WASHINGTON- Pelantikan Senator John F. Kerry sebagai menteri luar negeri (menlu) Amerika Serikat (AS) Jumat sore waktu setempat (1/2) atau kemarin pagi WIB (2/2) secara resmi menandai akhir periode jabatan Hillary Rodham Clinton, 65. Setelah empat tahun menunaikan tugas sebagai pucuk pimpinan DoS (Department of State atau Deplu AS), mantan first lady AS itu meninggalkan kabinet Presiden Barack Obama.
Sebelum menyerahkan tanggung jawab terhadap Deplu kepada Kerry, Clinton berpamitan dengan seluruh staf dan koleganya. Dia juga melayangkan surat kepada Obama untuk berpamitan secara formal. Istri mantan Presiden Bill Clinton itu menyampaikan terima kasih kepada Obama karena memberikan kepercayaan kepada dirinya selama empat tahun sebagai menlu. ’’Menjadi bagian kabinet (Obama) merupakan kehormatan besar bagi saya,’’ tulisnya lewat surat.
Selama menjabat sebagai menlu, ibunda Chelsea Clinton tersebut sukses menorehkan prestasi. Tak hanya di bidang politik, tapi juga hubungan internasional, kemanusiaan, dan perdamaian. Sebagai salah satu tokoh kunci dalam kabinet Obama, dia terlibat dalam berbagai kehidupan bernegara.
Kontributor CNN Donna Brazile menilai bahwa disadari atau tidak, Clinton telah mengubah pemahaman publik soal masalah luar negeri. ’’Diplomasi tak sekadar ketrampilan negara dalam membina hubungan baik dengan negara lain. Tapi, juga kepedulian terhadap isu-isu besar seperti perang, terror, dan stabilitas perekonomian,’’ kata aktivis senior Komite Nasional Demokrat tersebut.
Sebagai seorang perempuan, Clinton juga tidak pernah menyikapi berbagai isu penting secara lunak. Sebaliknya, dia justru sangat tegas dan bahkan kaku saat bersinggungan dengan berbagai hal yang berkaitan erat dengan rakyat. ’’Dia penuh percaya diri dan bisa menempatkan diri dengan sangat baik. Dia tahu kapan harus bersikap lembut dan keras,’’ lanjut Brazile.
Karakter Clinton itulah yang menuai banyak apresiasi. Sebagai kepanjangan tangan presiden AS, dia adalah sosok yang mumpuni. Tetapi, saat harus memilih antara penguasa dan rakyat, mantan senator New York itu jelas memilih rakyat. ’’Kebijakan luar negeri bukan sekadar kesepakatan. Ada rakyat yang harus menanggung risiko kesepakatan itu, meski mereka tak ikut membuat,’’ ujar Brazile menirukan Clinton. (ap/cnn/hep/dwi/jpnn)