Site icon SumutPos

Pembunuh Toke Bakmi Dua Kali Suap Polisi

Foto: PM Antonius Maduwu (tengah pakai baju tahanan), tersangka  pelaku pembunuhan toke bakmi di Sibiri-biru Deliserdang.
Foto: PM
Antonius Maduwu (tengah pakai baju tahanan), tersangka pelaku pembunuhan toke bakmi di Sibiri-biru Deliserdang.

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Usai membunuh tokenya, Antonius Maduhu (21) kabur menuju Kabupaten Kampar, Riau. Dalam pelariannya itu, ia dua kali menyuap polisi. Pertama di Rantauprapat dan kedua di Dumai.

Dibeber pemuda asal Nias Selatan itu, dia baru 4 hari kerja di warung bakmi milik Takiran Sarumaha di Jalan Delitua-Tiga Juhar, Desa Ajibaho, Kec. Birubiru.

Ini dungkapnya Minggu (29/3) sore di Polres Deliserdang. Perlahan, dia mengulang kronologi kenekatannya menghabisi nyawa tokenya yang menetap di Jalan Menteng VII Gg. Horas Ujung, Kec. Medan Denai itu.

Pada Kamis (26/3) pagi, korban sedang duduk di kursi di dalam warung. Tanpa sebab, korban marah-marah. Dia mengatakan Antonius bekerja tidak beres sambil mengucapkan kata-kata kotor.

Mendengar makian kotor dari majikannya itu, Antonius langsung emosi.

Tanpa sepengetahuan Takiran, Antonius mengambil batu dari depan warung. Dari arah belakang, dia melemparkannya ke kepala korban. Seketika Takiran sempoyongan. Tak mau aksinya dilihat orang lain, Antonius menarik tokenya itu ke depan kamar mandi, tak jauh dari dapur.

Takiran sendiri terlihat masih bernafas kala itu, meski sudah bersimbah darah. Bak kesetanan, Antonius melanjutkan aksinya. Dia mengambil parang serta membacok leher kiri korban. Lagi, Antonius belum puas. Dia mengambil pisau dari atas meja dan menusuk perut Takiran tiga kali.

Namun Takiran belum menyerah. Dia sempat teriak. Namun Antonius kembali menghantamkan batu bata yang diambilnya dari depan kamar mandi, ke kepala Takiran. Seketika Takiran terlihat tak bersuara dan bergerak lagi. Setelah memastikan korbannya tewas, Antonius menarik tubuh Takiran ke belakang warung.

Dia mengambil dompet serta sepedamotor Yamaha Vixion warna merah-hitam BK 4327 ACS milik korban. Lalu, dia menutup warung dan kabur. Malamnya, dia masih berada di Medan. Sekira pukul 22.00 dia baru melarikan diri ke Kampar.

Diakuinya, selama perjalanan menuju Desa Simaliyang, Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, Riau, dia selalu takut tiap melintasi pos polisi atau kantor polisi. “Aku takut jika aksi ku itu sudah diketahui polisi sehingga selama perjalanan aku begitu takut melewati kantor polisi,” jelasnya.

Sialnya, dia malah 2 kali kena razia di perjalanan. Meski gugup, dia berusaha tak gegebah. Saat surat kendaraan diperiksa, Antonius hanya bisa menunjukkan STNK saja. SIM dia tak punya. Nah, untuk memuluskan pelariannya, dia menyuap polisi.

Polisi yang merazia diajak damai. Seperti saat kena razia di kawasan Rantauprapat. Setelah terjadi tawar menawar harga, pelaku pun memberikan uang sebesar Rp 150 ribu kepada oknum polisi yang menghentikannya.

Lolos dari razia pertama, Antonius terus melanjutkan perjalanannya menuju Riau. Namun dia ketiban sial lagi. Saat berada di daerah Dumai, dia kembali dihentikan polisi. Diminta untuk menunjukkan surat kendaraan beserta SIM. Tak mau berlama-lama, pelaku mengajak onum polisi itu untuk berdamai.

Namun kali kedua itu pelaku harus mengeluarkan uang damai lebih besar, Rp 350 ribu. “Semua uang damai itu uang dari dompet (Takiran) yang kubawa lari. Uangnya di dompet itu ada Rp 1 juta lebih,” terang Antonius.

Setelah lolos dari razia kedua itu, pelaku langsung melanjutkan perjalanan dan pada Jumat (27/3) sekira pukul 15.00 tiba di perkebunan sawit milik Salmah. Namun persembunyiannya terendus polisi. Tim Khusus (Timsus) Polres Deli Serdang dipimpin Katimsus Iptu Suhardiman bersama Polsek Birubiru langsung bergerak ke Kampar.

