25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Setia Mendampingi ODHA

Dewi Sundari

Penampilannya sangat sederhana, namun gaya bicaranya yang ramah serta kepeduliannya terhadap orang lain menjadi nilai plus dan membuat orang nyaman bila berada disampingnya. Siapa sangka, kehidupannya tidak jauh dari orang-orang yang mengidap HIV/AIDS.

Dia adalah Dewi Sundari yang menjabat Direktur LSM SPKs (Sumatera Peduli Kesehatan). Sudah enam tahun lamanya wanita yang memiliki dua orang anak ini menjadi pendamping Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Banyak alasan kenapa Dewi memilih berkecimpung di dunia para ODHA.

Wanita kelahiran 10-10-1976 ini mengaku kepeduliannya terhadap dunia ODHA berawal dari 4 orang saudaranya yang mengidap HIV/AIDS pada 2006 lalu. Saat itu, Dewi sama sekali tidak mengetahui mengenai penyakit yang mematikan tersebut. Hingga selanjutnya 3 saudaranya meninggal dunia.
“Awalnya 3 orang adik ipar dan keponakan saya sakit-sakitan. Lalu mereka dibawa ke rumah mertua saya untuk menjalani perawatan. Karena nggak punya biaya, mereka hanya rawat jalan aja. Hati saya tergerak untuk merawat mereka. Ketiganya hanya dirawat sekadarnya saja bersamping-sampingan diatas tempat tidur,” jelas Dewi yang tinggal di Jalan Tg.Morawa tersebut.

Menurutnya, gejala penyakit yang dialami ketiga saudaranya tersebut seperti memiliki jamur didaerah mulut, diare berkepanjangan dan mengalami penyakit kulit. Beberapa kali, Dewi membawa ketiga saudaranya ke rumah sakit umum kawasan Tanjung Morawa. Namun karena tidak adanya konselor HIV/AIDS maka ketiga saudaranya diketahui menderita penyakit HIV/AIDS.

‘’Setelah kondisi dara saya semakin parah, kemudian dirujuk ke RSUP H Adam Malik Medan. Dirumah sakit itulah, diketahui kalau mereka mengidapHIV/AIDS.

Hanya 6 bulan mereka bertahan. Karena memang  sudah parah tidak bisa diselamatkan lagi,” ujarnya.

Selanjutnya, sepupu Dewi juga jatuh sakit karena mengidap HIV/AIDS. “Setelah tiga saudara saya tadi meninggal, kemudian menyusul sepupu saya juga mengidap penyakit yang sama. Mereka memang memiliki perilaku beresiko tinggi HIV/AIDS. Karena saya mulai mengetahui apa itu HIV/AIDS, bagaimana penularan dan pencegahannya, saya bisa merawat sepupu saya hingga dia bertahan hidup sampai sekarang,” jelasnya.

Dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan kasih sayang, Dewi pun terpanggil dan mulai membantu para ODHA. Pada 2007, Dewi bergabung dengan LSM SPKs. Hingga kini sudah 200 lebih ODHA yang menjadi dampingan Dewi. Namun, banyak yang nyawanya tidak terselamatkan akibat penyakit penyerta yang diderita ODHA semakin parah dan sudah kronis.

“Banyak ODHA yang tidak terima setelah tahu kalau mereka HIV/AIDS. Bahkan ada juga yang masih malu untuk membuka statusnya. Apalagi HIV/AIDS masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat yang awam terhadap penyakit itu,”sebutnya.

Padahal, sambungnya lagi, orang yang mengidap HIV/AIDS tidak semua kesalahan mereka. Misalnya, istri yang awalnya negatif, tapi setelah menikah dengan suami yang HIV/AIDS positif akhirnya tertular. Ada juga bayi yang tertular dari ibunya karena selama mengandung, si ibu tidak mengikuti PMTCT yaitu program khusus ibu hamil dengan HIV/AIDS.

Dewi bercerita, pernah suatu kali, dampingannya yang positif HIV/AIDS tidak terima dengan statusnya. Bahkan  mengancam bunuh diri jika memang terbukti didagnosa HIV/AIDS. ‘’Yang seperti ini sangat banyak ditemui. Butuh waktu yang lama untuk memberikan pemahaman kepada mereka,’’sebutnya.

