Site icon SumutPos

Hakim Marah: Kalau Cuma Ngambil dari Internet, Saya Pun Bisa..

Foto: Bayu/PM Sidang kasus korupsi PLTA Asahan III di PN Medan, menghadirkan saksi ahli.
Foto: Bayu/PM
Sidang kasus korupsi PLTA Asahan III di Pengadilan Tipikor PN.Medan, menghadirkan saksi ahli, Selasa (11/11/2014).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ada yang beda di sidang lanjutan kasus korupsi pembangunan base camp dan Prasarana PLTA Asahan III yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Medan, Selasa (11/11). Hakim kesal dan memarahi saksi ahli, karena mengambil data dari internet. Alamak!

Dalam sidang dengan terdakwa, Tumpal Hasibuan selaku Camat Meranti dan Marole Siagian selaku Kades Meranti Utara, Kab. Tobasa itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli bidang pertanian. Yakni Matilda selaku Kabid Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian (Distan) Pemkab Tobasa dan Abdul Kholid Sitompul selaku Plt Kasi Pengendalian dan Pestisida Distan Pemkab Tobasa,

Namun majelis hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga SH, sempat emosi. Pasalnya, data tanaman-tanaman dalam hutan yang hendak diganti rugi pihak PLN kepada warga, diambil dari internet. “Untuk data tanaman semua saya ambil dari internet,” ujar Matilda.

Mendengar penjelasan saksi, hakim kemudian emosi dan mengatakan kalau sebagai saksi ahli diperlukan keahliannya. “Tapi Anda saksi ahli? Keterangan Anda adalah keahlian Anda. Kalau cuma ngambil dari internet, saya pun bisa. Ini menyangkut nasib orang,” kesal hakim.

Matilda pun langsung terdiam dan tunduk dan tampak gugup karena terus dicecar hakim. “Anda sebenarnya dihadirkan di persidangan ini mau memberikan keterangan apa,” tanya hakim.

Matilda pun menjawab, sesuai di penyidik, di persidangan pun dia mau memberikan keterangan soal tanaman palawija di lahan pembangunan PLTA Asahan III yang diganti rugi kepada masyarakat.

Karena emosi melihat saksi Matilda, hakim kemudian bertanya kepada saksi Abdul Kholid. Saksi ahli ini pun menjelaskan, di lahan yang hendak dibebaskan itu, masyarakat memiliki tanaman kelapa, kopi, kakau, karet, pinang, aren, dan kemiri.

Abdul Kholid lebih memberikan keterangan terhadap tanaman-tanaman keras. “Apakah ahli pernah ke lapangan untuk meninjau tanaman-tanaman itu,” tanya hakim. Diakuinya, memang tidak pernah turun ke lapangan meninjau langsung. Sebab, sambungnya, berdasarkan surat dari Polres Tobasa, sudah tidak ada lagi tanaman di lokasi tersebut karena sudah ditebang PLN untuk pembangunan PLTA Asahan III.

Kemudian giliran pengacara terdakwa Tumpal Hasibuan, Heber Sihombing, yang bertanya. “Saudara Matilda, sebenarnya sebagai ahli atau apa? Saudara sebut ketika dipanggil ke Polres Tobasa, tidak sebagai ahli. Jadi yang benar apa,” tanya Heber.

Matilda pun menjawab dia bukan ahli. Tetapi dipanggil penyidik Polres Tobasa untuk dimintai keterangannya. Heber kemudian meminta Matilda supaya menunjukkan surat izin dari kepala instansinya untuk jadi saksi di persidangan. “Saudara kan PNS, ada surat tugas saudara dari pimpinan tempat bekerja,” tanya Heber. “Tidak ada pak,” ujarnya.

Usai mendengarkan keterangan kedua saksi, majelis hakim kemudian menunda sidang tersebut hingga Kamis (13/11). Di luar sidang, Heber pun meminta agar majelis hakim jangan menerima kesaksian dari dua orang saksi ahli tersebut. Karena kesaksiannya kedua tidak berdasarkan keahliannya, tetapi mengutip dari internet. “Dalam pledoi juga nanti kita akan minta agar hakim tidak menerima keterangan dari saksi ahli ini. Kita tidak setuju dengan keterangannya itu, apalagi hakim juga tadi memarahi saksinya,” kesalnya.

Dirinya juga menyatakan, kesaksian dua orang tersebut cacat hukum. Karena bukan ahli bidangnya. “Itu sudah cacat hukum, karena dia bukan ahli, hanya karena dia ahli madya (DIII) pertanian makanya dijadikan saksi. Seharusnya itu tidak bisa jadi saksi ahli,” ujarnya.(bay/trg)

Exit mobile version