Site icon SumutPos

Saksi Ahli Minta Kerugian PTPN 2 Dihitung Ulang

Sidang penyelewengan aset negara berupa lahan milik PTPN II seluas 106 hektar di Desa Helvetia yang menjerat terdakwa Tamin Sukardi, kembali digelar di pengadilan tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (24/7) siang.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang penyelewengan aset negara berupa lahan milik PTPN II seluas 106 hektar di Desa Helvetia yang menjerat terdakwa Tamin Sukardi, kembali digelar di pengadilan tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (24/7) siang. Sidang kali ini berjalan dengan agenda mendengarkan keterangan empat saksi.

Diantaranya, 2 orang saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan 2 orang saksi fakta dari kuasa hukum terdakwa.

Kedua saksi ahli masing-masing, saksi ahli Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Ari Purnomo yang dapat hadir pada persidangan untuk menjelaskan pendapatnya sebagai ahli. Sedangkan satu saksi lainnya yakni, saksi ahli Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang tidak dapat dihadirkan pada persidangan. Sehingga harus dibacakan keterangannya yang telah tertuang didalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Saksi ahli BUMN, Ari Purnomo menyebutkan, tidak boleh ada pihak yang bisa menyebutkan bahwa dalam perkara tersebut, tidak didapatkan kerugian negara (PTPN 2). “Kita tidak bisa menyebutkan bahwa lahan PTPN 2 yang telah dibatalkan penghapusbukuannya, lalu dieksekusi kembali menjadi milik negara, menjadi acuan bahwa tidak ada kerugian PTPN 2 didalamnya. Semua harus diteliti dulu dari neraca perusahaan, dalam hal ini PTPN 2,” ungkap Ari Purnomo.

Sedangkan saksi ahli BPN, Iin Sodikin, yang tidak dapat hadir pada persidangan, dibacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nya oleh Jaksa Penuntut Salman SH MH dan rekan di depan majelis hakim yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo.

Dalam BAP nya, saksi ahli menyebutkan, tanah adat harus dibuktikan dengan girik dan lainnya. Sedangkan untuk tanah negara, maka harus dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat kepemilikan atau yang sejenisnya. Termasuk surat guna usaha bagi tanah yang berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU).

“Untuk tanah yang tidak diperpanjang HGU nya dikarenakan habis masa HGU nya ataupun karena ada sengketa dengan pihak lain, maka harus secara sukarela mengembalikannya kepada negara, yang dalam hal ini tanah adalah milik PTPN II. Maka harus dikembalikan kepada Kementerian BUMN,” ucap saksi ahli BPN.

Usai mendengarkan pendapat saksi ahli BUMN pada persidangan dan mendengarkan pembacaan BAP saksi BPN, persidangan pun dilanjutkan dengan keterangan dua saksi lainnya yang dihadirkan pihak kuasa hukum terdakwa. Keduanya adalah Ida dan Batara Lubis.

Saksi Batara Lubis mengatakan, bahwa dirinya pada tahun 2011 pernah beberapa kali datang ke rumah Tasman Aminoto.

“Saya beberapa kali datang ke rumah Tasman Aminoto. Di sana ramai, tapi saya tidak pernah melihat terdakwa di sana. Kami diajak untuk membentuk kelompok tani oleh Tasman dan saya mau. Tapi ketika Tasman meminta untuk saya menandatangani surat kuasa ahli waris, saya tidak mau. Karena memang orang tua saya bukan salah satu pemilik tanah itu,” ungkap Batara Lubis.

Pada sidang sebelumnya, saksi Abdurrahim, Edilianto, Tukiman dan Legimin yang tempo hari memberikan keterangan di pengadilan menyatakan bahwa nama pada surat ahli waris tersebut bukanlah ayah kandung mereka.

Bahkan mereka tidak memiliki tanah di objek perkara tersebut. Hanya mereka selain Edilianto menerima uang oleh seseorang bernama Tasman Aminoto.

Kasus tersebut bermula pada 2002. Saat itu terdakwa mengetahui, diantara tanah HGU milik PTPN II di Perkebunan Helvetia Kabupaten Deliserdang itu, ada tanah seluas 106 hektar yang dikeluarkan atau tidak diperpanjang HGU nya.

Kemudian, terdakwa pun ingin menguasai dan memiliki tanah tersebut. Berbekal 65 lembar SKTPPSL, terdakwa melancarkan aksinya dengan meminta bantuan Tasman Aminoto, Misran Sasmita dan Sudarsono.

Atas kasus ini, awalnya terdakwa Tamin Sukardi ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan. Namun beberapa waktu lalu, majelis hakim mengalihkan statusnya menjadi tahanan rumah.(adz/ala)

Exit mobile version