MEDAN, SUMUTPOS.CO – EW (33) warga Medan Polonia menuntut keadilan usai Pengadilan Negeri (PN) Medan mengabulkan gugatan sang ayah, Ir Widjoko soal aset pada 24 Juni 2024 lalu. EW menilai, putusan hakim sangat merugikan dirinya, karena mengenyampingkan fakta dan bukti yang ada. Hal itu disampaikan EW di Medan, kemarin.
”Untuk lebih rincinya tanya ke pengacara saya,” kata EW, kemarin.
Singkat cerita, pengacara Robert Pangaribuan SH ditemukan di sebuah rumah makan di kawasan Jalan Thamrin. Robert SH mengakui dalam perkara tersebut, aset dan usaha EW terancam disita.
“Bayangkan, usaha yang dirintis EW hampir 10 tahun dan sertifikat tanah atas namanya sendiri masuk dalam sita jaminan dalam perkara ini,” tegas Robert Pangaribuan SH, Senin (15/7).
Perlu diketahui, kasus ini berawal dari gugatan seorang pengusaha properti, Ir Widjoko warga Jalan Tilak Medan Kota kepada mantan istrinya L dan anak semata wayang nya EW (hasil perkawinan mereka). Widjoko menuding L dan EW melakukan perbuatan melanggar hukum, menguasai asetnya tanpa sepengetahuannya pada Tahun 2023 lalu.
Aset yang dimaksud Widjoko tersebut, berupa tempat usaha EW di kawasan Medan Area dan Polonia. Menurutnya, tudingan kepada L itu adalah fitnah. Karena, jangankan untuk menguasai, menginjakkan kakinya ke kedua lokasi aset tersebut pun tidak pernah.
“Kedua aset tersebut memang dipakai EW untuk usaha, tapi tudingan menguasai tanpa sepengetahuan penggugat (Widjoko) juga bohong. Padahal, kedua aset tersebut sudah diserahkannya ke EW pada Tahun 2015 dalam keadaan sangat rusak.
EW merenovasi dan merawatnya sampai saat ini. Di Tahun 2016 EW menjadikannya tempat usaha yang dirintisnya dari nol. Artinya, usaha itu ada, jauh-jauh hari sebelum kedua orangtuanya berpisah pada akhir 2020,” papar Robert SH.
Nah, ketika Widjoko dan L bercerai, mereka memilih kedua aset yang dipake EW tersebut sebagai harta gono gini. Dari data aset tersebut juga ada tertulis dipakai EW dan ada paraf penggugat, Widjoko.
Bukan hanya itu, penggugat juga menyatakan secara lisan di depan para saksi bahwa EW bisa memakai aset tersebut untuk usaha hingga kapan pun EW butuh. “Itu disaksikan para saksi serta Notaris Robin Hudson Sitanggang SH di Deliserdang pada 22 Oktober 2020 lalu,” jelas Robert SH.
Jadi,lanjut Robert, usaha yang bergerak di bidang jasa inilah menjadi sumber mata pencarian EW untuk menghidupi keluarganya dan istrinya yang dinikahi 2017 lalu.
“Masuk lagi masalah tudingan penggugat terhadap EW yang menjual lima bidang tanah atas nama EW yang dianggap penggugat sebagai harta bersama di kawasan Mabar, itu juga tidaklah benar,” tandas Robert.
Karena, lanjut Robert, ada perjanjian tertulis mereka buat sebelumnya. Begitu juga dengan rumah yang di kawasan Medan Area dan Polonia. Padahal surat-suratnya ada di tangan Widjoko.
“Jadi, semua itu cuma fitnah dan ketakutan Widjoko saja,” tandas Robert.
Sebelum adanya putusan perkara Widjoko di PN Medan, hakim juga sudah menggelar sidang lapangan di lahan objek perkara. Di lokasi dihadiri Widjoko selaku penggugat dan pengacara dari kedua belah pihak. Hasilnya, tidak ada ditemukan bukti bahwa L menguasai dua lahan tersebut.
Begitu juga sebelum adanya putusan sidang pengadilan. Seluruh saksi dihadirkan untuk memberi keterangan sebenarnya, serta bukti surat perjanjian tertulis yang ditandatangani Widjoko yang isinya bahwa ke dua aset dipakai EW juga dihadirkan dalam persidangan. Kendati hakim mengakui semuanya, tetapi hakim tetap memenangkan gugatan Widjoko.
“Inikan aneh, hakim memenangkan gugatan Widjoko, namun tidak ada satupun bukti pelanggaran yang dilakukan oleh L dan EW,” tandas Robert.
Yang tidak masuk akal lagi, dalam putusan itu, EW harus membayar Rp2 miliar kepada Widjoko atas pemakaian tempat usahanya tersebut. Kemudian seluruh tempat usaha EW masuk dalam sita jaminan. Begitu juga lahan di kawasan Mabar, EW dihukum membayar 25% kepada Widjoko atas pemberian bagi untung atas lahan di Mabar yang telah dijualnya serta lahannya itu dimasukkan dalam sita jaminan.
”Jadi semua ini mengada-ngada dan sangat merugikan EW, tidak ada satupun bukti transaksi EW melakukan penjualan lahan yang dimaksud,” tandas Robert.
Lebih lagi, saksi yang dihadirkan Widjoko dalam persidangan sama sekali tidak berkaitan dalam perkara ini. “Dua saksi dari Widjoko yang menyebut L dan EW lah yang menguasai objek perkara itu semua palsu dan mengada-ngada,” ujar Robert.
Jadi menurut Robert sudah banyak kejanggalan yang ditemukan dalam gugatan Widjoko. Mulai dari komentar Widjoko sepekan sebelum putusan, bahwa memenangkan perkara ini. Belum lagi, hakim mengenyampingkan fakta yang ada seperti surat perjanjian tertulis yang dibuat Widjoko. Baik itu kepada mantan istrinya dan anak kandungnya sendiri tentang pemakaian aset. Itu semua diabaikan dalam persidangan.
“Ada apa ini? adakah kejanggalan di dalamnya,” tandas Robert.
Menurut Robert, orang-orang menganggap Widjoko ini sudah gelap mata sehingga anak kandungnya sendiri ingin ‘dihabisinya.’
Padahal menurut Robert, EW ini bukanlah anak-anak urakan yang bikin masalah di luar dan menyusahkan orangtua. Hidupnya teratur dan mandiri.
“Mengapa Widjoko tega membuat anak kandung yang tidak tahu apa-apa itu. Padahal EW hidup atas usahanya sendiri, seperti usaha bidang jasa yang dirintis dari nol kemudian sekarang berkembang terus mau dirusak Widjoko.
Kalau istilah anak durhaka sering kita dengar, bagaimana dengan kasus ini orangtua yang durhaka,” tegas Robert. Robert sekarang berharap pengadilan negeri mau pun pengadilan tinggi dapat mengubah dan membatalkan hasil putusan tersebut.
“Saat ini yang kami lakukan adalah banding atas putusan itu. Banding sudah didaftarkan pada 4 Juli dengan registrasi akta No.151/2024 untuk Perkara Nomor: 813/Pdt.G/2023/PN Mdn,” pungkas Robert. (azw)