DAIRI, SUMUTPOS.CO- PT Dairi Prima Mineral (PT DPM) perusahaan pertambangan timbal dan seng berlokasi di Desa Longkotan, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi, memberi tanggapan atas dinamika penolakan dan gugatan sebagian warga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
External PT DPM, Syahrial Suandi didampingi Agum Syah dan penasehat hukum PT DPM, Prihandana dalam keterangan pers diterima wartawan, Senin (25/7/2023) menyampaikan, menyikapi penolakan dilakukan sekelompok warga.
PT DPM memberikan penjelasan terkait aktivitas dilakukan perusahaan. Syahrial menerangkan, PT
DPM dalam melakukan kegiatannya
senantiasa melibatkan masyarakat, sehingga
Perusahaan dapat memahami dinamika yang
berkembang.
PT DPM juga, sepenuhnya menghormati aspirasi
dan hak konstitusional sebagian warga yang
disampaikan melalui gugatan pada PTUN Jakarta terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) untuk membatalkan surat keputusan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tentang Persetujuan Lingkungan PT DPM (Izin
Lingkungan) yang terbit pada bulan Agustus 2022 lalu.
Terkait gugatan dimaksud, lanjut Syahrial, PT DPM menanggapi beberapa hal utama yang menjadi landasan sebagian warga mengajukan gugatan tersebut.
Pertama, berkembanganya opini bahwa bencana
banjir bandang terjadi tahun 2018 di Desa
Longkotan dan Desa Bongkaras, adalah akibat kegiatan operasional PT DPM.
PT DPM tidak pernah melakukan kegiatan perambahan yang menyebabkan terjadinya deforestasi di perbukitan Desa Bongkaras, yang diduga kuat sebagai penyebab utama banjir bandang di Desa Bongkaras dan Desa Longkotan, sebagaimana opini yang ditujukan kepada PT DPM.
“Hal itu dipertegas oleh saksi fakta yang hadir dalam
persidangan yang berasal dari warga Desa
Longkotan dan Desa Bongkaras, “sebut Syahrial.
Karena saat ini, PT DPM masih dalam tahap persiapan dan perencanaan konstruksi serta belum melakukan kegiatan pertambangan secara komersial.
Selanjutnya, gudang bahan peledak dianggap menimbulkan kerawanan karena berdekatan dengan permukiman dan perladangan masyarakat.
Lokasi gudang bahan peledak yang dimaksud bersifat sementara yang telah mendapatkan persetujuan dari Kepolisian Republik Indonesia.
“Sesuai dengan Izin Lingkungan, lokasi gudang handak
permanen akan dibangun di lokasi yang jauh dari permukiman dan perladangan masyarakat, “ungkapnya lagi.
Kekhawatiran pembangunan terowongan tambang bawah tanah dan penggunaan bahan peledak akan menimbulkan gempa.
Dapat dijelaskan, bahwa kegiatan pertambangan yang akan dilaksanakan PT DPM, termasuk pembangunan infrastruktur tambang selalu mengacu pada pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik dan
benar.
Dalam kesaksiannya pada proses persidangan, Prof Dr Danny Hilman Natawidjaja M.Sc, ahli kegempaan
Indonesia yang dihadirkan sebagai saksi ahli menyatakan, bahwa penggunaan bahan peledak atau aktivitas pengeboran dalam kegiatan pertambangan tidak akan memicu terjadinya gempa, sehingga kegiatan pertambangan PT DPM di Kabupaten Dairi
tetap aman.
Lanjut Syahrial, beredarnya kajian yang dibuat oleh 2
orang warga negara Amerika dengan pendapat, bahwa pembangunan Tailing Storage Facility (TSF) yang akan dibangun PT DPM berpotensi runtuh saat terjadi
gempa.
“Kami tegaskan, bahwa kajian tersebut tidak akurat karena tidak dilakukan pada rencana lokasi pembangunan TSF, ungkap Syahrial. PT DPM telah memiliki hasil kajian detail mengenai jarak aman antara TSF dengan sesar atau patahan terdekat. Kami tegaskan bahwa pembangunan TSF, akan menggunakan standar konstruksi terbaik yang disiapkan untuk menahan dampak potensi gempa bumi,” ungkapnya.
Pembangunan TSF hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin yang diterbitkan oleh Komisi Keamanan Bendungan sesuai keterangan disampaikan, Widy Pradipta, S.T. M.Eng yang turut hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan.
Sidang gugatan sebagian warga di PTUN Jakarta, telah
berlangsung sejak Maret 2023 dan telah diputus melalui persidangan elektronik pada, Senin (24/7/2023).
PT DPM menghargai dan menghormati putusan pada tingkat pertama yang belum berkekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, PT DPM akan menggunakan haknya untuk mengajukan upaya hukum sebagai pihak tergugat II. Intervensi yaitu upaya hukum banding pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.
“Perlu dipahami selama upaya hukum dilakukan,
kegiatan usaha PT DPM tetap berjalan sesuai
dengan perizinan dan peraturan perundangundangan yang berlaku,” tegas Syahrial.(rud/ram)