MEDAN, SUMUTPOS.CO – Empat calon jamaah haji (Calhaj) kloter 19 asal Kota Medan, Tanjungbalai, Sibolga, Kabupaten Deliserdang, dan Batubara, menunda keberangkatan ke Tanah Suci. Penyebab penundaan karena keempatnya sakit sebelum dan setelah masuk Asrama Haji Medann
Dua calhaj yang menunda keberangkatan sebelum masuk Asrama Haji yakni Dewi Adrianan Abdul Rifai (57) asal kota Medan, dengan manifes 71 ditunda karena sakit. Bulian Zabba Tampubolon (74) asal kota Tanjungbalai, manifes 363 tunda sakit.
Dua calhaj yang ditunda keberangkatan setelah masuk ke Asrama Haji yakni Reskhi Jonia Anwar (53) asal kota Medan, manifes 215. “Kemudian Erionza Bainus Saidi (57) asal kota Medan, manifes 216 juga ditunda karena sakit,” kata Sekretaris PPIH Embarkasi Medan, H Muslim dalam pesan siaran, Rabu (31/7).
Sementara itu, dua calhaj eks kloter 18 yang sempat tertunda, akan diberangkatkan ke Tanah Suci, mengisi slot kosong di kloter 19. “Anwar Perdamean Pohan (65) asal Kabupaten Batubara, manifes 215 dan Faridah Hanum Panjaitan (62) asal Batubara manifes 216, diberangkatkan di kloter 19,” sebutnya.
Hingga keberangkatan kloter 19 ke Tanah Suci, tinggal 3 kloter lagi yang menunggu di berangkatkan. Total 7.399 calhaj Embarkasi Medan, telah tiba di Makkah. “Dari 3 kloter yang menunggu diberangkatkan, menyisakan 1.242 calon jamaah haji lagi,” kata Muslim.
Muslim merincikan, calhaj pria sebanyak 2.939 orang dan wanita sebanyak 4.460 orang.
Sistem Zonasi Permudah Calon Jama’ah Haji Sistem zonasi yang diterapkan Kementerian Agama melalui Ditjen Penyelenggara Haji dan Umrah dalam mengatur ratusan ribu jamaah calon haji asal Indonesia, dinilai dapat lebih mempermudah jamaah haji Indonesia selama di Tanah Suci, misalnya dalam hal bahasa, budaya dan adat istiadat, karena dapat dikumpulkan dalam satu tempat.
Demikian disampaikan Ketua TPHD Sergai Ir H Soekirman yang juga Bupati Sergai saat mendampingi para jamaah haji asal Sergai kepada Kadis Kominfo Sergai Drs Akmal MSi melalui pesan Whatshapp langsung dari Tanah Suci Makkah, Selasa (30/7) malam.
Tentunya dengan penerapan sistem zonasi akan lebih mempermudah para petugas haji untuk memberikan dan menyediakan makanan khas daerah dengan konsep cita rasa nusantara. Seperti contoh, penginapan (pondokan) dengan sistem zonasi membuat rasa Indonesia sangat kental sehingga persaudaraan Haji sangat mudah untuk terjalin di sana. “Begitu juga yang dirasakan para calon haji kloter 7 asal Sergai, Tebingtinggi, Binjai dan Nias. Meskipun jauh dari Masjidil Haram, namun tidak ada masalah karena tersedianya shuttle bus shalawat yang melayani sampai 24 jam, kata Soekirman.
Menurutnya, dengan sistem zonasi ini seolah jamaah haji berada di Indonesia, atau di daerah sendiri. Ditambah lagi, dengan toko yang menyediakan bahan pokok dan berbagai kebutuhan termasuk oleh-oleh. “Semua toko yang ada di sini diberi merk “Toko Indonesia”, bahkan ada yang mengibarkan bendera merah putih juga,” bilang Soekirman.
Dikatakan Soekirman, para jamaah haji asal Sergai yang tergabung di kloter 7 berlokasi di Syisyah tepatnya di Hotel Rehab Al Mahabbah Maktab 117 gedung 15 lantai yang dihuni para jamaah haji asal Sergai. Dihotel tersebut, selain kloter 7 ada juga kloter Medan dan Simalungun, yang bersebelahan dengan Hotel di Maktap 116, kemudian di depan Maktab 115 ada kloter Padangsidimpuan, Tapanuli Tengah, dan Sibolga. Selanjutnya di belakang Maktab 111 dari Provinsi Sumatera Barat (Padang). “Intinya sekitar pemondokan, zonasi Sumut berdekatan sehingga suasananya seperti dikampung sendiri,” kata Soekirman.
Soekirman menceritakan, yang lebih menarik lagi semua pemondokan selalu dilengkapi dengan Toko Indonesia yang menjual barang-barang kebutuhan seperti layaknya dinegeri kita. Bagi jamaah yang ingin masak sendiri, bisa membeli beras pandan wangi atau jasmin dengan harga R6/kg, sambal terasi R15/botol, Tomat R6/kg, Cabe Merah/Hijau R10/kg, Kerupuk R5/bungkus, pisang ambon R10 /kg, Popmie R 5 /gelas, dan banyak lagi yang ditawarkan seperti obat-obatan minyak angin, tolak angin, dan kebutuhan lainnya, tutur Soekirman.
Soekirman menyebutkan, untuk kapasitas masjid masing-masing Maktab berkisar 500 orang, campur dengan jamaah calon haji perempuan yang berada di lantai atas. Sedangkan untuk masjid berjarak 20 meter dari pemondokan. Dengan berjarak 20 meter sangat membantu bagi para jamaah yang tidak pergi ke Masjidil Haram.
Sedangkan bagi para jamaah yang ingin pulang dengan membawa oleh-oleh seperti kurma nabi, sajadah, pernak pernik, jam tangan, batu cincin, baju gamis, topi lobe, tasbih, mainan anak, dan lainnya semua tersedia di toko-toko Indonesia. “Pada umumnya pemilik toko di sini adalah orang Arab tetapi mereka bisa berbahasa Indonesia,” sebut Soekirman.
Soekirman yang bersemangat menjalankan tugasnya sebagai TPHD, kembali mengatakan, pemondokan dengan sistem penerapan zonasi hampir semuanya ada masjid lokal yang diperuntukan bagi para calon jamaah haji yang akan melaksanakan salat fardhu, kemudian diisi dengan tausyiah Tuan Syekh dari Arab Saudi yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. (man/sur)