29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Sidang Lanjutan Korupsi Skandal Pembelian MTN: Audit Akuntan Publik Berwenang yang Bisa Jadi Alat Bukti

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perhitungan kerugian keuangan negara hanya dapat dilakulan oleh auditor yang berwenang. Jika tidak, hasil audit tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah.

SAKSI AHLI: Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, Atja Sandjaya, saat menjadi saksi ahli di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Senin (26/10).
SAKSI AHLI: Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, Atja Sandjaya, saat menjadi saksi ahli di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Senin (26/10).

Hal ini disampaikan mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Atja Sandjaya saat dihadirkan sebagai saksi ahli bersama ahli akuntan perbankan, Chair Loebis dalam sidang lanjutan skandal korupsi pembelian surat berharga berupa Medium Term Notes (MTN) di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Senin (26/10).

“Bila hasil audit investigasi dilakukan kantor akuntan publik dijadikan dasar menentukan kerugian keuangan negara, ternyata diperoleh secara melawan hukum atau tidak sesuai ketentuan, kemudian dijadikan alat bukti, tidak bisa digunakan sebagai alat bukti yang sah. Jangan-jangan auditnya palsu. Kalau itu sempat palsu, bisa bahaya,” tegas Atja.

Menurutnya, mengacu asas legalitas sebagaimana disebut dalam Pasal 1 ayat (1) KUHAPidana, suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. “Bila Kepdir (keputusan direksi) tersebut tidak ada disebutkan sanksi pidana, jelas perbuatan yang bersangkutan (terdakwa Maulana Akhyar, red) bukan tindak pidana,” ujarnya lagi.

Menjawab pertanyaan hakim anggota, Felix Da Lopez mengenai divisi (treasury) yang dipimpin terdakwa, tidak memperhatikan ketentuan internal (Kepdir PT Bank Sumut 531/2004), apakah perbuatan itu dikategorikan merugikan keuangan negara (korupsi), menurut ahli penyidikan kasusnya harus terang benderang.

Atja menyatakan, harus ada perhitungan akuntan publik, law opinion secara obyektif. “Bila seseorang tidak punya kewenangan selidiki isi data keuangan uang diperbuat perusahaan lain dalam hal ini penjual MTN, bukanlah tindak pidana,” jawabnya.

Sementara itu, ahli akuntan dan perbankan Chair Loebis, memberikan pendapat sulit diterima akal sehat bila pertanggunjawaban hukum hanya dilimpahkan sepenuhnya kepada Maulana Akhyar selaku Pimpinan Divisi Treasury PT Bank Sumut.

Menurutnya, di satu sisi, terdakwa Maulana memiliki tanggung jawab untuk mencari keuntungan termasuk di pasar modal. Apalagi posisi terdakwa juga di tingkat menengah. (rel/ade/azw)

Pembelian MTN milik PT SNP Finance tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan unsur direksi Bank Sumut. “Kalau pun ada indikasi kesalahan, unsur direksi sebagai pimpinan juga harus dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.

Selesai sidang, anggota tim PH terdakwa Andri Irvandi menguraikan, mengutip pendapat ahli Atja Sandjaya, dakwaan JPU pidana turut serta juga terbantahkan di persidangan ini. Sebab, harus ada unsur kesengajaan berbentuk kemauan dan pengetahuan. Meskipun ada kemauan tapi bila tidak memiliki pengetahuan apa yang dia perbuat suatu tindak pidana, maka tidak bisa dihukum atau dimintai pertanggungjawaban pidana. Begitu pula sebaliknya. (rel/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perhitungan kerugian keuangan negara hanya dapat dilakulan oleh auditor yang berwenang. Jika tidak, hasil audit tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah.

SAKSI AHLI: Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, Atja Sandjaya, saat menjadi saksi ahli di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Senin (26/10).
SAKSI AHLI: Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, Atja Sandjaya, saat menjadi saksi ahli di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Senin (26/10).

Hal ini disampaikan mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Atja Sandjaya saat dihadirkan sebagai saksi ahli bersama ahli akuntan perbankan, Chair Loebis dalam sidang lanjutan skandal korupsi pembelian surat berharga berupa Medium Term Notes (MTN) di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Senin (26/10).

“Bila hasil audit investigasi dilakukan kantor akuntan publik dijadikan dasar menentukan kerugian keuangan negara, ternyata diperoleh secara melawan hukum atau tidak sesuai ketentuan, kemudian dijadikan alat bukti, tidak bisa digunakan sebagai alat bukti yang sah. Jangan-jangan auditnya palsu. Kalau itu sempat palsu, bisa bahaya,” tegas Atja.

Menurutnya, mengacu asas legalitas sebagaimana disebut dalam Pasal 1 ayat (1) KUHAPidana, suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. “Bila Kepdir (keputusan direksi) tersebut tidak ada disebutkan sanksi pidana, jelas perbuatan yang bersangkutan (terdakwa Maulana Akhyar, red) bukan tindak pidana,” ujarnya lagi.

Menjawab pertanyaan hakim anggota, Felix Da Lopez mengenai divisi (treasury) yang dipimpin terdakwa, tidak memperhatikan ketentuan internal (Kepdir PT Bank Sumut 531/2004), apakah perbuatan itu dikategorikan merugikan keuangan negara (korupsi), menurut ahli penyidikan kasusnya harus terang benderang.

Atja menyatakan, harus ada perhitungan akuntan publik, law opinion secara obyektif. “Bila seseorang tidak punya kewenangan selidiki isi data keuangan uang diperbuat perusahaan lain dalam hal ini penjual MTN, bukanlah tindak pidana,” jawabnya.

Sementara itu, ahli akuntan dan perbankan Chair Loebis, memberikan pendapat sulit diterima akal sehat bila pertanggunjawaban hukum hanya dilimpahkan sepenuhnya kepada Maulana Akhyar selaku Pimpinan Divisi Treasury PT Bank Sumut.

Menurutnya, di satu sisi, terdakwa Maulana memiliki tanggung jawab untuk mencari keuntungan termasuk di pasar modal. Apalagi posisi terdakwa juga di tingkat menengah. (rel/ade/azw)

Pembelian MTN milik PT SNP Finance tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan unsur direksi Bank Sumut. “Kalau pun ada indikasi kesalahan, unsur direksi sebagai pimpinan juga harus dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.

Selesai sidang, anggota tim PH terdakwa Andri Irvandi menguraikan, mengutip pendapat ahli Atja Sandjaya, dakwaan JPU pidana turut serta juga terbantahkan di persidangan ini. Sebab, harus ada unsur kesengajaan berbentuk kemauan dan pengetahuan. Meskipun ada kemauan tapi bila tidak memiliki pengetahuan apa yang dia perbuat suatu tindak pidana, maka tidak bisa dihukum atau dimintai pertanggungjawaban pidana. Begitu pula sebaliknya. (rel/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/