25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Cina tak Kendurkan Kekuatan Militer

Sengketa Kepulauan Spratly

BEIJING – Suasana di perairan Laut Cina Selatan masih tegang. Itu terkait sengketa antara Cina, Vietnam, dan Filipina belakangan ini terkait kepemilikan atas kepulauan di perairan seluas 3,5 juta kilometer (km) persegi tersebut. Apalagi, setelah Beijing melipatgandakan kekuatan maritim (angkatan laut)  di kawasan itu. Negara-negara tetangga pun merasa terancam.

Meski peningkatan kekuatan militer Cina di Laut Cina Selatan memicu kekhawatiran negara-negara tetangga, Beijing bersikukuh dengan kebijakannya itu. Pemerintahan Presiden Hu Jintao, Selasa (14/6) menegaskan mereka tak akan mengendurkan kekuatan militer di wilayah perairan yang menjadi sengketa. Beijing berdalih mereka tak punya tujuan buruk pada negara-negara tetangganya, seperti sengaja menggunakan kekuatan senjata tersebut.
“Kami tak akan berubah pikiran. Kami berharap negara-negara tetangga meningkatkan pengamanan sama demi perdamaian dan stabilitas kawasan,” ujar Jubir Kementerian Luar Negeri Cina, Hong Lei.

Dia menyayangkan reaksi Filipina dan Vietnam yang dinilainya berlebihan. Sebenarnya peningkatan kekuatan militer Cina di wilayah perbatasan tak memiliki kaitan dengan sengketa Laut Cina Selatan.

Awal pekan ini, Presiden Filipina Benigno Aquino III (Noynoy) mengutarakan kekhawatirannya atas peningkatan kekuatan militer Cina di wilayah tersebut. Terutama, sekitar Kepulauan Spratly yang menyimpan cadangan gas bumi dan minyak melimpah. Selama ini , Filipina bertikai dengan Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Taiwan terkait kepulauan itu.

Khawatir bahwa Cina menaruh minat yang sama pada Kepulauan Spratly, Filipina pun bergerak cepat. Mulai Senin (13/6) lalu, pemerintahan Noynoy tak lagi menyebut perairan di sebelah barat negerinya itu sebagai Laut Cina Selatan.

“Mulai sekarang kami menyebutnya Laut Filipina Barat,” kata Jubir Kepresidenan, Edwin Lacierda.

Bersamaan dengan pengumuman resmi Filipina terkait pergantian nama perairan tersebut, Vietnam unjuk kekuatan. Pemerintahan Perdana Menteri (PM), Nguyen Tan Dung menyelenggarakan latihan militer di sisi timur perairan Vietnam yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.

Latihan perang itu menggunakan amunisi dan peluru asli. Ini dilakukan karena sebelumnya kapal survei Vietnam sempat terlibat konfrontasi dengan beberapa kapal pengintai berbendera Cina di Laut Cina Selatan.
Terkait ajakan dialog itu, Hong juga menegaskan bahwa Cina hanya mau melakukan pembicaraan dengan negara-negara tetangganya yang merasa terancam. “Kami harap negara-negara lain yang tak ada hubungannya dengan sengketa Laut Cina Selatan atau peningkatan militer Cina di kawasan itu tidak ikut campur,” tegasnya merujuk pada Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, Vietnam mulai menyusun strategi militer untuk mengantisipasi ketegangan di Laut Cina Selatan yang mereka sebut sebagai Laut Timur. Dengan begitu, sewaktu-waktu jika terjadi bentrok fisik di kawasan tersebut, militer Vietnam siap bertindak. “Strategi pertahanan ini akan mulai berlaku 1 Agustus mendatang,” kata PM Nguyen Tan Dung, seperti dikutip koran militer Vietnam, Quan Doi Nhan Dan, kemarin. (ap/afp/hep/dwi/jpnn)

Sengketa Kepulauan Spratly

BEIJING – Suasana di perairan Laut Cina Selatan masih tegang. Itu terkait sengketa antara Cina, Vietnam, dan Filipina belakangan ini terkait kepemilikan atas kepulauan di perairan seluas 3,5 juta kilometer (km) persegi tersebut. Apalagi, setelah Beijing melipatgandakan kekuatan maritim (angkatan laut)  di kawasan itu. Negara-negara tetangga pun merasa terancam.

Meski peningkatan kekuatan militer Cina di Laut Cina Selatan memicu kekhawatiran negara-negara tetangga, Beijing bersikukuh dengan kebijakannya itu. Pemerintahan Presiden Hu Jintao, Selasa (14/6) menegaskan mereka tak akan mengendurkan kekuatan militer di wilayah perairan yang menjadi sengketa. Beijing berdalih mereka tak punya tujuan buruk pada negara-negara tetangganya, seperti sengaja menggunakan kekuatan senjata tersebut.
“Kami tak akan berubah pikiran. Kami berharap negara-negara tetangga meningkatkan pengamanan sama demi perdamaian dan stabilitas kawasan,” ujar Jubir Kementerian Luar Negeri Cina, Hong Lei.

Dia menyayangkan reaksi Filipina dan Vietnam yang dinilainya berlebihan. Sebenarnya peningkatan kekuatan militer Cina di wilayah perbatasan tak memiliki kaitan dengan sengketa Laut Cina Selatan.

Awal pekan ini, Presiden Filipina Benigno Aquino III (Noynoy) mengutarakan kekhawatirannya atas peningkatan kekuatan militer Cina di wilayah tersebut. Terutama, sekitar Kepulauan Spratly yang menyimpan cadangan gas bumi dan minyak melimpah. Selama ini , Filipina bertikai dengan Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Taiwan terkait kepulauan itu.

Khawatir bahwa Cina menaruh minat yang sama pada Kepulauan Spratly, Filipina pun bergerak cepat. Mulai Senin (13/6) lalu, pemerintahan Noynoy tak lagi menyebut perairan di sebelah barat negerinya itu sebagai Laut Cina Selatan.

“Mulai sekarang kami menyebutnya Laut Filipina Barat,” kata Jubir Kepresidenan, Edwin Lacierda.

Bersamaan dengan pengumuman resmi Filipina terkait pergantian nama perairan tersebut, Vietnam unjuk kekuatan. Pemerintahan Perdana Menteri (PM), Nguyen Tan Dung menyelenggarakan latihan militer di sisi timur perairan Vietnam yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.

Latihan perang itu menggunakan amunisi dan peluru asli. Ini dilakukan karena sebelumnya kapal survei Vietnam sempat terlibat konfrontasi dengan beberapa kapal pengintai berbendera Cina di Laut Cina Selatan.
Terkait ajakan dialog itu, Hong juga menegaskan bahwa Cina hanya mau melakukan pembicaraan dengan negara-negara tetangganya yang merasa terancam. “Kami harap negara-negara lain yang tak ada hubungannya dengan sengketa Laut Cina Selatan atau peningkatan militer Cina di kawasan itu tidak ikut campur,” tegasnya merujuk pada Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, Vietnam mulai menyusun strategi militer untuk mengantisipasi ketegangan di Laut Cina Selatan yang mereka sebut sebagai Laut Timur. Dengan begitu, sewaktu-waktu jika terjadi bentrok fisik di kawasan tersebut, militer Vietnam siap bertindak. “Strategi pertahanan ini akan mulai berlaku 1 Agustus mendatang,” kata PM Nguyen Tan Dung, seperti dikutip koran militer Vietnam, Quan Doi Nhan Dan, kemarin. (ap/afp/hep/dwi/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/