Site icon SumutPos

Kasus Pemalsuan Surat Tanah, Saksi Lo Ah Hong Beri Keterangan Berubah-ubah

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus pemalsuan surat tamah dengan terdakwa Apriliani/Apriliana kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan menghadirkan saksi bernama Lo Ah Hong untuk didengarkan keterangannya di persidangan.

Saat memberikan kesaksian, Lo Ah Hong tampak gugup. Bahkan keterangan Lo Ah Hong berubah-ubah.

Saat majelis hakim yang diketuai Tengku Oyong bertanya apakah dia tahu terdakwa bukanlah anak tunggal seperti yang diklaimnya, Lo Ah Hong mengatakan tahu karena dia punya saudara kandung bernama Pendi.

“Setahu saya dia punya saudara bernama Pendi,” ucap Lo Ah Hong.

Ditanya majelis hakim lagi apa hubungan antara dirinya dengan terdakwa, Lo Ah Hong menjawab terdakwa adalah keponakannya tapi bukan kandung melainkan keponakan tiri.

“Jadi gini yang mulia, kakek terdakwa menikah dua kali. Terdakwa merupakan cucu dari istri kakeknya yang pertama. Kalau saya anak dari istri kedua kakeknya,” jelas Lo Ah Hong.

Namun, selang 10 menit kemudian saat giliran jaksa yang bertanya tiba-tiba keterangan Lo Ah Hong berubah. Awalnya jaksa bertanya berapa harga tanah yang dibeli Lo Ah Hong dari terdakwa.

“Tanah itu saya beli seharga Rp8,5 miliar lebih dari Apriliani. Tanahnya terletak di Jln Pancing II Lk. II Kel Besar/Kampung Besar, Kec Medan Labuhan seluas 14.910 m2,” jelas Lo Ah Hong.

Namun ketika jaksa menanyakan soal akad jual beli yang hanya mencantumkan nama terdakwa padahal ia bukan anak tunggal karena masih punya saudara sekandung bernama Pendi, Lo Ah Hong sempat melirik penasehat hukum terdakwa, dan kemudian menjawab tak tahu.

“Saya mau membeli tanah tersebut karena terdakwa memiliki surat Grant dari Belanda,” katanya.

Namun Lo Ah Hong, langsung terdiam ketika ditanya saat membeli apakah dia tidak mengecek ke kelurahan maupun ke BPN Medan pada 2014 lalu.

“Jadi saudara saksi tak pernah menanyakan hal tersebut ke kelurahan. Dan selain itu apakah saudara saksi tahu bahwa tanah tersebut telah dijual pada tahun 1973,” tanya jaksa.

Dengan suara pelan dan gugup kemudian Lo Ah Hong menjawab tidak tahu. “Tidak tahu,” jawab Lo Ah Hong.

Sebelum menutup persidangan, majelis hakim memerintahkan pihak pengacara terdakwa menghadirkan saudara kandung terdakwa Pendi dan ayahnya sekaitan permasalahan akta otentik terkait kepemilikan lahan tersebut yang diklaim terdakwa sebagai ahli waris tunggal.

Sementara itu kuasa hukum saksi korban Anto dan Lina, Akhyar Sagala, SH menjelaskan ketidakhadirannya pada sidang pekan lalu.

Ditemui di PN Medan, Selasa (26/11) siang, Akhyar mengatakan dirinya tidak hadir karena punya kesibukan lain. Dirinya mengaku siap kapan saja jika diminta untuk memberikan keterangan dipersidangan.

“Masalahnya, Jaksa itu belum pernah memanggil secara patut. Yang ada hanya orang lain mengirim pesan lewat Whatsapp (WA),” kata Ahyar.

Namun, kuasa hukum saksi korban ini menegaskan, meminta Jaksa untuk bertindak profesional dan objektif dalam menangani perkara ini.

Dalam dakwaan JPU Randi Tambunan menyebutkan, kasus ini bemula saat Ng Giok Lan (ibu kandung terdakwa Apriliani) mempunyai warisan tanah yang terletak di Jalan Pancing II Lk II Kelurahan Besar d/h Kampung Besar, Kecamatan Medan Labuhan seluas 14.910 M2.

Terdakwa Apriliani menjual tanah tersebut dasar Surat Keterangan Hak Warisan Ahli Waris Kelas Satu Nomor: 12/NI/N-SKHW/III/2014 tanggal 17 Maret 2014 bertalian dengan Surat Keterangan No 470/971/RP-II/2014 tanggal 19 Februari 2014.

Akibat perbuatan terdakwa, kedua korban merasa keberatan dan melaporkannya ke Polda Sumut. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 385 ke-1 KUHP subsider Pasal 263 ayat (1) KUHP. (man)

Exit mobile version