Site icon SumutPos

Sidang Galian C Ilegal Pantai Acong, Jaksa Tolak Eksepsi Terdakwa

TOLAK: Jaksa menolak eksepsi terdakwa Suparno Habibi  sidang di PN Binjai,Selasa (17/3).
TOLAK: Jaksa menolak eksepsi terdakwa Suparno Habibi sidang di PN Binjai,Selasa (17/3).

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Binjai kembali menggelar sidang lanjutan kepemilikan Galian C Ilegal Pantai Acong Suparno Habibi di Ruang Candra, Selasa (17/3). Menurut Jaksa Penuntut Umum, Perwira Tarigan eksepsi atau keberatan terdakwa dinilai terlalu sempit dan tidak pada tempatnya menafsirkan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

Sidang berjalan singkat. JPU menyerahkan tanggapan dari eksepsi Penasehat Hukum melalui tiga lembar kertas. JPU menyerahkannya kepada majelis hakim dan Penasehat Hukum terdakwa.

“Seluruh alasan keberatan tentang perkara terdakwa Suparno Habibi yang disampaikan Penasehat Hukum yang menyatakan surat dakwaan kami tidak dapat diterima adalah sama sekali tidak berdasar ataupun memiliki nilai yuridis, sehingga tidak dapat diterima dan seharusnya ditolak,” ujar Dia usai sidang.

“Karena alasan-alasan keberatan Penasehat Hukum tidak diterima, maka kami minta sidang perkara dilanjutkan,” tambah dia.

Majelis mengakhiri sidang.”Selasa 24 Maret 2020 sidang kembali dilanjutkan,” bilang Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi didampingi Aida Harahap dan David Simare-mare sembari mengetuk palu tiga kali.

Sebelumnya, 2 terdakwa masing-masing Wahyudi Barus dan Suparno Habibi dinilai bertanggung jawab atas aktivitas Galian C Ilegal Pantai Acong di Kelurahan Bakti Karya, Binjai Selatan. Keduanya dengan berkas terpisah sudah mendengar dakwaan dari JPU Perwira.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Perwira Tarigan, Wahyudi Barus didakwa Pasal 158 Undang-Undang RI No 04 tahun 2009 tentang pertambangan Minerba Jo 56 Ke 1 KUHP. Sementara Suparno, didakwa Pasal 158 Undang-Undang RI No 04 tahun 2009 tentang pertambangan Minerba. Dalam dakwaan JPU, Wahyudi disebut selaku menyediakan atau menyewa alat berat eskavator milik Suparno.

Terdakwa Wahyudi memerintahkan operator alat berat mengeruk tanah, pasir dan batu di lahan Hak Guna Usaha PTPN II. Kerukan tanah ini kemudian dijual untuk kepentingan pribadi.

Terdakwa Wahyudi melakukan penambangan secara ilegal di atas lahan negara seluas 660,17 hektar. Disebut ilegal lantaran Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provsu tidak pernah menerbitkan izin.

Akibat aktifitas ilegal ini, perusahaan plat merah di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara tersebut mengalami kerugian dengan nilai fantastis, sebesar Rp6,5 M lebih. (ted/btr)

Exit mobile version