30 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Medan Plaza Beroperasi Secara Ilegal

DANIL SIREGAR/SUMUT POS POLISI BERJAGA: Suasana paskaterbakarnya gedung Medan Plaza di Jalan Iskandar Muda Medan, Senin (23/8). Sejumlah petugas Polisi berjaga-jaga, guna memberikan keamanan di sekitar gedung.
DANIL SIREGAR/SUMUT POS
POLISI BERJAGA: Suasana paskaterbakarnya gedung Medan Plaza di Jalan Iskandar Muda Medan, Senin (23/8). Sejumlah petugas Polisi berjaga-jaga, guna memberikan keamanan di sekitar gedung.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Medan Plaza yang berdiri di tanah Pemko Medan atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) ternyata telah beroperasi secara ilegal sejak berpuluh-puluh tahun silam. Pasalnya, salah satu pusat perbelanjaan tertua di Kota Medan itu beroperasi tanpa mengantongi hak guna bangunan (HGB) dari Pemko Medan selaku pemilik HPL.

“Medan Plaza itu berdiri di atas HPL Pemko Medan dan merupakan proyek kerja sama dengan PT Sajai Utama, tapi sejauh ini Pemko Medan tidak pernah menerbitkan HGB untuk Medan Plaza,” kata Pjs Kabag Hukum Setda Medan, Ikhwan Habibi Daulay saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi C DPRD Medan pedagang, serta penasehat hukum manajemen Medan Plaza, Senin (31/8).

Disebutkannya, awalnya HPL seluas 16,432 meter persegi tersebut dikerjasamakan dengan PT Sajai Utama pada 1971. Namun, belakangan dipindah tangankan kepada Medan Plaza.

“Setelah dialihkan ke Medan Plaza, kami tidak pernah menerbitkan HGB-nya lagi,” sebut pria yang juga menjabat Asisten Umum Setda Kota Medan itu.

Lebih lanjut, dia menyatakan, terjadi sengeketa antara Medan Plaza dengan PT Sajai Utama dan Pemko Medan ikut tergugat didalamnya sampai pada akhirnya Pemko Medan kalah dalam proses persidangan.

Persidangan itu sendiri, menurut Ikhwan, karena Pemko Medan ingin mengambil lahan yang saat ini dijadikan lokasi parkir kendaraan sepeda motor di Medan Plaza karena ada pihak lain yang mengajukan HGB atas lahan tersebut.

Selain itu, di waktu yang bersamaan PT Sajai Utama juga mengajukan HGB. “Di waktu yang sama, ada dua pihak yang mengajukan HGB, tentu permohonan itu tidak dapat kami proses. Makanya sampai saat ini Medan Plaza tidak memiliki HGB dari Pemko Medan, meski kalah dalam persidangan Pemko Medan melakukan gugatan kembali jadi proses hukum masih berjalan,” tuturnya.

Mendengarkan penjelasan tersebut, Ketua Komisi C DPRD Medan, Salman Alfarisi yang menjadi pimpinan RDP dengan tegas mengatakan, Medan Plaza telah beroperasi secara ilegal sejak berpuluh-puluh tahun silam.

“Kalau tidak ada HGB-nya, bagaimana proses perizinan mulai dari IMB, izin Ho (gangguan), SIUP, TDP dan lain sebagainya. Berarti tidak ada juga, sama saja operasional Medan Plaza ilegal,” ketus Salman.

Salman juga mempertanyakan proses sewa-menyewa lahan milik Pemko Medan yang telah berdiri bangunan Mal Medan Plaza. “Kita perlu tahu, sistem apa yang dipakai dalam proses peminjaman lahan tersebut, siapa yang meminjam dan kapan berakhirnya,” bilang politisi PKS itu.

Dia sangat menyayangkan persoalan krusial seperti ini baru diketahui setelah ada insden terbakarnya Medan Plaza. “Kalau peristiwa kebakaran tidak ada, persoalan ini dibiarkan begitu saja. Ini persoalan aset, kenapa dibiarkan begitu saja,” bebernya.

