Site icon SumutPos

PPIH Mulai Pasang Tenda di Arafah

Foto: ENDRAYANI DEWI/JAWA POS Tim pengamanan haji Indonesia berkoordinasi di Armina dan Muzdalifah.
Foto: ENDRAYANI DEWI/JAWA POS
Tim pengamanan haji Indonesia berkoordinasi di Armina dan Muzdalifah.

ARAFAH, SUMUTPOS.CO – Sepekan menjelang puncak haji, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mulai memantau persiapan di Arafah. Sekitar 40 persen fasilitas sudah terpasang. Tinggal peralatan kesehatan yang belum dikirim karena harus menunggu izin dari pemerintah Saudi.

Kemarin tim yang melakukan pemantauan adalah satgas Arafah. Satgas tersebut dibentuk dari PPIH daerah kerja airport yang pada saat puncak haji nanti tidak memiliki aktivitas di bandara. ”Persiapan ini lebih awal dibanding tahun lalu. Jadi, jauh-jauh hari sudah bisa menyusun jadwal aktivitas persiapan dan pengiriman barang,” ujar Kepala Daker Airport PPIH Arab Saudi Nurul Badruttamam.

Jamaah Indonesia akan menempati 52 maktab di Arafah. Tiap maktab berisi 7 kloter atau sekitar 3.000 jamaah. Tiap sembilan maktab dijaga petugas sektor yang berjumlah sekitar 40 orang. ”Memang dari segi perbandingan jumlah masih sangat jauh. Tapi, kami upayakan bisa maksimal,” ujar Nurul.

Tenda yang akan dijadikan Kantor Misi Haji Indonesia di Arafah sudah berdiri. Tenda-tenda itu menjadi tempat koordinasi petugas, amirulhaj, klinik kesehatan, musala, dan pusat informasi. Bendera Merah Putih juga sudah berkibar di kawasan tersebut.

Kantor misi haji berdekatan dengan maktab nomor 18 yang juga akan menjadi tempat jamaah haji asal Indonesia menjalani wukuf. Sebagian tenda di maktab sudah didirikan. Beberapa pekerja membersihkan karpet yang akan digunakan para jamaah menjalani wukuf di dalam tenda. Kipas angin yang dilengkapi penyembur air juga sudah didatangkan. ”Dulu kami pakai air cooler, tapi banyak yang tidak berfungsi. Sekarang semua pakai water fan baru. Insya Allah berfungsi semua,” kata Nurul.

Setiap tahun selalu ada permasalahan klasik. Pertama, soal makan siang. Rata-rata jamaah tiba di Arafah sebelum tengah hari. Padahal, jatah makan hanya diberikan saat malam. ”Kami imbau tas-tas jamaah diisi makanan, termasuk minuman yang cukup saat menuju Arafah,” ujar Nurul.

Persoalan lainnya menyangkut penerangan di setiap tenda. Tahun lalu banyak lampu yang tidak menyala. Padahal, jamaah rata-rata mengaji saat malam. Akhirnya mereka mengandalkan penerangan dari lampu sorot yang sangat tinggi, tapi terpaksa keluar tenda. ”Persoalan-persoalan itu memicu komplain dari jamaah,” katanya.

Di dekat tenda yang akan menjadi klinik kesehatan sudah terpasang genset. Itu menjadi pasokan listrik cadangan jika instalasi utama di Arafah padam. Kasus listrik padam di Arafah saat wukuf tahun lalu berakibat fatal. Beberapa jamaah kritis yang mengandalkan peralatan medis untuk bertahan langsung berjatuhan.

Kepala Seksi Kesehatan Daker Airport dr Muhammad Imran mengungkapkan, pihaknya membutuhkan cadangan listrik yang lebih besar untuk memasok daya peralatan medis. Dia berencana menyewa dua genset lagi. ”Kami butuh kepastian izin untuk bisa mengirim peralatan-peralatan ke Arafah,” ujarnya.

Suhu di Arafah kemarin 34–39 derajat Celsius. Kelembapan udara cukup tinggi sehingga tubuh mudah berkeringat. Pada tengah hari, cuaca di luar tenda sangat terik. ”Sangat disarankan bagi jamaah untuk cukup minum,” kata Nurul. (c10/ca/jpg)

Exit mobile version