Dinda Hauw
Jam terbang Dinda Hauw sebagai aktris memang belum tinggi. Dara 15 tahun itu baru bermain empat film. Yakni, Surat Kecil untuk Tuhan, Ayah Mengapa Aku Berbeda, Semesta Mendukung, dan Seandainya. Meski demikian, dia punya bekal kuat untuk menjadi pemain film hebat.
Ditemui di sebuah taman di kantor salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta Barat pada Kamis lalu (23/2), pemilik nama lengkap Nyimas Nasthiti Adinda tersebut berdandan kasual yang segar. Kulit putihnya kontras dengan kaus merah dan rok hijau yang dikenakan.
Sesekali, rambut pendeknya disisir dengan jari-jarinya. Rambut Dinda dulu panjang sepinggang. Tetapi, demi film Surat Kecil untuk Tuhan (SKUT), dia memangkasn habis rambutnya. “(Film) itu syuting Desember 2010 dan sekarang sudah Februari 2012. Tetapi, rambutku masih pendek segini,” ujarnya, lalu tersenyum.
Berkat memerankan tokoh Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke di film yang diangkat dari novel kisah nyata dengan judul sama itu, Dinda masuk nominasi Pemeran Utama Perempuan Terbaik Festival Film Indonesia 2011. Keke diceritakan menderita penyakit rhabdomyosarcoma (kanker jaringan lunak). Rambutnya rontok sampai botak. Kulitnya mengering. Dia akhirnya meninggal.
Di film Ayah Mengapa Aku Berbeda, Dinda berperan sebagai anak tunarungu. Di film Seandainya dia diceritakan menderita leukemia. “Hahaha, perannya penyakitan semua,” katanya.
Bungsu di antara empat bersaudara pasangan K.M.S. Herman dan Hulwati Husna itu tidak tahu mengapa sering mendapat peran orang sakit. Yang penting, dia merasa enjoy saat menjalaninya. “Aku kan masih muda, masih belajar. Kalau ada kesempatan berkarya, kenapa tidak? Jadi, jalani aja dulu seperti air mengalir,” tuturnya.
Dinda tidak mau terjebak. Kalau punya pilihan, di film mendatang dia ingin mendapat karakter yang berbeda. Dia takut penonton bosan jika dirinya jadi orang sakit lagi. “Yah, Dinda main film penyakitan mulu, nih. Nanti ceritanya mati atau jadi cacat. Aku nggak mau orang berpikir seperti itu. Aku sih mau banget nyoba semua karakter,” terangnya.
Memang, saat berakting sebagai orang sakit atau tunarungu, Dinda begitu apik memerankannya. Apalagi saat menjadi Keke. Perempuan yang belajar akting secara otodidak itu merasa bahwa seolah bukan dirinya sendiri yang berada di depan kamera. “Begitu kamera rolling, aku bukan Dinda lagi,” tuturnya.
Film SKUT juga begitu membekas di hatinya. Sebab, Dinda mengorbankan banyak hal dan harus melalui proses tes yang panjang. Selain itu, emosinya terjalin di sana. “Aku dipilih sendiri oleh bapak (almarhumah) Keke. Setelah masuk dua besar, aku bertemu keluarga Keke. Aku yang dipilih,” terangnya. Di syuting hari terakhir dia bertemu dengan ibu Keke. “Waktu pamitan, kami berpelukan erat sekali. Setelah itu, aku nangis,” ungkapnya.
Sebelum bermain SKUT, perempuan kelahiran Palembang, 14 November 1996, tersebut beberapa kali terlibat sinetron dan iklan. Tetapi, baru di film itulah namanya melambung dan diperhitungkan sebagai raising star. Banyak tawaran film layar lebar berdatangan.
“Alhamdulillah, sekarang aku sedang memilih main film. Karena pilihan itu, aku harus menjalani banyak konsekuensi. Salah satunya, home schooling. Abang-abangku kasih tahu, kalau mau main film, aku harus memilih. Jaga image juga, kan. Aku dilarang main film yang aneh-aneh (vulgar, Red),” terangnya.
Kini Dinda duduk di kelas III SMA. Sebentar lagi perempuan yang saat kecil bercita-cita jadi dokter tersebut lulus. “Karena itu, sekarang aku main film dulu. Aku belum mau main sinetron karena mau mempersiapkan ujian juga,” jelasnya. (jan/c12/ayi/jpnn)