SUMUTPOS.CO – Peluru tajam soal proyek Hambalang kembali mengarah ke mantan Menpora Andi Alvian Mallarangeng. Itu terjadi saat mantan Menpora sebelum Andi, Adhyaksa Dault menjadi saksi di sidang Tipikor untuk terdakwa Deddy Kusdinar. Menurutnya, yang paling bertanggung jawab soal mega proyek di bukit Hambalang, Bogor itu.
Tuduhan itu didasarkan pada membengkaknya anggaran proyek dari yang sebelumnya Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun. Dia meyakinkan majelis hakim kalau pada masa Andi Mallarangeng proyek itu bermasalahn
dengan dalih pada era kepemimpinannya tidak ada pembangungan fisik Hambalang.
“Tidak ada daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) murni yang keluar sampai saya selesai jadi menteri. Tidak ada pembangunan, hanya urusan sertifikat,” ujarnya. Dia ingat betul, anggaran Rp125 miliar belum diutak-atik hingga dirinya selesai menjabat. Adhyaksa kaget begitu tongkat kepemimpinan berpindah, anggaran membengkak.
Di samping itu, dia juga mengungkap kalau proyek itu harusnya single years. Kenapa menjadi multiyears, Adhyaksa mengaku tidak tahu. Sebab, semua terjadi setelah dia tidak lagi menjabat sebagai Menpora. Itulah kenapa, Adhyaksa mengaku kaget saat ramai pemberitaan soal anggaran Hambalang yang jadi Rp2,5 triliun.
“Zaman saya, minta naik anggaran Rp50 miliar saja susah,” kenangnya.
Pria 50 tahun itu makin curiga dengan proyek itu karena hasil kajian menyebut kalau tanah Hambalang tidak cocok untuk bangunan mewah. Itu menjadi salah satu pertimbangan saat dia mengalokasikan bangunan hanya untuk atlet junior.
Dia tidak yakin ada orang yang mau datang atau menonton pertandingan di tempat yang disebutnya mirip tempat jin buang anak itu. Seingatnya, tanah di sana hanya cocok untuk bangunan dua lantai karena kontur tanah yang rawan longsor. Malah, dia mengaku pernah mencoba menghentikan proyek itu karena terkendala sertifikat tanah.
Dia merasa pesimistis karena bolak balik datang ke BPN tetapi sertifikat tidak juga terbit. Anggaran juga sempat tersendat karena tidak bisa cair lantaran sertifikat bermasalah. Dia juga yakin ada yang menyuruh Deddy Kusdinar untuk melakukan tindak pidana.
Alasannya, saat menjadi bawahannya Deddy merupakan orang yang patuh. Nah, dia disebutnya mau melakukan apa yang disuruh atasannya. Itulah kenapa Deddy masuk ke daftar naik pangkat istimewa di era Presiden Gus Dur. “Dia tak mungkin bekerja tanpa ada yang menyuruh,” katanya. (dim/jpnn)