SUMUTPOS.CO – Hari pertama pemulangan warga Rohingya dari kamp pengungsi di Bangladesh kembali batal terlaksana. Itu terjadi, setelah ratusan penduduk yang dijadwalkan untuk dipulangkan Kamis (15/11), menolak dan menggelar demonstrasi.
Ratusan warga pengungsi Rohingya tersebut menggelar aksi memprotes pemulangan di dekat perbatasan Myanmar. “Kami tidak akan pergi,” kata warga Rohingya yang ikut dalam aksi demonstrasi.
Pada Kamis (15/11) ini, seharusnya sebanyak 150 warga Rohingya pertama yang masuk dalam daftar yang telah disetujui pemerintah Myanmar, dikirim kembali ke kampung halaman mereka di Rakhine. Namun tidak satu pun dari mereka menyatakan bersedia dipulangkan, bahkan tidak ada yang muncul saat tiba waktunya pemulangan.
Para tokoh Rohingya mengatakan banyak dari warga yang ada dalam daftar 2.260 orang yang akan direpatriasi telah kabur atau bersembunyi ke kamp pengungsi lain. Komisioner pengungsi Bangladesh yang sudah berada di titik transit perbatasan untuk menyerahan pengungsi tidak menemukan ada warga Rohingya yang hadir untuk diangkut oleh bus dan melintas ke Myanmar.
Lima bus yang telah menunggu pada akhirnya tidak dapat membawa satu pun pengungsi melintasi perbatasan. “Mereka membunuh dua anak laki-laki saya. Saya melarikan diri ke Bangladesh bersama dua anak lainnya.” “Tolong jangan kirim kami kembali. Mereka akan membunuh sisa keluarga saya yang lain,” kata Tajul Mulluk (85), seorang warga Rohingya yang ada di daftar repatriasi.
PBB telah mendesak Bangladesh untuk menangguhkan program pemulangan tersebut. Komisioner pengungsi pemerintah Bangladesh, Mohammad Abul Kalam mengatakan timnya benar-benar siap untuk memulai proses pemulangan, tetapi dia menekankan bahwa Rohingya harus pulang dengan sukarela.
“Jika kita mendapatkan siapa pun yang bersedia diberangkatkan, kami akan membawa mereka ke titik perbatasan dengan hormat dan bermartabat,” ujarnya. Kalam mengatakan tidak akan ada pemulangan paksa dan mengakui bahwa badan pengungsi UNHCR tidak menemukan keluarga yang siap untuk dipulangkan. “Tidak ada yang merasa aman untuk kembali sekarang,” kata Kalam kepada AFP.
Sementara, dalam KTT Asean di Singapura, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi kurang mendapat sambutan hangat dari pemimpin negara yang hadir. Itu akibat kegagalannya menangani masalah Rohingya. Selama ini, Suu Kyi tetap enggan berkomentar terkait warga minoritas Rohingya yang mendapatkan persekusi dan kekerasan sehingga harus mengungsi ke Bangladesh.
Kebungkamannya membuat Suu Kyi terisolasi dari dunia internasional dan bahkan berbagai penghargaan yang pernah disandangnya satu persatu dicabut. Dan pekan ini, kondisi itu semakin memburuk bagi Aung San Suu Kyi yang sempat didaulat sebagai pahlawan demokrasi Myanmar. Pada Senin lalu, Amnesti Internasional yang kampanyenya di masa lalu mengukuhkan posisi Suu Kyi sebagai pejuang demokrasi, mencabut penghargaan yang pernah diberikan Sehari kemudian dalam KTT Asean di Singapura, kritik tajam menghujani Suu Kyi saat menghadiri pertemuan regional itu.
Salah satu yang mengecam Suu Kyi secara terang-terangan adalah Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. “Seseorang yang pernah merasakan dipenjara seharusnya memahami penderitaan dan bukannya menciptakan kemalangan,” ujar Mahathir beberapa saat sebelum KTT Asean dibuka, Selasa (13/11). “Namun, nampaknya Aung San Suu Kyi mencoba mempertahankan sesuatu yang tak bisa dipertahankan,” tambah Mahathir, melawan tradisi KTT Asean yang biasanya diwarnai kesopanan.
Terkucilnya Suu Kyi semakin bertambah ketika Wakil Presiden Amerika Serikat (Wapres AS) Mike Pence mengatakan kepada Suu Kyi bahwa kekerasan dan persekusi terhadap Rohingya terjadi tanpa alasan. Suu Kyi yang tampak terkejut mendapatkan serangan langsung seperti itu langsung menggunakan jawaban normatifnya. “Dalam hal ini, kami bisa katakan, kami memahami negeri kami jauh lebih baik ketimbang negara lain,” kata dia. (bbs/azw)