26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Bayi Kelainan Irama Jantung Sudah Dipulangkan, Alat Pacu Jantung Bertahan 10 Tahun

PAPARAN: Tim medis RSUP H Adam Malik saat memaparkan penanganan bayi yang mengalami kelainan irama jantung, Rabu (27/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bayi perempuan yang mengalami kelainan irama atau denyut jantung yang sempat ditangani Pusat Jantung Terpadu (PJT) RSUP H Adam Malik, kini sudah dipulangkan.

Sebab, kondisi kesehatan bayi tersebut terus membaik pasca dipasang alat pacu jantung permanen atau pacemaker. Namun alat pacu jantung tersebut hanya bertahan 10 tahun.

“Sudah pulang pada tanggal 28 November 2019 (Kamis) minggu lalu. Bayi itu dipulangkan karena kondisinya sudah semakin membaik,” ujar Kasubbag Humas RSUP H Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak, Senin (2/12).

Diungkapkan Rosa, hasil operasi yang dilakukan oleh tim medis sesuai dengan apa yang diharapkan. Meski begitu, sang bayi masih butuh perawatan di rumahn

“Bayi tersebut tetap harus menjalani kontrol rawat jalan sesuai instruksi dokter,” ujarnya.

Bagaimana kesehatannya setelah pulang ke rumah?

dr Anggia C Lubis SpJP(K) selaku tim medis yang menangani bayi mengatakan, alat yang ditanam di dalam tubuh bayi tidak akan berhubungan dengan penyakit lain. Artinya, apabila si bayi sakit maka tetap diobati sebagaimana anak umumnya. “Tidak akan mempengaruhi, tetapi dengan syarat alat dan baterainya masih berfungsi dengan baik. Dengan kata lain, tidak ada perlakuan khusus terhadap pasien tersebut,” ujar Anggia.

Ahli bedah jantung, dr Maulidya Ayudhika SpBTKV mengatakan, hal yang perlu dikhawatirkan bukan masalah penyakit yang diderita bayi seperti batuk, pilek, demam dan sebagainya. Melainkan, reaksi tubuhnya terhadap baterai yang berada di dalam perut. Karenanya, yang patut dipastikan adalah luka bekas operasi tidak kemerahan dan harus kering.

“Berbeda menempatkan alat pacu jantung antara usia anak dengan dewasa. Kalau dewasa, kulitnya sudah lebih tebal dan imunitasnya lebih tinggi. Sedangkan pada anak atau bayi sebaliknya, sehingga khawatir terjadi reaksi penolakan dari tubuhnya. Maka dari itu, terus kita awasi kultur darahnya untuk memastikan tidak ada infeksi sampai ke daerah sistemik,” terang Ayu.

Dia menyebutkan, alat pacu jantung dan baterai yang ditanam di dalam perut sejauh ini bekerja dengan baik, sehingga irama jantung bayi kembali normal. “Alatnya sudah dipasang dengan sedemikian perhitungan yang baik, sehingga ketika bayi beraktivitas dan tumbuh tidak terjadi masalah. Hanya saja, yang dikhawatirkan apabila keluarga memberikan alat-alat elektronik seperti ponsel ketika tumbuh esar nantinya hingga remaja. Sebab, alat elektronik akan mempercepat daya tahan dari baterai,” jabarnya.

Terkait berapa lama daya tahan baterai pemicu alat pacu jantung tersebut, Ayu mengatakan, daya tahannya diperkirakan 10 tahun. Namun, jika ada alat-alat elektronik didekatkan ke anak ini, maka memprcepat pengurasan daya baterainya. “Bayi ini mengalami kelainan jantung bawaan, karenanya hampir tidak ada kasus denyut jantung kembali normal tanpa alat pacu jantung. Oleh karena itu, alat tersebut tetap tertanam di tubuh anak itu seumur hidup,” pungkas Ayu.

Prof dr Guslihan Dada Tjipta SpAK mengatakan, sudah sekitar 30 tahun lebih berkarir dalam dunia kedokteran, kelainan irama jantung yang dialami bayi tersebut adalah pertama kali ditanganinya dan kasusnya cukup kompleks.

“Dulu mungkin ada tapi tidak sempat didiagnostik dan ditangani. Namun, kali ini kita menangani kasus kelainan jantung Total AV Blok dialami seorang bayi perempuan yang baru beberapa hari lahir. Bayi ini dilahirkan dari seorang ibu yang menderita penyakit lupus, dan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit tersebut,” katanya.

Ia menyebutkan, tim medis menangani bayi ini ketika masih berumur 3 hari. Kemudian, dilakukan konsultasi dengan pihak tertentu dan akhirnya diambil keputusan untuk pemasangan pacemaker. “Perawatan lanjutan setelah pemasangan pacemaker, kini kondisinya alhamdulillah sehat dan akan segera dipulangkan (berobat jalan),” ujarnya.

