26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sidang Kasus Salah Beri Obat Apotek Istana I, 2 Terdakwa Keberatan Bertanggung Jawab

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Oktarina Sari dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan menjalani sidang keberatan atas surat dakwaan (eksepsi) di Ruang Cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (23/9). Dalam nota eksepsinya, penasihat hukum kedua terdakwa menyebut kliennya diminta untuk bertanggungjawab atas dugaan kesalahan pemberian obat oleh pemilik apotek yang menjadi keberatan bagi kedua terdakwa.

Palu Hakim-Ilustrasi

“Tanggal 13 Desember 2018, terdakwa Oktarina Sari belum bekerja di Apotek Istana 1. Sedangkan terdakwa Sukma Rizkyanti bukanlah orang yang melayani pembelian obat tersebut melainkan atas nama E,” ungkap Maswan Tambak, dihadapan hakim ketua Safril Batubara.

Malah kata pengacara LBH Medan ini, kliennya diminta untuk bertanggunjawab dikarenakan Oktarina dan Sukma memiliki surat tanda registrasi tenaga teknis ke farmasian (STRTTK).

“Sehingga pemilik apotek meminta kedua terdakwa bersedia menjadi karyawan yang bertanggungjawab atas peristiwa hukum dalam perkara a quo,” beber Maswan. Selain itu, surat dakwaan No Reg Perkara: PDM-1281/Eoh.2/07/2020 tertanggal 6 Agustus 2020, dikatakannya dibuat tidak cermat karena penerapan hukum tidak tepat.

“Karena tidak menerapkan ketentuan Pasal 196 junto pasal 98 ayat (2) dan (3) UU RI No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, atau Pasal 8 ayat 1 huruf a UU RI No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,” jelasnya. Atas dasar inilah, ia menyebut dakwaan penuntut umum tidak jelas tidak cermat dan tidak lengkap. “Memohon kepada majelis hakim, menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” pungkasnya. Usai pembacaan eksepsi, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda jawaban jaksa.

Usai persidangan, JPU Vernando mengaku belum bisa memberikan komentar atas eksepsi PH terdakwa. Namun, dalam penerapan Pasal 360 ayat (1 dan 2) menurutnya telah sesuai dengan perbuatan kedua terdakwa.

“Pasal itu kan bukan dari kami (jaksa) yang menentukan, tapi dari polisi. Silakan tanya ke polisi,” tandasnya.

Mengutip surat dakwaan, pada 6 November 2018, saksi korban Yusmaniar ditemani Freddy Harry pergi berobat ke klinik spesialis bunda. Setelah menerima resep, saksi korban ke apotik istana 1 di Jalan Iskandar Muda, Medan.

Pada 13 Desember 2018 kondisi saksi korban belum juga pulih sehingga menyuruh Freddy untuk membeli obat di Apotik Istana I dengan resep yang sama. Kemudian pada 16 Desember 2018, saksi korban mengalami sakit batuk dan pilek lalu pergi berobat ke rumah sakit umum Materna.

Di rumah sakit itu, kondisi saksi korban drop hingga harus masuk ICU. Pihak RSU Materna meminta keluarga untuk membawa obat-obatan yang di konsumsi oleh saksi korban yang didapat dari apotik istana 1.

Dari keterangan Dr Tengku Abraham, ada obat yang tidak sesuai dengan tulisannya yang diberikan pihak Apotek Istana, yaitu Amaryl M2. Sedangkan ia memberikan resep yang ditulis dengan jelas dan lengkap Methyl Prednisolon kepada saksi korban. Perbuatan kedua terdakwa diancam dengan Pasal 360 ayat (1) dan (2) KUHPidana. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Oktarina Sari dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan menjalani sidang keberatan atas surat dakwaan (eksepsi) di Ruang Cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (23/9). Dalam nota eksepsinya, penasihat hukum kedua terdakwa menyebut kliennya diminta untuk bertanggungjawab atas dugaan kesalahan pemberian obat oleh pemilik apotek yang menjadi keberatan bagi kedua terdakwa.

Palu Hakim-Ilustrasi

“Tanggal 13 Desember 2018, terdakwa Oktarina Sari belum bekerja di Apotek Istana 1. Sedangkan terdakwa Sukma Rizkyanti bukanlah orang yang melayani pembelian obat tersebut melainkan atas nama E,” ungkap Maswan Tambak, dihadapan hakim ketua Safril Batubara.

Malah kata pengacara LBH Medan ini, kliennya diminta untuk bertanggunjawab dikarenakan Oktarina dan Sukma memiliki surat tanda registrasi tenaga teknis ke farmasian (STRTTK).

“Sehingga pemilik apotek meminta kedua terdakwa bersedia menjadi karyawan yang bertanggungjawab atas peristiwa hukum dalam perkara a quo,” beber Maswan. Selain itu, surat dakwaan No Reg Perkara: PDM-1281/Eoh.2/07/2020 tertanggal 6 Agustus 2020, dikatakannya dibuat tidak cermat karena penerapan hukum tidak tepat.

“Karena tidak menerapkan ketentuan Pasal 196 junto pasal 98 ayat (2) dan (3) UU RI No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, atau Pasal 8 ayat 1 huruf a UU RI No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,” jelasnya. Atas dasar inilah, ia menyebut dakwaan penuntut umum tidak jelas tidak cermat dan tidak lengkap. “Memohon kepada majelis hakim, menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” pungkasnya. Usai pembacaan eksepsi, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda jawaban jaksa.

Usai persidangan, JPU Vernando mengaku belum bisa memberikan komentar atas eksepsi PH terdakwa. Namun, dalam penerapan Pasal 360 ayat (1 dan 2) menurutnya telah sesuai dengan perbuatan kedua terdakwa.

“Pasal itu kan bukan dari kami (jaksa) yang menentukan, tapi dari polisi. Silakan tanya ke polisi,” tandasnya.

Mengutip surat dakwaan, pada 6 November 2018, saksi korban Yusmaniar ditemani Freddy Harry pergi berobat ke klinik spesialis bunda. Setelah menerima resep, saksi korban ke apotik istana 1 di Jalan Iskandar Muda, Medan.

Pada 13 Desember 2018 kondisi saksi korban belum juga pulih sehingga menyuruh Freddy untuk membeli obat di Apotik Istana I dengan resep yang sama. Kemudian pada 16 Desember 2018, saksi korban mengalami sakit batuk dan pilek lalu pergi berobat ke rumah sakit umum Materna.

Di rumah sakit itu, kondisi saksi korban drop hingga harus masuk ICU. Pihak RSU Materna meminta keluarga untuk membawa obat-obatan yang di konsumsi oleh saksi korban yang didapat dari apotik istana 1.

Dari keterangan Dr Tengku Abraham, ada obat yang tidak sesuai dengan tulisannya yang diberikan pihak Apotek Istana, yaitu Amaryl M2. Sedangkan ia memberikan resep yang ditulis dengan jelas dan lengkap Methyl Prednisolon kepada saksi korban. Perbuatan kedua terdakwa diancam dengan Pasal 360 ayat (1) dan (2) KUHPidana. (man/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/