Site icon SumutPos

Polisi Pukuli dan Setrum Mahasiswa USU

Foto: Gibson/PM Risky Siregar menjelaskan kronologis penyetruman dirinya kepada Kaur Bin Ops Sabhara, Iptu E. Surbakti.
Foto: Gibson/PM
Risky Siregar menjelaskan kronologis penyetruman dirinya kepada Kaur Bin Ops Sabhara, Iptu E. Surbakti.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ditemani rekan-rekannya sesama mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU), Rizki Siregar (19) mendatangi markas Sabhara Polresta Medan, Jl. Putri Hijau, Selasa (25/3). Sore itu, Rizki berniat mencari polisi yang menyetrum, menyiksa, dan menuduhnya sebagai pemilik narkoba. “Kejadiannya Senin (24/3) malam bang. Kebetulan saya mau beli nasi goreng di dekat kos saya,” kata korban pada kru koran ini.

Diceritakan korban, saat melintas di persimpangan Jl. Djamin Ginting depan Rumah Sakit Siti Hajar, sepeda motor Yamaha Jupiter MX BK 4843 SAC yang dikendarainya tiba-tiba distop petugas Sabhara berinisial M Nababan. “Saya kan dari Jl. Iskandar Muda. Pas aku mau belok ke Jl. Djamin Ginting, sepeda motor saya distop,” katanya. Namun oknum polisi itu bukannya menanyakan surat-surat kendaraan korban. Tapi sebaliknya, usai mengambil kunci keretanya. Setelah itu, korban diajak ke sebuah warung kopi yang berada di pinggir jalan.

“Polisi itu langsung mengajakku ke warung tanpa menanyakan surat-surat kendaraan. Akupun mengikutinya, ternyata disana sudah ada menunggu dua orang polisi yang berpakaian jaket hitam juga. Aku lihat salah seorang polisi memakai jaket yang yang bertuliskan M Nababan,” bebernya. Detik berikutnya, korban malah disuruh masuk ke mobil patroli jenis Katana. Karena curiga, Rizki sempat melawan. “Ngapain di mobil. Kalau aku salah, tilang saja,” jawab Rizki kala itu.

Tak terima dengan ucapan korban, oknum polisi itu kemudian naik pitam. “Waktu saya jawab gitu, polisinya marah bang. Dipukulnya muka saya. Ada tiga kali saya dipukulinya,” ujar korban. Rizki kembali melawan. Namun, malam itu seorang petugas lain datang menghampiri korban. “Si M Nababan itu kan mukuli saya. Nggak lama datang kawannya. Itulah bang, dipitingnya. Saya teriak-teriak,” kata korban. Takut aksinya diketahui warga, kedua oknum polisi ini kemudian menyeret korban dan memasukkannya ke dalam mobil patroli.

“Di dalam mobil, saya kembali dipukuli lagi bang. Telinga dan leher saya disetrum. Ada beberapa kali saya disterum sampai kejang-kejang. Karena nggak tahan, saya teriak lagi. Pas teriak, dipijakkan leher saya sama polisi itu,” terang korban. Malam itu, teriakan korban sempat mengundang perhatian warga sekitar. Beberapa warga sempat mendatangi kedua oknum polisi dimaksud. “Pas datang warga, dituduh polisi itu saya nyimpan narkoba. Padahal udah saya bilang, tak ada nyimpan narkoba,” ujar korban.

Karena oknum Sabhara tersebut mengenakan seragam, warga kemudian takut dan memilih mundur. “Nggak lama warga pergi, saya dipukuli lagi. Uang saya diambil sama orang polisi itu,” katanya. Setelah puas menganiaya, pelaku lantas menyuruh korban mengeluarkan semua uang yang ada dikantongnya. “Uangku ada Rp90 ribu. Rp70 ribu diambil polisi, sisanya dikembalikan padaku untuk uang minyak,” kesalnya. Pelaku juga sempat membersihkan luka penganiayaan dan setruman di tubuh Rizki menggunakan alkohol yang dibeli dari salah satu warung.

Ironisnya lagi, setelah itu, pelaku mengeluarkan secarik kertas yang berisikan perjanjian agar korban tidak menuntut siapapun. “Mungkin mereka ini sudah sering melakukan perbuatan yang sama bang, karena kertas dan materai ada di mobil itu. Aku sempat menanyakan nama polisi itu, namun dia malah membentakku. Setelah itu, akupun dikeluarkan mereka dan disuruh pulang,” kenangnya sembari menunjukkan luka memar di wajahnya. Pasca kejadian itu, korban pun pulang ke kos-nya di Jl. Jamin Ginting Medan dan menceritakan penganiayaan tersebut pada teman-temannya.

“Malam itu juga, aku dan teman-temannku mendatangi Polsek Medan baru untuk mencari oknum polisi itu, namun kami dicueki oleh SPK. Setelah berdebat, kami pun diterima tapi disarankan untuk mengadu ke Polresta. Saya hanya minta dipertemukan dengan oknum polisi itu. Kalau mukanya aku kenal, tapi namanya tidak karena dia pakai jaket hitam. Namun, bapak itu (M Nababan) ada di warung kopi sewaktu aku berdebat dengan rekan-rekannya,” tandasnya.

Saat berada di ruang Waka Sat Sabhara, Kaur Bin Ops Sabhara, Iptu Enan S sempat memanggil anggotanya yang dicurigai mengetahui kejadian penganiayaan dimaksud. Tak lama berselang, Aipda M Nababan itu masuk ke ruang Waka Sat. “Saya waktu kejadian lepas piket pak. Saya nggak tau,” sangkal Nababan. “Saya sempat lihat bapak ini (Nababan) di warung kopi. Masak dia nggak tau siapa kawannya yang mukulin saya saya,” kata korban.

Mendengar penuturan korban, Nababan sempat naik pitam. “Kau tuduh saya yang mukuli kau. Aku aja lepas piket. Kalau kau tuduh saya, kau buktikanlah,” bentaknya. Karena terus berdebat, Iptu Enan S sempat mendinginkan situasi. “Dia (Rizki) bukan menuduhmu. Maksudnya, waktu kejadian kamu ada di lokasi,” kata Enan. “Bukan gitu komandan, saya lepas piket soalnya waktu kejadian,” jawab Nababan. Karena tak menemukan titik terang, Enan kemudian menyarankan korban untuk membuat laporan ke Propam Polresta.

“Saya sudah datang ke Polres. Tapi orang SPK nyuruh saya ke sini (Sabhara). Waktu saya ke Propam, orang Propam juga nyuruh saya ke Sabhara pak,” kata korban. Karena tak menemukan titik terang, Enan kemudian meminta korban untuk datang pada Rabu (26/3) pagi saat apel berlangsung. “Biar lebih enak, datang aja kamu besok (hari ini). Biar kita cari sama-sama,” ujar Enan. Mendengar permintaan itu, korban dan sejumlah rekannya berencana akan mendatangi kembali kantor Sabhara. “Ya udah pak, besok saya datang,” tukasnya. (gib/deo)

Exit mobile version