MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara, Rapidin Simbolon angkat bicara terkait tudingan terlibat dalam tindak pidana korupsi dana tak terduga penanggulangan bencana non-alam Covid-19 di Kabupaten Samosir, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp944 juta.
Rapidin mengatakan akan menyampaikan klarifikasi terkait dengan tuntutan dan tudingan disampaikan pendemo, yang melakukan aksi unjuk rasa di Kantor DPD PDI Perjuangan, di Jamin Ginting, Kelurahan Simpang Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan, Selasa (12/9/2023) kemarin.
“Pertama saya mengapresiasi kader-kader itu, meminta kepada saya untuk mengklarifikasi. Nanti waktu dan tanggalnya, akan saya tentukan kapan saya longgar,” ucap Rapidin saat dikonfirmasi Sumut Pos melalui telpon selular, Rabu (13/9/2023).
Rapidin mengaku saat unjuk rasa berlangsung tengah berada di Kepulauan Nias, dalam melaksanakan konsolidasi dengan pengurus, ranting dan anak ranting PDIP se-Kepulauan Nias.
Rapidin mengungkapkan bahwa yang menggelar unjuk rasa, bukan pengurus DPD PDI Perjuangan, maupun di DPC hingga ranting. Namun begitu, mantan Bupati Samosir itu, akan tetap menyampaikan klarifikasi terkait dengan tudingan dan tuntutan masa aksi tersebut.
“Saya akan memberikan klarifikasi tersebut. Kemudian, mereka (pendemo) perlu saya garis bawahi bukan pengurus ya. Mereka tidak atau bukan dalam kepengurusan partai. Nanti saya kirimkan statusnya apa. Walaupun seperti saya menghargai dan saya mengklarifikasi bila waktu saya ada,” jelas Rapidin.
Dalam wawancara bersama Sumut Pos, Rapidin mengungkapkan tidak benar apa dituduhkan, bahwa dirinya terlibat dalam kasus korupsi dana bantuan Covid-19 di Kabupaten Samosir
“Apa dituduhkan mereka itu, apa disampaikan tentang saya dan keterlibatan saya bantuan Covid-19 tahun 2020, adalah tidak benar. Kasi Penkum Kejati Sumut, bapak Yos Tarigan sudah menjelaskan kepada media dan wartawan,” ucap Rapidin.
“Yang pastinya mereka bukan pengurus, saya tidak tahu kader atau simpatisan, kalau di pengurusan, mereka tidak lagi pengurus. Tidak ada pengurus dari DPD PDIP Sumut,” tutur Rapidin.
Rapidin menjelaskan sudah aturan tertuang dalam AD/ART PDI Perjuangan, dimana kader terlibat kasus korupsi secara otomatis akan dipecat sebagai pengurus atau kader.
“Kalau ada kader, yang korupsi. Otomatis dipecat, itu perintah ibu ketua umum. Seperti kata ibu Megawati, siapa kader yang terlibat korupsi, otomatis dipecat,” sebut Rapidin.
Rapidin mengatakan bila dirinya terlibat kasus korupsi, bukan lagi dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut. Tapi, secara otomatis ikut dipecat dari kader.
“Kalau saya korupsi, saya pasti dipecat. Itu sudah pasti dan saya sudah melaporkan kepada ibu Megawati tentang bahwa apa disampaikan Kejati Sumut. Beliau berkata, sudah bekerja di bawa, kerja-kerja,” jelas Rapidin.
Rapidin mengaku tidak tahu apa maksud dari sejumlah oknum-oknum mengiring kasus dana Covid-19 tersebut, dengan membawa-bawa dirinya dalam kasus korupsi ini.
“Kita tidak tahu, apa maksud tujuan mereka itu apa?. Kalau kita menghadapi seperti itu, habis waktu kita,” ucap Rapidin.
Disinggung apa langkah Rapidin kedepannya, dalam mengantisipasi tudingan tersebut. Ia mengatakan pertama akan melakukan klarifikasi terkait isu korupsi yang menerpa dirinya.
“Yang pertama kita klarifikasi dulu, seperti permintaan mereka. Tudingan mereka sampaikan itu, tidak jelas. Tidak ada, dibuat dengan keputusan Mahkamah Agung,” jelas Rapidin.
Dalam tindak pidana korupsi dana tak terduga penanggulangan bencana non-alam Covid-19 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp944 juta, menjadi terdakwa adalah mantan Sekda Samosir, Jabiat Sagala (58).
Kemudian, Sardo Sirumapea selaku PPK Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Gizi dan Vitamin Masyarakat Kabupaten Samosir dan Santo Edi Simatupang selaku Direktur Utama (Dirut) PT Tarida Bintang Nusantara (TBN).
“Itu ada 4 orang ditahan (terdakwa), ini sudah inkracht, sampaikan dalam putusan di MA. Bahwa Rapidin Simbolon dan Wakil Bupati Samosir, menikmati secara pribadi. Karena menempelkan stiker, di bantuan itu,” jelas Rapidin.
Rapidin mencerna dalam putusan tersebut, menyebutkan terlibat dalam kasus korupsi itu, karena ada stiker wajah dia bersama Wakil Bupati Samosir dalam plastik bantuan tersebut. Sedangkan, stiker itu tidak ada dalam bantuan tersebut.
“Kemudian, dari pengemasan bantuan, dipindahkan ke rumah dinas. Tidak pengepakan dipindahkan ke rumah dinas, karena dari awal. Pengepakan diperintahkan Sekda sebagai Ketua Gugus Tugas, pengepakan di rumah dinas karena ada Pondopo. Keresek plastik hitam, tidak ada kami tempelkan gambar,” kata Rapidin.
“Saya duga, dari putusan MA, dibuat untuk menjerat saya. Seperti pendapat tadi, kalau artinya. Kalau saya terseret mendapatkan bagian itu, tentu berapa dana aliran saya terima. Kenapa diviralkan, kenapa Wakil Bupati tidak diikutsertakan. Politisi juga, dalam putusan itu, tidak ada disebutkan mendapatkan uang, hanya menikmati karena menempelkan stiker,” jelas Rapidin.
Rapidin mempertanyakan dimana salahnya, bila ada stiker wajahnya dalam bantuan tersebut. Sedangkan, di daerah lain dalam bantuan Covid-19 juga terdapat striker wajah kepala daerahnya.
“Kalau saya menempelkannya stiker, apakah saya salah?. Karena saat itu saya Bupati Samosir. Makanya, Kejati Sumut buat Rapidin tidak ada menikmati dana Covid-19 tersebut. Yang memviralkan itu, adalah pengecara mantan Sekda,” ucap Rapidin.
Rapidin, yang merupakan Bacelag PDI Perjuangan Dapil Sumut II untuk DPR RI, mengatakan dalam kasus korupsi membawa-bawa namanya ini, sangat besar unsur politisasinya dan dia menilai sedang dikriminalisasi.
“Ini juga ada politisasi kepada saya, kriminalisasi lah. Artinya, bagaimana saya tidak jadi Caleg, ketakutan. Kalau saya caleg, mereka tidak akan mendapatkan suara,” tandas Rapidin.(gus/ram)