Dokter Spesialis Anak RSUP H Adam Malik Medan, Dr. Olga Rasiyanti Siregar M.Ked (Ped) SpA mengatakan, Thalasemia adalah kelainan sel darah merah yang diturunkan (genetik) dan tidak bisa disembuhkan. Di Indonesia setiap tahunnya hampir 2500 anak-anak penderita Thalasemia lahir. Penyakit ini ditandai dengan kondisi sel darah merah yang mudah rusak atau umurnya lebih pendek (<120 hari) sehingga penderita mengalami anemia serta pembesaran limpa dan hati.
“Akibat anemia yang lama dan berat, anak tampak pucat. Bila tidak segera menjalani transfusi darah, efeknya bisa bahaya. Akan terjadi gagal jantung yang ditandai oleh sesak nafas dan pembengkakan tungkai bawah hingga mengakibatkan kematian, ini disebut dengan Thalasemia mayor. Sedangkan Thalasemia minor (pembawa sifat) biasanya tidak pucat. Untuk membedakannya harus dilakukan pemeriksaan analisi Hb (hemoglobin),” ucapnya.
Sambungnya, dengan menjalani transfusi darah setiap bulannya, maka zat besi turut masuk kedalam tubuh penderita. Namun penimbunan zat besi ini dapat dicegah dengan pemberian obat kelasi besi atau pengikat zat besi. Idealnya obat ini dikonsumsi setiap hari untuk seumur hidup,” jelasnya.
Sebenarnya, tambahnya, ada alternatif pengobatan lain seperti cangkok sumsum tulang. “Dengan cara ini jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan jaringan sumsum tulang pendor.
Namun diperlukan donor yang cocok. Akan lebih baik bila pendonor dari saudara kembar atau saudara kandung penderita. Di Indonesia, cara ini baru dilakukan di Semarang. Itupun sudah lama, sekitar 20 tahun lalu. Karena operasi ini membutuhkan biaya yang sangat besar, kesiapan tim bedah anak/internal, anastesi, serta dokter anatomi patologi. Tingkat keberhasilanya juga sangat kecil, karena bisa saja si pendonor mengalami kelumpuhan. Jadi cara ini masih dalam pengembangan,” terangnya.
Thalasemia dapat dicegah dengan melakukan skrining tes terhadap pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. Pemeriksaan laboratorium penting dilakukan, karena sebagian besar individu pembawa sifat talasemia tidak menunjukkan gejala dan tidak dapat dibedakan dengan orang normal.
“Oleh karena itu, pembawa sifat thalasemia hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium. Masalah serius akan terjadi bila sesama pembawa sifat thalasemia menikah. Mereka berpotensi melahirkan anak yang menderita thalasemia sebesar 25 persen,” kata Marissa dari Laboratorium Klinik Prodia. (mag- 11)