Sedangkan Kepala PJT RSUP H Adam Malik, dr Nizam Zikri Akbar SpJP (K) mengatakan, biaya operasi dan perawatan bayi tersebut selama di rumah sakit ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Karena, bayi itu terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan nasional. “Semua biayanya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Namun, karena kebetulan baru pertama kali menangani kasus seperti ini maka tidak memiliki tarif pastinya. Diperkirakan, biayanya sekitar Rp70 juta hingga Rp80 juta,” kata Nizam.

Disebutkan Nizam, biaya tersebut meliputi alat pacu jantung dan baterai yang ditanam di dalam perut bayi dengan taksiran harga sekira Rp30 juta. Sedangkan biaya operasi berkisar Rp40 juta hingga Rp50 juta.

Sebelumnya, Tim PJT RSUP Haji Adam Malik berhasil melakukan inovasi terbaru dalam menangani kasus penyakit langka terhadap bayi yang belum genap berusia 1 bulan. Bayi perempuan asal Kecamatan Medan Amplas ini mengalami kelainan irama jantung, sehingga dipasang alat pacu jantung permanen atau pacemaker.

Kini, bayi yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara ini kondisinya sudah normal seperti bayi pada umumnya. Namun, bayi yang diberi nama Sabilla masih butuh perawatan.

dr Nizam menjelaskan, awalnya bayi perempuan ini ditangani pihaknya ketika berusia 3 hari dengan berat badan 2.400 gram atau 2,4 kg dan panjang 46 cm. Setelah dilakukan penanganan oleh tim medis, bayi tersebut didiagnosa mengalami Total AV Blok.

Padahal, biasanya penyakit itu terjadi pada pasien dengan usia sangat tua atau dengan riwayat serangan jantung sebelumnya. “Total AV Blok adalah kelainan irama jantung yang tidak normal, dimana hal ini menyebabkan denyut jantung sangat lambat dan lemah karena gangguan aliran listrik jantung,” ungkap Nizam, Rabu (27/11).

Dijelaskan Nizam, pada bayi ini timbul kelainan irama jantung akibat bawaan lahir yang dipengaruhi oleh kondisi penyakit ibu dan obat-obatan yang diminum selama masa kehamilan, dengan angka kejadian 1 banding 20.000 kelahiran bayi.

“Risiko yang disebabkan karena gangguan aliran konduksi jantung tersebut menyebabkan denyut jantung sangat lambat, sehingga tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan oksigen bayi. Hal ini ditakutkan akan semakin mengganggu tumbuh kembang bayi, menyebabkan risiko infeksi menjadi lebih tinggi dan mengganggu aliran darah dalam tubuh sehingga tidak stabil,” terangnya.

Bahkan, lanjut Nizam, hal yang paling berbahaya pada kondisi bayi ini adalah dapat terjadi henti jantung tiba-tiba. “Tim perawatan pasien terdiri dari bagian anak, jantung dan bedah jantung, kemudian memutuskan untuk melakukan pemasangan permanent pacemaker (PPM) atau alat pacu jantung permanen. Oleh karena itu, dilakukan operasi pemasangan alat pacu jantung permanen tersebut,” paparnya.

Dalam operasi dengan memakan waktu sekitar 1,5 jam, kata Nizam, dilakukan pembedahan di bagian dada dan selaput pembungkus jantung. Selanjutnya, elektroda alat pacu jantung dipasang di epikardial. Sedangkan generator atau baterai pacu jantung ditanam di rongga perut. “Alat pacu jantung bekerja dengan baik, sehingga irama jantung bayi kembali normal. Tindakan pemasangan alat pacu jantung pada bayi ini adalah yang pertama kali dilakukan di Sumut khususnya di RSUP Haji Adam Malik,” ujar Nizam.

Diutarakan dia, ada berbagai tantangan dalam prosedur pemasangan alat pacu jantung pada bayi, terutama karena usianya yang belum mencapai 1 bulan. Sebab, dengan berat badan bayi yang sangat kecil dan kompleksitas organ jantung bayi, tentu hal ini menjadi tantangan bagi tim dokter. “Namun, tantangan itu dapat diatasi dengan baik berkat kerjasama tim dokter ahli bedah jantung, tim ahli pacu jantung, dan tim anestesi bedah jantung sehingga prosedur dapat berjalan dengan lancar,” ucapnya.

