25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Penghentian Penuntutan Mujianto Bisa Di PTUN kan

AGUSMAN/SUMUT POS
DIAMANKAN: Mujianto diamankan saat tiba dari Singapura di Bandara Soekarno Hatta, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Untuk membatalkan usulan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus penipuan yang dilakukan Mujianto alias Anam, korban Armen Lubis bisa membawanya ke ranah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).

“Masalah SKPP itu kan memang haknya mereka (kejaksaan). Tetapi negara kita kan negara hukum yang menjamin kepastian hukum bagi setiap masyarakat. Bila seandainya SKPP itu keluar, kita bisa melakukan upaya hukum lewat PTUN,” ucap Arizal, kuasa hukum Armen Lubis, Jumat (15/3).

Melalui pengadilan PTUN, kata Arizal, penerbitan SKPP nantinya akan diuji apakah ada melanggar dasar-dasar administrasi.

“Lewat PTUN itu juga kan salah satu langkah hukum selain upaya Prapid (Praperadilan). Dan itu ada di Undang-undang Kitab KUHAP Pasal 77-83. Kita tarik ke PTUN untuk menyatakan sah tidaknya SKPP yang dikeluarkan,” ujarnya.

Namun hal itu, lanjut Arizal, tergantung kepada kliennya sendiri apakah ingin menempuh upaya hukum lewat PTUN.

“Kalau memang sudah kami terima (SKPP), itu lah upaya yang bisa dilakukan. Tapi, itu hak prerogratifnya dari klien kami. Kalau katanya gugat, kita gugat. Tetapi kalau katanya tidak, ya kita tak akan gugat,” tandasnya.

Seharusnya, menurut Arizal, kejaksaan tidak perlu bingung untuk melimpahkan berkas perkara Mujianto ke pengadilan.

“Harusnya kan dilimpahkan saja, biarkan Wakil Tuhan (Pengadilan) yang menyatakan apakah tersangka salah atau tidak salah, bukan penuntut yang ambil alih. Ini ada apa?,” tanya Arizal.

Ia sangat menyayangkan langkah yang diambil Kejatisu dalam penanganan perkara Mujianto. Padahal, penyidik polisi sudah bekerja dengan optimal dalam mengungkap kasus penipuan Mujianto.

“Kenapa tidak dari awal saja mereka tolak berkas itu di polisi. Kan rasional, azas hukum acara itu kan jelas, peradilan cepat, murah dan biaya yang ringan. Bukan setelah lengkap begini baru mau dihentikan,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, Kejatisu mengajukan SKPP untuk kasus penipuan senilai Rp3 miliar yang melibatkan pengusaha, Mujianto dan bawahannya Rosihan Anwar. Kejatisu menilai, perkara itu tidak layak masuk ke persidangan.

Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala Kejatisu, Fahkruddin kepada wartawan, Rabu (6/3). Fakhruddin menyampaikan pengajuan SKPP atas kasus tersebut karena menilai kasus ini tidak layak disidangkan.

Kejatisu diketahui tidak melakukan penahanan terhadap Mujianto. Tersangka kasus penipuan itu tidak ditahan karena sudah memberikan jaminan uang sebesar Rp3 miliar, saat pelimpahan tahap II (berkas dan tersangka) dari penyidik Polda Sumut, pada 26 Juli 2018.

Selain jaminan uang, Kejatisu juga menahan paspor Mujianto. Dalih lain tidak ditahan, berdasarkan catatan rekam medis di Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura, tersangka Mujianto menderita infeksi empedu.

Dengan jaminan uang yang diberikan oleh Mujianto, Kejatisu hanya mewajibkannya wajib lapor selama ia tidak dalam penahanan.

Dugaan penipuan yang dilakukan Mujianto bermula dari adanya laporan Armen Lubis yang menjadi korban. Karena aksi Mujianto, Armen Lubis menderita kerugian Rp3 miliar dalam proyek penimbunan lahan di kawasan Belawan.

Namun setelah proyek selesai, Mujianto tidak menepati janjinya untuk membayar hasil pengerjaan Armen Lubis. Merasa ditipu, Armen Lubis melaporkan Mujianto dan Rosihan Anwar ke Polda Sumut.

