30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

1.027 Warga Sumut Idap TB

ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penderita tuberculosis (TB) di Sumatera Utara (Sumut) masih terbilang tinggi jumlahnya. Dari Januari hingga Mei 2019, tercatat 1.027 pasien. Saat ini mereka menjalani rawat jalan dan rawat inap. Dengan rincian, 834 jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan 193 rawat inap.

“Data dari Januari sampai bulan Mei 2019, ada 834 jumlah kunjungan pasien rawat jalan. Sedangkan untuk pasien yang rawat inap ada 193 orang,” ujar Kasubag Humas RSUP Haji Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak, kemarinn

Dikatakan Rosa, pada tahun lalu atau 2018 terdapat 6.267 kunjungan pasien TB yang melakukan rawat jalan. Sementara untuk yang rawat inap ada 433 pasien. “Pasien TB memang cukup tinggi di sini. Apalagi, rumah sakit ini merupakan satu-satunya tipe A di Sumut sehingga pasien yang berkunjung tidak berasal dari Medan saja. Melainkan, dari luar Medan seperti Aceh, Kisaran, Sibolga dan lainnya,” kata dia.

Menurutnya, untuk menekan jumlah penderita penyakit ini, masyarakat diminta agar tidak malu berobat ke Puskesmas atau rumah sakit milik pemerintah. Sebab sering kali masyarakat salah kaprah atau bahkan malu untuk berobat.

“Penyakit TB itu akan semakin cepat sembuh bila diobati sedari awal. Apabila, sudah terserang batuk lebih dari dua minggu, maka hendaknya segera berobat Puskemas atau rumah sakit terdekat,” imbaunya.

Terpisah, pengamat kesehatan dari Universitas Sumatera Utara, dr Delyuzar Sp PA (K) mengatakan, orang dengan penyakit TB lantaran ada faktor penularan. Maka, yang paling penting adalah melakukan pengobatan terhadap penderitanya agar tidak menularkan.

“Jadi bila kita melihat data yang tinggi itu berarti ada upaya melakukan penemuan kasus TB. Hal ini justru akan lebih baik daripada kita tidak menemukan kasusnya dan berkeliaran di masyarakat. Untuk itu, orang yang terkena TB itu harus segera diobati dan harus dicari dari mana ia mendapatkan penyakitnya itu,” katanya.

Selain diobati, lanjutnya, harus dilakukan investigasi siapa saja yang sudah tertular penyakit TB tersebut. Karena bila masih ada penderita apalagi yang tidak terdeteksi dan dia tetap berkeliaran, maka ada resiko tinggi akan penularan penyakit TB tadi.

“Jadi, orang yang kurang gizi akan mengakibatkan daya tahannya rendah dan pasien Diabetes Melitus (DM) juga mudah terinfeksi TB juga. Termasuk, pasien yang memiliki daya tahannya memang menurun termasuk pasien HIV-AIDS yang memiliki kontribusi untuk meningkatkan kasus TB ini. Bahkan belakangan ini cukup tinggi kasus penyakit DM disertai dengan TB,” jelasnya.

Delyuzar menyarankan agar meningkatkan daya tahan tubuh dengan gizi yang cukup, istirahat yang cukup. Sehingga, bila ada penderita TB di sekitar kita kondisi daya tahan tubuh akan lebih tinggi. Namun, kalau kurang gizi dan ada penyakit yang menyebabkan daya tahan kita menurun, risiko untuk tertular akan lebih banyak.

“Apalagi kalau mengalami batuk lebih dari 2 sampai 3 minggu dan berat badan menurun, nafsu makan menurun ditambah ada batuk berdarah, maka harus diwaspadai dan cepat lakukan pemeriksaan. Sebab penanganan TB cukup lama dan konsumsi obat harus teratur 6 sampai 9 bulan,” pungkasnya. (ris/ila)

ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penderita tuberculosis (TB) di Sumatera Utara (Sumut) masih terbilang tinggi jumlahnya. Dari Januari hingga Mei 2019, tercatat 1.027 pasien. Saat ini mereka menjalani rawat jalan dan rawat inap. Dengan rincian, 834 jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan 193 rawat inap.

“Data dari Januari sampai bulan Mei 2019, ada 834 jumlah kunjungan pasien rawat jalan. Sedangkan untuk pasien yang rawat inap ada 193 orang,” ujar Kasubag Humas RSUP Haji Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak, kemarinn

Dikatakan Rosa, pada tahun lalu atau 2018 terdapat 6.267 kunjungan pasien TB yang melakukan rawat jalan. Sementara untuk yang rawat inap ada 433 pasien. “Pasien TB memang cukup tinggi di sini. Apalagi, rumah sakit ini merupakan satu-satunya tipe A di Sumut sehingga pasien yang berkunjung tidak berasal dari Medan saja. Melainkan, dari luar Medan seperti Aceh, Kisaran, Sibolga dan lainnya,” kata dia.

Menurutnya, untuk menekan jumlah penderita penyakit ini, masyarakat diminta agar tidak malu berobat ke Puskesmas atau rumah sakit milik pemerintah. Sebab sering kali masyarakat salah kaprah atau bahkan malu untuk berobat.

“Penyakit TB itu akan semakin cepat sembuh bila diobati sedari awal. Apabila, sudah terserang batuk lebih dari dua minggu, maka hendaknya segera berobat Puskemas atau rumah sakit terdekat,” imbaunya.

Terpisah, pengamat kesehatan dari Universitas Sumatera Utara, dr Delyuzar Sp PA (K) mengatakan, orang dengan penyakit TB lantaran ada faktor penularan. Maka, yang paling penting adalah melakukan pengobatan terhadap penderitanya agar tidak menularkan.

“Jadi bila kita melihat data yang tinggi itu berarti ada upaya melakukan penemuan kasus TB. Hal ini justru akan lebih baik daripada kita tidak menemukan kasusnya dan berkeliaran di masyarakat. Untuk itu, orang yang terkena TB itu harus segera diobati dan harus dicari dari mana ia mendapatkan penyakitnya itu,” katanya.

Selain diobati, lanjutnya, harus dilakukan investigasi siapa saja yang sudah tertular penyakit TB tersebut. Karena bila masih ada penderita apalagi yang tidak terdeteksi dan dia tetap berkeliaran, maka ada resiko tinggi akan penularan penyakit TB tadi.

“Jadi, orang yang kurang gizi akan mengakibatkan daya tahannya rendah dan pasien Diabetes Melitus (DM) juga mudah terinfeksi TB juga. Termasuk, pasien yang memiliki daya tahannya memang menurun termasuk pasien HIV-AIDS yang memiliki kontribusi untuk meningkatkan kasus TB ini. Bahkan belakangan ini cukup tinggi kasus penyakit DM disertai dengan TB,” jelasnya.

Delyuzar menyarankan agar meningkatkan daya tahan tubuh dengan gizi yang cukup, istirahat yang cukup. Sehingga, bila ada penderita TB di sekitar kita kondisi daya tahan tubuh akan lebih tinggi. Namun, kalau kurang gizi dan ada penyakit yang menyebabkan daya tahan kita menurun, risiko untuk tertular akan lebih banyak.

“Apalagi kalau mengalami batuk lebih dari 2 sampai 3 minggu dan berat badan menurun, nafsu makan menurun ditambah ada batuk berdarah, maka harus diwaspadai dan cepat lakukan pemeriksaan. Sebab penanganan TB cukup lama dan konsumsi obat harus teratur 6 sampai 9 bulan,” pungkasnya. (ris/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/