32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Dunia Isolasi China

PADAT: Stasiun Besar Kereta Api di China dipadati warga yang akan meninggalkan Kabupaten Wuhan, China, beberapa waktu yang lalu.
PADAT: Stasiun Besar Kereta Api di China dipadati warga yang akan meninggalkan Kabupaten Wuhan, China, beberapa waktu yang lalu.

SUMUTPOS.CO – Wabah virus corona yang tengah merebak di China dan berbagai negara lain, telah menewaskan 362 orang dan menginfeksi lebih dari 14.500 manusia. Akibatnya, dunia ramai-ramai mengisolasi China.

Dilansir dari Wall Street Journal, Senin (3/2). AS dan negara Eropa serta Asia telah memberlakukan peraturan baru dengan menghentikan kunjungan warga China untuk mengantisipasi penyebaran virus ini.

Tindakan tersebut membuat aktivitas ekonomi China gonjang-ganjing. Banyak negara termasuk perusahaan harus mengambil keputusan sulit untuk memprioritaskan keamanannya. Lantas bagaimana dampaknya terhadap global?

Satu setengah dekade yang lalu ketika wabah sindrom pernafasan akut SARS mengguncang dunia, China menyumbang sebagian kecil dari ekonomi global. Hari ini, China juga bertanggung jawab atas hampir seperlima PDB global.

Analis Perusahaan Riset Beijing Plenum Chen Long memperkirakan pertumbuhan China untuk tahun 2020 kini akan melambat lebih jauh dari tahun lalu sekitar 6,1% sehingga bisa berdampak pada aktivitas ekonomi global.

Pengangguran dan inflasi juga bisa melonjak. Mengingat Hubei adalah salah satu dari enam provinsi pusat yang memasok sepertiga dari tenaga kerja migran ke bagian negara lain, dan sekarang banyak yang tidak bisa bepergian.

Bahkan, mantan Penasihat Bank Sentral China Huang Yiping memperingatkan jika 5% karyawan di sektor jasa terdampak akibat virus corona, itu berarti 20 juta orang akan kehilangan pekerjaan.

Sementara itu, Konsultan Energi yang berbasis di Beijing JLC Network Technology Co melaporkan bursa saham China mengalami penurunan 15% dalam seminggu terakhir.

Benchmark Shanghai Composite juga turun 8,1%. Serta saham ritel, layanan konsumen, dan transportasi Shenzhen Composite juga ikut memimpin turun 8,6%.

Hal ini dipicu oleh permintaan minyak yang merosot 16% sejak China mengidentifikasi virus Corona, sehingga mengganggu ekosistem bisnis. Tak heran Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar mendorong anggota lain untuk mengadakan pertemuan darurat. (dtc/ram)

PADAT: Stasiun Besar Kereta Api di China dipadati warga yang akan meninggalkan Kabupaten Wuhan, China, beberapa waktu yang lalu.
PADAT: Stasiun Besar Kereta Api di China dipadati warga yang akan meninggalkan Kabupaten Wuhan, China, beberapa waktu yang lalu.

SUMUTPOS.CO – Wabah virus corona yang tengah merebak di China dan berbagai negara lain, telah menewaskan 362 orang dan menginfeksi lebih dari 14.500 manusia. Akibatnya, dunia ramai-ramai mengisolasi China.

Dilansir dari Wall Street Journal, Senin (3/2). AS dan negara Eropa serta Asia telah memberlakukan peraturan baru dengan menghentikan kunjungan warga China untuk mengantisipasi penyebaran virus ini.

Tindakan tersebut membuat aktivitas ekonomi China gonjang-ganjing. Banyak negara termasuk perusahaan harus mengambil keputusan sulit untuk memprioritaskan keamanannya. Lantas bagaimana dampaknya terhadap global?

Satu setengah dekade yang lalu ketika wabah sindrom pernafasan akut SARS mengguncang dunia, China menyumbang sebagian kecil dari ekonomi global. Hari ini, China juga bertanggung jawab atas hampir seperlima PDB global.

Analis Perusahaan Riset Beijing Plenum Chen Long memperkirakan pertumbuhan China untuk tahun 2020 kini akan melambat lebih jauh dari tahun lalu sekitar 6,1% sehingga bisa berdampak pada aktivitas ekonomi global.

Pengangguran dan inflasi juga bisa melonjak. Mengingat Hubei adalah salah satu dari enam provinsi pusat yang memasok sepertiga dari tenaga kerja migran ke bagian negara lain, dan sekarang banyak yang tidak bisa bepergian.

Bahkan, mantan Penasihat Bank Sentral China Huang Yiping memperingatkan jika 5% karyawan di sektor jasa terdampak akibat virus corona, itu berarti 20 juta orang akan kehilangan pekerjaan.

Sementara itu, Konsultan Energi yang berbasis di Beijing JLC Network Technology Co melaporkan bursa saham China mengalami penurunan 15% dalam seminggu terakhir.

Benchmark Shanghai Composite juga turun 8,1%. Serta saham ritel, layanan konsumen, dan transportasi Shenzhen Composite juga ikut memimpin turun 8,6%.

Hal ini dipicu oleh permintaan minyak yang merosot 16% sejak China mengidentifikasi virus Corona, sehingga mengganggu ekosistem bisnis. Tak heran Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar mendorong anggota lain untuk mengadakan pertemuan darurat. (dtc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/