25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Fatwa Bayi Tabung tak Dipahami

KUALA LUMPUR – Lazimnya, seorang bayi memiliki satu orang ibu. Yakni, perempuan yang mengandung dan melahirkannya. Tapi, bagaimana jika bayi itu lahir dari perempuan yang hanya meminjamkan rahimnya saja, tanpa punya ikatan biologis atau psikologis dengan sang bayi” Apakah bayi itu juga harus menyebutnya ibu?

Kebingungan semacam itulah yang membuat pemerintah Negara Bagian Selangor prihatin melihat terus meningkatnya tren bayi tabung alias In Vitro Fertilisation (IVF) di Malaysia. Padahal, fatwa tegas yang melarang soal bayi tabung dan ibu angkat yang mengandung dan melahirkannya sudah diperkenalkan sejak 2008 lalu. Tapi, memang tidak banyak masyarakat yang memahaminya.

“Jika ada perempuan lain yang terlibat dalam proses kehamilan dan kelahiran seorang bayi, maka status ibu asli sang bayi layak dipertanyakan,” kata Mat Jais Kamos dari departemen yang khusus mengurusi hukum Islam di Selangor, seperti dikutip Agence France-Presse kemarin (1/3). Situasi semacam itu, lanjut dia, juga menciptakan kebingungan dalam hukum Islam.

Berdasar hukum di Selangor, perempuan yang mengandung dan melahirkan bayi, berhak atas bayi tersebut. Tapi, jika perempuan itu hanya dititipi benih orang lain, maka hak keibuannya menjadi rancu. Pasalnya, ada perempuan lain yang secara medis lebih berhak menjadi ibu sang bayi. Yakni, perempuan yang memang menurunkan sang bayi secara genetika. (hep/jpnn)

KUALA LUMPUR – Lazimnya, seorang bayi memiliki satu orang ibu. Yakni, perempuan yang mengandung dan melahirkannya. Tapi, bagaimana jika bayi itu lahir dari perempuan yang hanya meminjamkan rahimnya saja, tanpa punya ikatan biologis atau psikologis dengan sang bayi” Apakah bayi itu juga harus menyebutnya ibu?

Kebingungan semacam itulah yang membuat pemerintah Negara Bagian Selangor prihatin melihat terus meningkatnya tren bayi tabung alias In Vitro Fertilisation (IVF) di Malaysia. Padahal, fatwa tegas yang melarang soal bayi tabung dan ibu angkat yang mengandung dan melahirkannya sudah diperkenalkan sejak 2008 lalu. Tapi, memang tidak banyak masyarakat yang memahaminya.

“Jika ada perempuan lain yang terlibat dalam proses kehamilan dan kelahiran seorang bayi, maka status ibu asli sang bayi layak dipertanyakan,” kata Mat Jais Kamos dari departemen yang khusus mengurusi hukum Islam di Selangor, seperti dikutip Agence France-Presse kemarin (1/3). Situasi semacam itu, lanjut dia, juga menciptakan kebingungan dalam hukum Islam.

Berdasar hukum di Selangor, perempuan yang mengandung dan melahirkan bayi, berhak atas bayi tersebut. Tapi, jika perempuan itu hanya dititipi benih orang lain, maka hak keibuannya menjadi rancu. Pasalnya, ada perempuan lain yang secara medis lebih berhak menjadi ibu sang bayi. Yakni, perempuan yang memang menurunkan sang bayi secara genetika. (hep/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/