Ia menambahkan, saat ini berat badan bayi sudah naik menjadi 2.750 gram. Tim dokter masih terus melakukan pengawasan terhadap bekas luka operasi. “Apabila sudah benar-benar kering maka diperbolehkan pulang,” pungkasnya. (ris/ila)

PAPARAN: Tim medis RSUP H Adam Malik saat memaparkan penanganan bayi yang mengalami kelainan irama jantung, Rabu (27/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bayi perempuan yang mengalami kelainan irama atau denyut jantung yang sempat ditangani Pusat Jantung Terpadu (PJT) RSUP H Adam Malik, kini sudah dipulangkan.

Sebab, kondisi kesehatan bayi tersebut terus membaik pasca dipasang alat pacu jantung permanen atau pacemaker. Namun alat pacu jantung tersebut hanya bertahan 10 tahun.

“Sudah pulang pada tanggal 28 November 2019 (Kamis) minggu lalu. Bayi itu dipulangkan karena kondisinya sudah semakin membaik,” ujar Kasubbag Humas RSUP H Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak, Senin (2/12).

Diungkapkan Rosa, hasil operasi yang dilakukan oleh tim medis sesuai dengan apa yang diharapkan. Meski begitu, sang bayi masih butuh perawatan di rumahn

“Bayi tersebut tetap harus menjalani kontrol rawat jalan sesuai instruksi dokter,” ujarnya.

Bagaimana kesehatannya setelah pulang ke rumah?

dr Anggia C Lubis SpJP(K) selaku tim medis yang menangani bayi mengatakan, alat yang ditanam di dalam tubuh bayi tidak akan berhubungan dengan penyakit lain. Artinya, apabila si bayi sakit maka tetap diobati sebagaimana anak umumnya. “Tidak akan mempengaruhi, tetapi dengan syarat alat dan baterainya masih berfungsi dengan baik. Dengan kata lain, tidak ada perlakuan khusus terhadap pasien tersebut,” ujar Anggia.

Ahli bedah jantung, dr Maulidya Ayudhika SpBTKV mengatakan, hal yang perlu dikhawatirkan bukan masalah penyakit yang diderita bayi seperti batuk, pilek, demam dan sebagainya. Melainkan, reaksi tubuhnya terhadap baterai yang berada di dalam perut. Karenanya, yang patut dipastikan adalah luka bekas operasi tidak kemerahan dan harus kering.

“Berbeda menempatkan alat pacu jantung antara usia anak dengan dewasa. Kalau dewasa, kulitnya sudah lebih tebal dan imunitasnya lebih tinggi. Sedangkan pada anak atau bayi sebaliknya, sehingga khawatir terjadi reaksi penolakan dari tubuhnya. Maka dari itu, terus kita awasi kultur darahnya untuk memastikan tidak ada infeksi sampai ke daerah sistemik,” terang Ayu.

Dia menyebutkan, alat pacu jantung dan baterai yang ditanam di dalam perut sejauh ini bekerja dengan baik, sehingga irama jantung bayi kembali normal. “Alatnya sudah dipasang dengan sedemikian perhitungan yang baik, sehingga ketika bayi beraktivitas dan tumbuh tidak terjadi masalah. Hanya saja, yang dikhawatirkan apabila keluarga memberikan alat-alat elektronik seperti ponsel ketika tumbuh esar nantinya hingga remaja. Sebab, alat elektronik akan mempercepat daya tahan dari baterai,” jabarnya.

Terkait berapa lama daya tahan baterai pemicu alat pacu jantung tersebut, Ayu mengatakan, daya tahannya diperkirakan 10 tahun. Namun, jika ada alat-alat elektronik didekatkan ke anak ini, maka memprcepat pengurasan daya baterainya. “Bayi ini mengalami kelainan jantung bawaan, karenanya hampir tidak ada kasus denyut jantung kembali normal tanpa alat pacu jantung. Oleh karena itu, alat tersebut tetap tertanam di tubuh anak itu seumur hidup,” pungkas Ayu.

Prof dr Guslihan Dada Tjipta SpAK mengatakan, sudah sekitar 30 tahun lebih berkarir dalam dunia kedokteran, kelainan irama jantung yang dialami bayi tersebut adalah pertama kali ditanganinya dan kasusnya cukup kompleks.

“Dulu mungkin ada tapi tidak sempat didiagnostik dan ditangani. Namun, kali ini kita menangani kasus kelainan jantung Total AV Blok dialami seorang bayi perempuan yang baru beberapa hari lahir. Bayi ini dilahirkan dari seorang ibu yang menderita penyakit lupus, dan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit tersebut,” katanya.

Ia menyebutkan, tim medis menangani bayi ini ketika masih berumur 3 hari. Kemudian, dilakukan konsultasi dengan pihak tertentu dan akhirnya diambil keputusan untuk pemasangan pacemaker. “Perawatan lanjutan setelah pemasangan pacemaker, kini kondisinya alhamdulillah sehat dan akan segera dipulangkan (berobat jalan),” ujarnya.

