Site icon SumutPos

Pemalsuan Dikordinir Tasman Aminoto

Foto: Parlindungan/Sumut Pos
Tamin Sukardi bersama kuasa hukumnya menghadiri sidang penjualan lahan aset PTPN 2 di PN Medan, Kamis (28/6).

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Surat ahli waris lahan eks HGU PTPN 2 di Desa Helvetia, Labuhan Deli, Deliserdang jelas dipalsukan. Itu terkuak dalam sidang lanjutan dugaan penjualan aset negara oleh pengusaha Tamin Sukardi alias Tan Tien Su.

Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (28/6).

Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejagung, Salman SH menghadirkan 6 orang saksi yang namanya tercatat di surat ahli waris. Mereka juga yang mengajukan gugatan ke PN Lubukpakam, agar seolah-olah tanah milik PTPN II milik mereka.

Keenamnya masing-masing, Mila, Elisa, Muhammad Yamin, Abdul Rohim, Lahmudin dan Abror. Dalam keterangannya, para saksi mengaku bukan sebagai ahli waris dari tanah seluas 106 hektare tersebut.

“Kami dikordinir almarhum Tasman Aminoto untuk mengaku sebagai ahli waris,” ujar keenamnya bergantian.

Keenamnya mengaku bersedia melakukan itu karena diiming-imingi 2 hektare tanah per orang. Selain itu, masing-masing saksi mengakui diberi uang oleh Tasman Aminoto, Sudarsono dan Misran secara berangsur. Totalnya mencapai Rp7 juta hingga Rp12 juta.

Selain itu, surat kuasa untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, diakui para saksi juga tidak pernah mereka buat. Mereka hanya menandatangani surat yang disodorkan almarhum Tasman Aminoto.

Namun, ketika melakukan gugatan ke PN Lubukpakam, mereka hadir. Karena mendapat uang transport Rp100 ribu sampai Rp200 ribu perorang.

JPU kemudian menanyakan soal Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang (SKTPPSL) Tahun 1954. Para saksi itu mengaku tidak memilikinya.

Bahkan, mereka mengaku tidak tahu apa SKTPPSL Tahun 1954 karena tidak pernah melihatnya.

Para saksi mengaku hanya datang ke kantor notaris di Helvetia lalu disodorkan surat untuk ditandatangani. Surat tersebut tidak sempat dibaca karena saat itu ramai dan disuruh cepat-cepat.

JPU kemudian membacakan keterangan saksi Abdul Rohim saat penyidikan dan mempertanyakan kebenarannya.

“Awal mulanya saya diajak langsung oleh Pak Tasman dan dijanjikan tanah garapan eks HGU PTPN IX sekarang PTPN II luasnya 2 hektare,” kata Abdul Rohim saat dimintai keterangan oleh jaksa, beberapa waktu lalu.

Kemudian berproses, Abdul Rohim dan saksi lain diminta fotocopy KTP dan didaftarkan dalam kelompok tani. Selanjutnya, berjalan hingga tahun 2012, Abdul Rohim bersama saksi lainnya dikumpulkan lagi.

“Tapi tidak lagi berjumlah 65 orang karena sudah ada yang sakit, tua dan ada yang tidak mau,” ujar Abdul Rohim.

Menurut Abdul Rohim, saat itu mereka dikumpulkan untuk mendengarkan arahan dari kordinator, Misran. Misran mengatakan, perjuangan tinggal sedikit lagi untuk mendapatkan tanah garapan.

“Waktu itu memang sudah berjalan proses persidangan. Pada waktu dikumpulkan, ada pengacara Pak Tasman yang bernama Sukardi. Dia (Sukardi) ditugaskan oleh Pak Tasman untuk mengawal kami selama proses hukum,” tutur Abdul Rohim.

Awal mulanya dalam proses itu, Abdul Rohim mengaku diberikan uang oleh Tasman Aminoto melalui Misran. Nominalnya antara Rp100 ribu hingga Rp300 ribu.

“Kemudian pada tahun 2012 ketika Sukardi di rumah Pak Misran menyampaikan perjuangan sudah hampir selesai, maka saya dan beberapa teman-teman menerima pemberian uang dengan jumlah berbeda-beda sebagai uang konpensasi ahli waris tanah garapan eks HGU PTPN IX,” tutur Abdul Rohim.

Khusus Abdul Rohim, saat itu menerima uang sebesar Rp12 juta dari pengacara di rumah Misran. Setelah pemberian uang tersebut, antara Abdul Rohim, Tasman Aminoto dan Misran tidak pernah lagi bertemu.

“Belakangan kami baru tahu bahwa hal itu bermasalah,” Abdul Rohim saat penyidikan.

Mendengar hal itu, saksi Abdul Rohim membenarkan keterangannya yang dibacakan JPU itu.

Oleh JPU lain, Abdul Rohim diminta membaca keterangannya yang berbeda saat dilakukan penyidikan.

“Saya mengetahui nama Tamin Sukardi dari pembicaraan sesama ahli waris berjumlah 65 orang, bahwa Pak Tamin Sukardi adalah orang yang merencanakan dan mengatur keberadaan kami 65 orang sebagai ahli waris tanah garapan eks PTP,” katanya.

Namun tiba-tiba, Abdul Rohim membantah keterangannya itu. JPU kemudian bertanya apakah BAP itu dibaca Abdul Rohim sebelumnya?

“Saya hanya membaca sekilas lalu memaraf dan menandatanganinya pak,” kelit Abdul Rohim.

Selain pengacara bernama Sukardi, ada pengacara lain yang tahu kasus ini. Ia adalah Fahrudin, yang ikut membela Tamin Sukardi saat ini.

Bukan hanya tahu, Fahrudin juga ikut dalam proses pembuatan surat kuasa ahli waris kepada Tasman Aminoto.

“Ya, pengacara namanya Fahrudin ada ikut,” ungkap saksi Lahmudin dan Abror.

Seperti diketahui, JPU Tipikor pada Kejaksaan Agung mendakwa Tamin Sukardi. Ia diduga menyelewengkan aset negara berupa tanah dengan nilai sekitar Rp132 miliar.

Dia diduga telah menjual lahan seluas 74 hektare di Pasar IV Desa Helvitia, Labuhan Deli, Deliserdang. Padahal areal itu masih tercatat sebagai aset PTPN 2.(ain/ala/ala)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version