Site icon SumutPos

Divonis 7 Tahun Penjara, Pemberhentian Remigo Tunggu Inkrah

SIDANG: Bupati nonaktif Pakpak Bharat Remigo Yolanda Berutu mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (25/7).
sutan siregar/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan memproses pemberhentian Remigo Berutu selaku Bupati Pakpak Bharat, jika sudah mendapat salinan putusan kekuatan hukum tetap (inkrah) dari pengadilan.

“Semasa diproses hukum, dia diberhentikan sementara dari jabatannya. Nanti setelah putusannya inkrah, dia diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap oleh gubernur tanpa melalui DPRD,” kata Kepala Biro Otonomi Daerah (Otda) dan Kerja Sama Setdaprovsu, Basarin Yunus Tanjung menjawab Sumut Pos, Jumat (26/7).

Pemprovsu masih akan menunggu apakah ada permohonan banding dari Remigo setelah putusan vonis kurungan penjara tujuh tahun yang diterimanya, Kamis (26/7). “Kalau nanti tidak bandingn

kami minta salinannya ke pengadilan, baru kita usulkan untuk pemberhentiannya. Itu dulu tahap awalnya,” katanya.

Mengenai usulan pengganti kepala daerah di Pakpak Bharat, pihaknya akan melihat situasi yang berkembang. Juga menunggu apakah dalam waktu dekat ada usulan dari DPRD setempat.

“Kalau dalam waktu dekat DPRD Pakpak mengusulkan wakil, maka wakilnya menjadi penggantinya. Namun kalau tidak ada (pengusulan) sampai batas waktu yang ditentukan, artinya kosong dua-dua, maka penjabat (Pj) bupati yang sekarang masih melanjutkan tugasnya. Itupun sampai nanti batas yang ditentukan,” katanya.

Untuk diketahui, kepala daerah yang tersangkut hukum belum bisa diberhentikan selama putusan itu belum berkekuatan hukum tetap. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).

Pasal 83 ayat 3 UU 23/2014 menyebutkan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Ayat 1 yang dimaksud berbunyi: kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota. Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD. Pemberhentian ini dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Namun, apabila ternyata setelah melalui proses peradilan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara itu terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, maka paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan, Presiden mengaktifkan kembali gubernur dan/atau wakil gubernur yang bersangkutan, dan Menteri mengaktifkan kembali bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota yang bersangkutan. (prn)

Exit mobile version