Sedangkan Kepala PJT RSUP H Adam Malik, dr Nizam Zikri Akbar SpJP (K) mengatakan, biaya operasi dan perawatan bayi tersebut selama di rumah sakit ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Karena, bayi itu terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan nasional. “Semua biayanya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Namun, karena kebetulan baru pertama kali menangani kasus seperti ini maka tidak memiliki tarif pastinya. Diperkirakan, biayanya sekitar Rp70 juta hingga Rp80 juta,” kata Nizam.

Disebutkan Nizam, biaya tersebut meliputi alat pacu jantung dan baterai yang ditanam di dalam perut bayi dengan taksiran harga sekira Rp30 juta. Sedangkan biaya operasi berkisar Rp40 juta hingga Rp50 juta.

Sebelumnya, Tim PJT RSUP Haji Adam Malik berhasil melakukan inovasi terbaru dalam menangani kasus penyakit langka terhadap bayi yang belum genap berusia 1 bulan. Bayi perempuan asal Kecamatan Medan Amplas ini mengalami kelainan irama jantung, sehingga dipasang alat pacu jantung permanen atau pacemaker.

Kini, bayi yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara ini kondisinya sudah normal seperti bayi pada umumnya. Namun, bayi yang diberi nama Sabilla masih butuh perawatan.

dr Nizam menjelaskan, awalnya bayi perempuan ini ditangani pihaknya ketika berusia 3 hari dengan berat badan 2.400 gram atau 2,4 kg dan panjang 46 cm. Setelah dilakukan penanganan oleh tim medis, bayi tersebut didiagnosa mengalami Total AV Blok.

Padahal, biasanya penyakit itu terjadi pada pasien dengan usia sangat tua atau dengan riwayat serangan jantung sebelumnya. “Total AV Blok adalah kelainan irama jantung yang tidak normal, dimana hal ini menyebabkan denyut jantung sangat lambat dan lemah karena gangguan aliran listrik jantung,” ungkap Nizam, Rabu (27/11).

Dijelaskan Nizam, pada bayi ini timbul kelainan irama jantung akibat bawaan lahir yang dipengaruhi oleh kondisi penyakit ibu dan obat-obatan yang diminum selama masa kehamilan, dengan angka kejadian 1 banding 20.000 kelahiran bayi.

“Risiko yang disebabkan karena gangguan aliran konduksi jantung tersebut menyebabkan denyut jantung sangat lambat, sehingga tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan oksigen bayi. Hal ini ditakutkan akan semakin mengganggu tumbuh kembang bayi, menyebabkan risiko infeksi menjadi lebih tinggi dan mengganggu aliran darah dalam tubuh sehingga tidak stabil,” terangnya.

Bahkan, lanjut Nizam, hal yang paling berbahaya pada kondisi bayi ini adalah dapat terjadi henti jantung tiba-tiba. “Tim perawatan pasien terdiri dari bagian anak, jantung dan bedah jantung, kemudian memutuskan untuk melakukan pemasangan permanent pacemaker (PPM) atau alat pacu jantung permanen. Oleh karena itu, dilakukan operasi pemasangan alat pacu jantung permanen tersebut,” paparnya.

Dalam operasi dengan memakan waktu sekitar 1,5 jam, kata Nizam, dilakukan pembedahan di bagian dada dan selaput pembungkus jantung. Selanjutnya, elektroda alat pacu jantung dipasang di epikardial. Sedangkan generator atau baterai pacu jantung ditanam di rongga perut. “Alat pacu jantung bekerja dengan baik, sehingga irama jantung bayi kembali normal. Tindakan pemasangan alat pacu jantung pada bayi ini adalah yang pertama kali dilakukan di Sumut khususnya di RSUP Haji Adam Malik,” ujar Nizam.

Diutarakan dia, ada berbagai tantangan dalam prosedur pemasangan alat pacu jantung pada bayi, terutama karena usianya yang belum mencapai 1 bulan. Sebab, dengan berat badan bayi yang sangat kecil dan kompleksitas organ jantung bayi, tentu hal ini menjadi tantangan bagi tim dokter. “Namun, tantangan itu dapat diatasi dengan baik berkat kerjasama tim dokter ahli bedah jantung, tim ahli pacu jantung, dan tim anestesi bedah jantung sehingga prosedur dapat berjalan dengan lancar,” ucapnya.

Ia menambahkan, saat ini berat badan bayi sudah naik menjadi 2.750 gram. Tim dokter masih terus melakukan pengawasan terhadap bekas luka operasi. “Apabila sudah benar-benar kering maka diperbolehkan pulang,” pungkasnya. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/