30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Pembahasan soal Investasi di SOM III APEC

MEDAN-Ketua Transparansi Internasional Indonesia, Dadang Tri Sasonko menyatakan Indonesia termasuk dalam negara yang masih sulit berinvestasi. Melalui survei Kemudahan Berbisnis terakhir yang dilakukan, posisi Indonesia saat ini berada di peringkat 128 dari 185 negara.
Posisi ini bisa dikatakan cukup rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang berada di posisi 12, Thailand posisi 18, dan Vietnam di posisi 99.
“Ini karena tingginya gratifikasi, uang terima kasih, dan dana pelicin dalam pengurusan sebuah usaha.
Akibatnya, perekonomian Indonesia berbiaya tinggi, dan investasi sulit masuk,” ujar Dadang Tri Sasongko.
Dijelaskannya, terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan saat ingin berinvestasi, terutama dalam biaya perizinan. Padahal, bila izin dilakukan sesuai dengan prosedur, maka akan meningkatkan perekonomiann
Dan tak mungkin, bila akan lebih banyak investasi yang masuk ke Indonesia. “Banyak contoh kasusnya. Tak perlulah disebutkan. Paling banyak santer kemarinkan saat kejadian RIM. Saat mengajukan izin investasi di Indonesia, karena terlalu ribet, akhirnya pindah ke Malaysia. Padahal, pengguna BB paling banyak di Indonesia,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dalam sidang SOM III APEC di Hotel Santika kemarin (24/6), delegasi Indonesia yang di komandani oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad mengajukan kerja sama agar pihak swasta ikut melaporkan pihak pemerintahan, badan usaha, atau siapapun yang ikut serta dalam usaha gratifikasi.
Abraham menyatakan, dari awal berdirinya KPK hingga kini, belum ada 1 pun kasus yang terjerat dengan pasal gratifikasi. Padahal, selama 2012, ada 1158 laporan yang ditemukan terkait dengan dana pencairan ini. “Walaupun begitu, kita akui, laporan tersebut bisa dikatakan cukup rendah mengingat jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) kita mencapai 5 juta pegawai,” ujarnya.
Abraham menjelaskan swasta perlu dilibatkan dalam pemberantasan korupsi karena pelaku penyuapan dan pemberi gratifikasi adalah kalangan ini. Tanpa pelibatan swasta, maka upaya pemberantasan korupsi tidak akan bisa berlangsung dengan cepat. Untuk menciptakan lingkungan bisnis yang bersih, transparan dan akuntabel, maka segala tindakan yang berkaitan dengan pemberian suap dan gratifikasi harus ditiadakan.
Ada tiga hal penting yang dapat dilakukan sektor swasta untuk mencegah gratifikasi. Pertama, atasan tidak menyusuh anak buahnya melakukan perbuatan korupsi. Kemudian, tanggung jawab atasan untuk tidak membiarkan bawahannya melakukan korupsi, dan terakhir bagaimana perusahaan membangun sistem pencegahan korupsi dengan menerapkan program pengendalian internal, membuat aturan dan kode etik.
Diingatkan Abraham, para pegawai negeri dan penyelenggara negara terikat dengan UU Nomor 31 tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang penyuapan dan gratifikasi.
“Apapun terminologinya gratifikasi itu, uang pelicin, uang terima kasih, sebaiknya jangan dilakukan. Jangan coba-coba. Jika ada yang memberi, jangan diterima. Intinya jangan menerima bila itu bukan milik anda. Itu saja,” paparnya. (ram)

MEDAN-Ketua Transparansi Internasional Indonesia, Dadang Tri Sasonko menyatakan Indonesia termasuk dalam negara yang masih sulit berinvestasi. Melalui survei Kemudahan Berbisnis terakhir yang dilakukan, posisi Indonesia saat ini berada di peringkat 128 dari 185 negara.
Posisi ini bisa dikatakan cukup rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang berada di posisi 12, Thailand posisi 18, dan Vietnam di posisi 99.
“Ini karena tingginya gratifikasi, uang terima kasih, dan dana pelicin dalam pengurusan sebuah usaha.
Akibatnya, perekonomian Indonesia berbiaya tinggi, dan investasi sulit masuk,” ujar Dadang Tri Sasongko.
Dijelaskannya, terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan saat ingin berinvestasi, terutama dalam biaya perizinan. Padahal, bila izin dilakukan sesuai dengan prosedur, maka akan meningkatkan perekonomiann
Dan tak mungkin, bila akan lebih banyak investasi yang masuk ke Indonesia. “Banyak contoh kasusnya. Tak perlulah disebutkan. Paling banyak santer kemarinkan saat kejadian RIM. Saat mengajukan izin investasi di Indonesia, karena terlalu ribet, akhirnya pindah ke Malaysia. Padahal, pengguna BB paling banyak di Indonesia,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dalam sidang SOM III APEC di Hotel Santika kemarin (24/6), delegasi Indonesia yang di komandani oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad mengajukan kerja sama agar pihak swasta ikut melaporkan pihak pemerintahan, badan usaha, atau siapapun yang ikut serta dalam usaha gratifikasi.
Abraham menyatakan, dari awal berdirinya KPK hingga kini, belum ada 1 pun kasus yang terjerat dengan pasal gratifikasi. Padahal, selama 2012, ada 1158 laporan yang ditemukan terkait dengan dana pencairan ini. “Walaupun begitu, kita akui, laporan tersebut bisa dikatakan cukup rendah mengingat jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) kita mencapai 5 juta pegawai,” ujarnya.
Abraham menjelaskan swasta perlu dilibatkan dalam pemberantasan korupsi karena pelaku penyuapan dan pemberi gratifikasi adalah kalangan ini. Tanpa pelibatan swasta, maka upaya pemberantasan korupsi tidak akan bisa berlangsung dengan cepat. Untuk menciptakan lingkungan bisnis yang bersih, transparan dan akuntabel, maka segala tindakan yang berkaitan dengan pemberian suap dan gratifikasi harus ditiadakan.
Ada tiga hal penting yang dapat dilakukan sektor swasta untuk mencegah gratifikasi. Pertama, atasan tidak menyusuh anak buahnya melakukan perbuatan korupsi. Kemudian, tanggung jawab atasan untuk tidak membiarkan bawahannya melakukan korupsi, dan terakhir bagaimana perusahaan membangun sistem pencegahan korupsi dengan menerapkan program pengendalian internal, membuat aturan dan kode etik.
Diingatkan Abraham, para pegawai negeri dan penyelenggara negara terikat dengan UU Nomor 31 tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang penyuapan dan gratifikasi.
“Apapun terminologinya gratifikasi itu, uang pelicin, uang terima kasih, sebaiknya jangan dilakukan. Jangan coba-coba. Jika ada yang memberi, jangan diterima. Intinya jangan menerima bila itu bukan milik anda. Itu saja,” paparnya. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/