25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Sidang Dugaan Penggelapan Harta Warisan, Korban Merasa Dibohongi Terdakwa

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang Perkara dugaan penggelapan harta warisan orangtua senilai ratusan miliar, dengan terdakwa David Putranegoro alias Lim Kwek Liong (63) berlangsung panas di Ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (14/9) sore. Dalam sidang tersebut, dihadirkan saksi korban yakni Jong Nam Liong yang tak lain saudara kandung terdakwa.

SUMPAH: Saksi korban Jong Nam Liong, disumpah untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan penggelapan harta warisan.istimewa/sumutpos.

Saksi Jong Nam mengungkapkan, ia mengaku di sodorkan sebuah kertas oleh terdakwa David dan dimintai tandatangan. “Waktu itu gak ada tulisan katanya (terdakwa) bagi-bagi uang tandatangan itu,” katanya, dihadapan Hakim Ketua Dominggus Silaban.

Belakangan ia akhirnya tahu tentang Akta Perjanjian Kesepakatan Nomor : 8 tanggal 21 Juli 2008, yang ditandatangani oleh Ayahnya Alm Jong Tjing Boen. Padahal katanya, sejak tanggal 30 Juni sampai 5 September 2008, Alm Jong Tjing Boen berada di Singapura dalam rangka pengobatan.

“Di Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura Kondisinya udah koma, ngomong aja udah gak bisa. Masuk Mount Elisabet langsung diopname enggak bangun lagi,” katanya.

Dengan nada terbata-bata, saksi Korban Jong Nam Liong mengatakan bahwa ia merasa dibohongi oleh saudara kandungnya sendiri atas adanya akta tersebut. Menjawab pertanyaan majelis hakim yang diketuai Dominggus Silaban, korban mengaku tidak ada mendapat pesan apapun dari Almarhum ayahnya terkait seluruh harta warisan tersebut.

“Dia (terdakwa David) pembohong, enggak ada pesan (Almarhum Ayahnya) terkait harta warisan,” katanya sambil menunjuk terdakwa yang turut hadir di persidangan itu.

Menjawab pertanyaan Hakim anggota Dahlia Panjaitan, terdakwa mengaku merasa dirugikan atas adanya Akta Perjanjian Kesepakatan Nomor : 8 tanggal 21 Juli 2008 tersebut.

Sebab Akta Perjanjian tersebut katanya, menjadikan terdakwa sebagai pengendali atau yang dipercayakan untuk menyimpan maupun untuk melakukan jual beli, dari bagian harta peninggalan milik Alarhum ayahnya. “Rugi karena dibuat 30 tahun rumah enggak boleh dijual,” bebernya.

Namun beberapa pertanyaan dari Jaksa maupun majelis hakim tidak dapat saksi korban jawab karena lupa. Saksi korban pun sempat memohon kepada majelis hakim menunda sidang untuk minum obat karena penyakitnya kambuh.

Sementara itu, usai sidang kuasa hukum saksi korban Longser Sihombing mengatakan Jong Nam Lion dapat dikatakan dalam pendidikan sangatlah kurang.

“Sewaktu di BAP di Kepolisian saja dibutuhkan waktu yang panjang dan harus berbicara sangat sederhana.

Sehingga wajar jika di dalam persidangan sangat tidak fasih dalam berbicara ditambah lagi faktor usia yang sudah mencapai 70 tahunan,” katanya. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang Perkara dugaan penggelapan harta warisan orangtua senilai ratusan miliar, dengan terdakwa David Putranegoro alias Lim Kwek Liong (63) berlangsung panas di Ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (14/9) sore. Dalam sidang tersebut, dihadirkan saksi korban yakni Jong Nam Liong yang tak lain saudara kandung terdakwa.

SUMPAH: Saksi korban Jong Nam Liong, disumpah untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan penggelapan harta warisan.istimewa/sumutpos.

Saksi Jong Nam mengungkapkan, ia mengaku di sodorkan sebuah kertas oleh terdakwa David dan dimintai tandatangan. “Waktu itu gak ada tulisan katanya (terdakwa) bagi-bagi uang tandatangan itu,” katanya, dihadapan Hakim Ketua Dominggus Silaban.

Belakangan ia akhirnya tahu tentang Akta Perjanjian Kesepakatan Nomor : 8 tanggal 21 Juli 2008, yang ditandatangani oleh Ayahnya Alm Jong Tjing Boen. Padahal katanya, sejak tanggal 30 Juni sampai 5 September 2008, Alm Jong Tjing Boen berada di Singapura dalam rangka pengobatan.

“Di Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura Kondisinya udah koma, ngomong aja udah gak bisa. Masuk Mount Elisabet langsung diopname enggak bangun lagi,” katanya.

Dengan nada terbata-bata, saksi Korban Jong Nam Liong mengatakan bahwa ia merasa dibohongi oleh saudara kandungnya sendiri atas adanya akta tersebut. Menjawab pertanyaan majelis hakim yang diketuai Dominggus Silaban, korban mengaku tidak ada mendapat pesan apapun dari Almarhum ayahnya terkait seluruh harta warisan tersebut.

“Dia (terdakwa David) pembohong, enggak ada pesan (Almarhum Ayahnya) terkait harta warisan,” katanya sambil menunjuk terdakwa yang turut hadir di persidangan itu.

Menjawab pertanyaan Hakim anggota Dahlia Panjaitan, terdakwa mengaku merasa dirugikan atas adanya Akta Perjanjian Kesepakatan Nomor : 8 tanggal 21 Juli 2008 tersebut.

Sebab Akta Perjanjian tersebut katanya, menjadikan terdakwa sebagai pengendali atau yang dipercayakan untuk menyimpan maupun untuk melakukan jual beli, dari bagian harta peninggalan milik Alarhum ayahnya. “Rugi karena dibuat 30 tahun rumah enggak boleh dijual,” bebernya.

Namun beberapa pertanyaan dari Jaksa maupun majelis hakim tidak dapat saksi korban jawab karena lupa. Saksi korban pun sempat memohon kepada majelis hakim menunda sidang untuk minum obat karena penyakitnya kambuh.

Sementara itu, usai sidang kuasa hukum saksi korban Longser Sihombing mengatakan Jong Nam Lion dapat dikatakan dalam pendidikan sangatlah kurang.

“Sewaktu di BAP di Kepolisian saja dibutuhkan waktu yang panjang dan harus berbicara sangat sederhana.

Sehingga wajar jika di dalam persidangan sangat tidak fasih dalam berbicara ditambah lagi faktor usia yang sudah mencapai 70 tahunan,” katanya. (man/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/