Beruntung, keluarga tidak mempermasalahkan pekerjaan yang digeluti  Dewi. “Keluarga tidak pernah protes. Malahan, para ODHA sering datang kerumah dan main dengan anak saya. Saya nyaman dan senang bisa membantu para ODHA,’’sambungnya.  (mag-11)

Dewi Sundari

Penampilannya sangat sederhana, namun gaya bicaranya yang ramah serta kepeduliannya terhadap orang lain menjadi nilai plus dan membuat orang nyaman bila berada disampingnya. Siapa sangka, kehidupannya tidak jauh dari orang-orang yang mengidap HIV/AIDS.

Dia adalah Dewi Sundari yang menjabat Direktur LSM SPKs (Sumatera Peduli Kesehatan). Sudah enam tahun lamanya wanita yang memiliki dua orang anak ini menjadi pendamping Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Banyak alasan kenapa Dewi memilih berkecimpung di dunia para ODHA.

Wanita kelahiran 10-10-1976 ini mengaku kepeduliannya terhadap dunia ODHA berawal dari 4 orang saudaranya yang mengidap HIV/AIDS pada 2006 lalu. Saat itu, Dewi sama sekali tidak mengetahui mengenai penyakit yang mematikan tersebut. Hingga selanjutnya 3 saudaranya meninggal dunia.
“Awalnya 3 orang adik ipar dan keponakan saya sakit-sakitan. Lalu mereka dibawa ke rumah mertua saya untuk menjalani perawatan. Karena nggak punya biaya, mereka hanya rawat jalan aja. Hati saya tergerak untuk merawat mereka. Ketiganya hanya dirawat sekadarnya saja bersamping-sampingan diatas tempat tidur,” jelas Dewi yang tinggal di Jalan Tg.Morawa tersebut.

Menurutnya, gejala penyakit yang dialami ketiga saudaranya tersebut seperti memiliki jamur didaerah mulut, diare berkepanjangan dan mengalami penyakit kulit. Beberapa kali, Dewi membawa ketiga saudaranya ke rumah sakit umum kawasan Tanjung Morawa. Namun karena tidak adanya konselor HIV/AIDS maka ketiga saudaranya diketahui menderita penyakit HIV/AIDS.

‘’Setelah kondisi dara saya semakin parah, kemudian dirujuk ke RSUP H Adam Malik Medan. Dirumah sakit itulah, diketahui kalau mereka mengidapHIV/AIDS.

Hanya 6 bulan mereka bertahan. Karena memang  sudah parah tidak bisa diselamatkan lagi,” ujarnya.

Selanjutnya, sepupu Dewi juga jatuh sakit karena mengidap HIV/AIDS. “Setelah tiga saudara saya tadi meninggal, kemudian menyusul sepupu saya juga mengidap penyakit yang sama. Mereka memang memiliki perilaku beresiko tinggi HIV/AIDS. Karena saya mulai mengetahui apa itu HIV/AIDS, bagaimana penularan dan pencegahannya, saya bisa merawat sepupu saya hingga dia bertahan hidup sampai sekarang,” jelasnya.

Dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan kasih sayang, Dewi pun terpanggil dan mulai membantu para ODHA. Pada 2007, Dewi bergabung dengan LSM SPKs. Hingga kini sudah 200 lebih ODHA yang menjadi dampingan Dewi. Namun, banyak yang nyawanya tidak terselamatkan akibat penyakit penyerta yang diderita ODHA semakin parah dan sudah kronis.

“Banyak ODHA yang tidak terima setelah tahu kalau mereka HIV/AIDS. Bahkan ada juga yang masih malu untuk membuka statusnya. Apalagi HIV/AIDS masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat yang awam terhadap penyakit itu,”sebutnya.

Padahal, sambungnya lagi, orang yang mengidap HIV/AIDS tidak semua kesalahan mereka. Misalnya, istri yang awalnya negatif, tapi setelah menikah dengan suami yang HIV/AIDS positif akhirnya tertular. Ada juga bayi yang tertular dari ibunya karena selama mengandung, si ibu tidak mengikuti PMTCT yaitu program khusus ibu hamil dengan HIV/AIDS.

Dewi bercerita, pernah suatu kali, dampingannya yang positif HIV/AIDS tidak terima dengan statusnya. Bahkan  mengancam bunuh diri jika memang terbukti didagnosa HIV/AIDS. ‘’Yang seperti ini sangat banyak ditemui. Butuh waktu yang lama untuk memberikan pemahaman kepada mereka,’’sebutnya.

Beruntung, keluarga tidak mempermasalahkan pekerjaan yang digeluti  Dewi. “Keluarga tidak pernah protes. Malahan, para ODHA sering datang kerumah dan main dengan anak saya. Saya nyaman dan senang bisa membantu para ODHA,’’sambungnya.  (mag-11)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/