penyelidikan), sedang didalami,” ujar Rony saat dihubungi kepada wartawan melalui sambungan telepon, Selasa (3/3).

Rony juga mengaku, belum bisa berbicara banyak dalam kasus ini. Ia pun meminta kepada rekan media bersabar.

“Belum bisa kita komentari lebih jauh, sabar dulu ya. Nanti kalau sudah ada titik terang akan kita beritahu,” akunya.

Diketahui, penyelidikan kasus dugaan korupsi ini dilakukan Polda Sumut karena pembayaran kontribusi PAD Sumut terindikasi belum dilakukan sesuai besaran yang seharusnya. Dari keuntungan PDAM Tirtanadi sebesar Rp 74 miliar, jumlah yang disetorkan masih sekitar Rp 20 miliar oleh Arif Haryadian yang saat itu menjabat Direktur Keuangan PDAM Tirtanadi.

Jumlah ini masih belum sesuai besaran jika mengacu pada Perda Nomor 3/2018 dalam pasal 50 yang menyebutkan, apabila PDAM Tirtanadi cakupan wilayahnya sudah mencapai 80 persen lebih atau sama, maka diwajibkan menyetor kontribusi PAD ke Pemprov Sumut sebesar 55 persen dari keuntungan.

Arif Haryadian mengaku, sudah diperiksa penyidik Polda Sumut terkait dugaan korupsi tersebut. Dia menjelaskan kronologis pembayaran tersebut, dana cicilan pertama disetor sebesar Rp 20 miliar.

Setelah pembayaran tersebut, dia kemudian tidak lagi menjabat posisi Direktur Keuangan PDAM Tirtanadi, sehingga cicilan selanjutnya seharusnya menjadi tanggung jawab pejabat yang menggantikannya. (ris/btr)

ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan korupsi setoran kontribusi PDAM Tirtanadi ke PAD Pemprov Sumut, hingga kini masih ditangani penyidik Direktorat Reskrimsus Polda Sumut. Terkait kasus tersebut, Dewan Pengawas (Dewas) PDAM Tirtanadi menyatakan proses pembayaran PAD harus ada pengesahan atau ijin Gubernur Sumut.

Dewas PDAM Tirtanadi, Iqbal, mengaku, pihaknya memang selalu melakukan rapat untuk membuat laporan tentang pengawasan kinerja maupun keuangan PDAM Tirtanadi. Hasil laporan itu disampaikan kepada Pemrov Sumut.

“Semua itu tertuang dalam laporan kita kepada Pemprov Sumut, laporan itu wajib kita kasih karena peraturan,” ujarnya saat dihubungi wartawan via seluler, Selasa (10/3).

Ditanya Dewas mengetahui mengenai adanya kekurangan setoran kontribusi PDAM Tirtanadi ke Pemprov Sumut, Iqbal tak membantahnya.

“Informasi yang beredar, seolah-olah kita tidak bayar PAD. Padahal, sebenarnya PAD sudah dibayar Rp20 miliar dan ada sisanya. Di PP (Peraturan Pemerintah) 54 itu PAD 55 persen. Nah, problemnya bukan berapa yang kita mau bayar, proses pembayaran PAD itu harus ada pengesahan dari Gubernur,” sebut Iqbal.

Ia mengaku, ketika setoran kontribusi PAD tahun 2018 belum menjadi Dewas.

“Terkait kasus 2018, Dewasnya belum kita. Namun ada persoalan yang membuat proses pengesahan itu lebih lama. Kalau tidak salah sekitar 26 Desember 2019 baru ada pengesahan laporan keuangan tahun 2018. Maka, itu lah yang membuat keterlambatan, bukan berarti kita enggak bayar,” paparnya.

Iqbal menyatakan, kekurangan PAD yang belum dibayar karena menunggu penandatangan dari gubernur Sumut terkait laporan keuangan PDAM Tirtanadi tahun 2019. Saat ini, laporan keuangan itu sudah diajukan.

“Laporan keuangan dilakukan per tahun, saat ini sedang diajukan ke gubernur. Akan tetapi, itu nanti melalui proses SPI (Sistem Pengendalian Intern), Inspektorat dan audit independen. Setelah itu selesai lalu kita teken dan kita ajukan kepada gubernur.

Nanti gubernur mengesahkan, baru kita lihat berapa keuntungan kita dan setelah itu kita bayar (setoran kontribusi PAD),” jelasnya.

Namun, sambung dia, ketika tahun 2018 ternyata ada persoalan di PDAM Tirtanadi Deli Serdang sehingga laporan keuangan terlambat. Persoalan tersebut terkait adanya proses hukum yang diduga melibatkan 3 atau 4 kepala cabang.

“Ada uang sekitar Rp 12,8 miliar, yang sekarang proses hukumnya beberapa sudah ada divonis. Ada dugaan penggelapan yang terjadi di cabang Deli Serdang. Proses hukum ini memperlambat laporan keuangan kita pada 2018, sehingga pada 26 Desember 2019 barulah disahkan. Usai disahkan barulah kita bayar,” jabar Iqbal.

Dia menambahkan, kalau sudah ada pengesahan dari gubernur terkait laporan keuangan tahun 2019, maka tentunya kewajiban PAD akan dibayarkan.

“Kita seluruh Dewas sudah menyampaikan dan mengingatkan kepada direksi untuk menyelesaikan seluruh kewajiban. Di mana, Perda itulah yang mewajibkan kita menyetorkan kewajiban kita,” pungkas Iqbal.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Reskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Rony mengaku, pihaknya saat ini masih mendalami kasus tersebut. Sampai saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan oleh penyidik.

“Masih lidik (penyelidikan), sedang didalami,” ujar Rony saat dihubungi kepada wartawan melalui sambungan telepon, Selasa (3/3).

Rony juga mengaku, belum bisa berbicara banyak dalam kasus ini. Ia pun meminta kepada rekan media bersabar.

“Belum bisa kita komentari lebih jauh, sabar dulu ya. Nanti kalau sudah ada titik terang akan kita beritahu,” akunya.

Diketahui, penyelidikan kasus dugaan korupsi ini dilakukan Polda Sumut karena pembayaran kontribusi PAD Sumut terindikasi belum dilakukan sesuai besaran yang seharusnya. Dari keuntungan PDAM Tirtanadi sebesar Rp 74 miliar, jumlah yang disetorkan masih sekitar Rp 20 miliar oleh Arif Haryadian yang saat itu menjabat Direktur Keuangan PDAM Tirtanadi.

Jumlah ini masih belum sesuai besaran jika mengacu pada Perda Nomor 3/2018 dalam pasal 50 yang menyebutkan, apabila PDAM Tirtanadi cakupan wilayahnya sudah mencapai 80 persen lebih atau sama, maka diwajibkan menyetor kontribusi PAD ke Pemprov Sumut sebesar 55 persen dari keuntungan.

Arif Haryadian mengaku, sudah diperiksa penyidik Polda Sumut terkait dugaan korupsi tersebut. Dia menjelaskan kronologis pembayaran tersebut, dana cicilan pertama disetor sebesar Rp 20 miliar.

Setelah pembayaran tersebut, dia kemudian tidak lagi menjabat posisi Direktur Keuangan PDAM Tirtanadi, sehingga cicilan selanjutnya seharusnya menjadi tanggung jawab pejabat yang menggantikannya. (ris/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/