Belakangan, Armen Lubis menggugat Kejatisu, senilai Rp104 miliar karena tidak kunjung melimpahkan Mujianto ke pengadilan.(man/ala)

AGUSMAN/SUMUT POS
DIAMANKAN: Mujianto diamankan saat tiba dari Singapura di Bandara Soekarno Hatta, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Untuk membatalkan usulan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus penipuan yang dilakukan Mujianto alias Anam, korban Armen Lubis bisa membawanya ke ranah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).

“Masalah SKPP itu kan memang haknya mereka (kejaksaan). Tetapi negara kita kan negara hukum yang menjamin kepastian hukum bagi setiap masyarakat. Bila seandainya SKPP itu keluar, kita bisa melakukan upaya hukum lewat PTUN,” ucap Arizal, kuasa hukum Armen Lubis, Jumat (15/3).

Melalui pengadilan PTUN, kata Arizal, penerbitan SKPP nantinya akan diuji apakah ada melanggar dasar-dasar administrasi.

“Lewat PTUN itu juga kan salah satu langkah hukum selain upaya Prapid (Praperadilan). Dan itu ada di Undang-undang Kitab KUHAP Pasal 77-83. Kita tarik ke PTUN untuk menyatakan sah tidaknya SKPP yang dikeluarkan,” ujarnya.

Namun hal itu, lanjut Arizal, tergantung kepada kliennya sendiri apakah ingin menempuh upaya hukum lewat PTUN.

“Kalau memang sudah kami terima (SKPP), itu lah upaya yang bisa dilakukan. Tapi, itu hak prerogratifnya dari klien kami. Kalau katanya gugat, kita gugat. Tetapi kalau katanya tidak, ya kita tak akan gugat,” tandasnya.

Seharusnya, menurut Arizal, kejaksaan tidak perlu bingung untuk melimpahkan berkas perkara Mujianto ke pengadilan.

“Harusnya kan dilimpahkan saja, biarkan Wakil Tuhan (Pengadilan) yang menyatakan apakah tersangka salah atau tidak salah, bukan penuntut yang ambil alih. Ini ada apa?,” tanya Arizal.

Ia sangat menyayangkan langkah yang diambil Kejatisu dalam penanganan perkara Mujianto. Padahal, penyidik polisi sudah bekerja dengan optimal dalam mengungkap kasus penipuan Mujianto.

“Kenapa tidak dari awal saja mereka tolak berkas itu di polisi. Kan rasional, azas hukum acara itu kan jelas, peradilan cepat, murah dan biaya yang ringan. Bukan setelah lengkap begini baru mau dihentikan,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, Kejatisu mengajukan SKPP untuk kasus penipuan senilai Rp3 miliar yang melibatkan pengusaha, Mujianto dan bawahannya Rosihan Anwar. Kejatisu menilai, perkara itu tidak layak masuk ke persidangan.

Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala Kejatisu, Fahkruddin kepada wartawan, Rabu (6/3). Fakhruddin menyampaikan pengajuan SKPP atas kasus tersebut karena menilai kasus ini tidak layak disidangkan.

Kejatisu diketahui tidak melakukan penahanan terhadap Mujianto. Tersangka kasus penipuan itu tidak ditahan karena sudah memberikan jaminan uang sebesar Rp3 miliar, saat pelimpahan tahap II (berkas dan tersangka) dari penyidik Polda Sumut, pada 26 Juli 2018.

Selain jaminan uang, Kejatisu juga menahan paspor Mujianto. Dalih lain tidak ditahan, berdasarkan catatan rekam medis di Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura, tersangka Mujianto menderita infeksi empedu.

Dengan jaminan uang yang diberikan oleh Mujianto, Kejatisu hanya mewajibkannya wajib lapor selama ia tidak dalam penahanan.

Dugaan penipuan yang dilakukan Mujianto bermula dari adanya laporan Armen Lubis yang menjadi korban. Karena aksi Mujianto, Armen Lubis menderita kerugian Rp3 miliar dalam proyek penimbunan lahan di kawasan Belawan.

Namun setelah proyek selesai, Mujianto tidak menepati janjinya untuk membayar hasil pengerjaan Armen Lubis. Merasa ditipu, Armen Lubis melaporkan Mujianto dan Rosihan Anwar ke Polda Sumut.

Belakangan, Armen Lubis menggugat Kejatisu, senilai Rp104 miliar karena tidak kunjung melimpahkan Mujianto ke pengadilan.(man/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/