Polisi sebelumnya mendapat kabar jika sebelum bekerja di warung milik korban, pelaku yang hanya mengecap pendidikan hingga kelas II SMP itu pernah bekerja selama setahun di kebun milik Salmah itu.

Upaya polisi untuk menangkap pelaku membuahkan hasil. Sabtu (28/3) sekira pukul 06.00 Wib, pelaku tak berkutik ketika sejumlah personil Polres Deli Serdang menyergapnya saat berada di kebun. “Aku sakit hati karena dimaki-maki. Beberapa jam sebelum kubunuh, aku sudah merencanakannya. Aku sekampung dengan korban dan masih ada sedikit hubungan keluarga. Gajiku sehari sebesar Rp 30 ribu,” ungkapnya.

Sementara itu, Fanononi Maduhu (25), abang korban, kepada kru koran ini mengaku tahu adiknya pelaku pembunuhan setelah ditelepon Polsek Birubiru. Fanononi mengaku sempat sekira tiga bulan bekerja di warung korban. Fanononi pun dipecat korban lantaran selalu direpetin jika bekerja tidak bagus meskipun sudah bekerja dengan baik.            Terpisah Kasat reskrim Polres Deli Serdang AKP Arfin Fachreza SIk SH dalam paparannya kepada wartawan menyebutkan, tersangka Antonius dijerat pasal 340 jo 338 jo 351 ayat (3) dengan ancaman hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Diberitakan sebelumnya, kecemasan Evi Bulele Sarumaha (32) terbukti. Suaminya, Takiran Solumaha (36) yang tak pulang semalaman, ditemukan tewas bersimbah darah di dapur warung bakmi di Jalan Besar Delitua, Jumat (27/3) sekira pukul 08.30 WIB.

Padahal, saban sore, sebelum pulang ke Jalan Menteng VII Gg. Horas Ujung, Kec. Medan Denai, Takiran selalu menghubungi Evi. “Saya kuatir dengan suami. Biasa, sebelum pulang ke Menteng, dia selalu menelpon. Tapi kemarin (26/3), sampe malam, dia nggak ada menghubungi saya. Saya sempat resah, dan bertanya-tanya kenapa suami saya tidak ada menelpon,” kata Evi, sembari terisak saat ditemui di RSUP H Adam Malik Medan.

Ya, di sana, dia terlihat sendirian menunggui jasad Takiran yang tewas dengan 3 tikaman di rusuk kanannya. Tangis kerap terdengar dari Evi tiap kali terkenang suaminya itu. Curiga dan cemas, Evi coba menghubungi Takiran. Namun berulangkali ditelepon, ponselnya tak aktif.

Meski begitu, Evi tak menyusul ke warung yang dikontrak suaminya sejak 3 bulan silam tersebut. Dia menunggu di rumah. Esok paginya, Takiran juga belum pulang. Evi makin kuatir. Dia lalu menyuruh ketiga saudara laki-lakinya, yakni Antonius Sarumaha (31), Rofinus Sarumaha (28), Insafan Sarumaha (36) mendatangi warung.

Tiba di sana, ketiga adik ipar Takiran itu, sempat tak curiga melihat warung. Tergembok dari luar dan lampu masih menyala. Tapi mereka heran, karena biasanya pukul 08.00, warung sudah buka. Lagian, ipar mereka itu (Takiran) belum pulang semalaman. Ketiganya lalu sepakat membongkar gembok di pintu besi warung. Itupun setelah berulangkali dipanggil, tak ada sahutan dari dalam warung.

Usai merusak gembok, ketiganya masuk ke dalam warung yang berukuran sekitar 4×7 meter itu. Betapa kagetnya mereka setibanya di dapur. Mereka melihat suami kakak mereka, terkapar bersimbah darah dan sudah tak bernyawa. Temuan itu langsung dikabari ke Evi lewat telepon.

“Saya terus memikirkan suamiku, dan berprasangka ada apa, kok nggak nelpon. Jadi besok harinya aku menyuruh ketiga adikku itu mendatangi warung. Lalu, salah satu adikku menelpon, katanya suamiku sudah meninggal dibunuh orang,” lanjut Evi. “Dengar kata adikku, saya sempat lemas, tapi aku menyuruh mereka bertiga agar memberitahukan ke warga sekitar,” tambah Evi sambil menangis.

Dalam hitungan menit, warga berkerumun di kontrakan milik Lapang Ginting itu. Selanjutnya peristiwa itu dilaporkan ke pihak Polsek Birubiru dan dilakukan olah TKP di warung yang berada tepat di Dusun II Desa Ajibaho, Jalan Besar-Delitua-Tiga Juhar, Kecamatan Birubiru, Deliserdang tersebut.(man/trg)

Exit mobile version