Anggota Komisi C DPRD Medan, Roby Barus menyarankan agar dibentuk Panitia Khusus (Pansus) aset. Dimana, pansus akan bekerja menelusuri keberadaan aset Pemko Medan yang mulai tidak jelas keberadaannya.

“Setelah persoalan ini selesai, saya minta Komisi C menjadi penggagas dibentuknya Pansus Aset,” timpal pria berkepala plontos itu.

Mengenai insiden terbakarnya Medan Plaza, Politisi PDIP itu menilai banyak kejanggalan yang terjadi. Sebab, dirinya mendapatkan informasi bahwa ada kesan pembiaran yang dilakukan pengelola mal.

“Kalau dari awal apinya dipadamkan, peristiwa kebakaran ini tidak akan terjadi. Saya sudah lihat rekamannya, waktu itu apinya sangat kecil dan mudah untuk dijinakkan, kenapa bisa seluruh gedung terbakar, pasti ada indikasi kesengajaan,” ujarnya.

Apabila indikasi Mal Medan Plaza benar sengaja dibakar, ia menyebutkan bahwa oknum yang melakukan tindakan tersebut biadap dan tidak berprikemanusiaan, apalagi di tengah kondisi perekonomian yang sedang sulit.

“Kan kasihan pedagang, rakyat kita juga yang jadi korban. Kami juga akan mendesak agar aparat kepolisian serius menangani kasus ini, dan tidak mengabaikan bukti-bukti yang ada,” bebernya.

Perwakilan pedagang, Tumpal membeberkan beberapa indikasi bahwa Mal Medan Plaza sengaja dibakar. Pertama, peristiwa kebakaran terjadi beriksar pukul 01.45 WIB. Kedua, terjadi pada tanggal 22.

Menurut Tumpal, kedua indikasi tersebut memiliki arti tersendiri, dimana pukul 01.30 merupakan batas terakhir penghuni Medan Plaza keluar. “Biasanya yang paling lama keluar gedung itu pengelola bioskop, jelas indikasinya bahwa peristiwa kebakaran menghindari adanya korban jiwa,” kata Tumpal.

Sedangkan pada tanggal 21, lanjut dia, merupakan batas akhir pembayaran perawatan gedung. “Pihak management juga tidak mau kehilangan potensi pemasukan, belum lagi awal mula api yang sangat kecil dan bisa dipadamkan, namun sengaja dibiarkan sampai pada akhirnya api membesar dan menghanguskan Medan Plaza,” cetusnya.

Sementara itu, Penasehat Hukum Medan Plaza, Akhmad Zaini mengakui, pihaknya sampai saat ini tidak pernah diberikan HGB oleh Pemko Medan. “Saya tidak tahu alasannya apa, pengajuan HGB juga bukan sekali dilakukan, tapi berulang kali,” sebutnya.

Diakuinya, mereka pernah menggugat PT Sanjai Utama selaku pihak yang mendapatkan HPL tersebut dan mereka menang sampai pada tingkat peninjauan kembali. Kemudian mereka digugat Pemko dan mereka tetap menang. Pada 2004 sudah ada perdamaian.

“Tapi, kami tetap tidak juga mendapatkan HGB. Padahal setelah perdamaian, pemko berjanji menerbitkan HGB. Akta perdamaian ada, semua ada. Tapi, karena kembali ke Pemko Medan juga urusannya, tetap saja itu tidak terbit. Apa salah Medan Plaza saya tidak tahu,” akunya.

Mengenai adanya indikasi Medan Plaza sengaja dibakar, Zaini langsung membantah tudingan tersebut. “Kasus ini sedang diselidiki pihak kepolisian, jadi kita tidak bisa menyimpulkan begitu saja,” kilahnya.

Lebih lanjut, dia mengaku dalam pembuatan kontrak sewa menyewa maupun dengan pemilik ruang berjualan menyampaikan untuk mengansuransikan barang dagangannya.

Sehingga, ketika terjadi kejadian luar biasa atau yang tidak diduga juga diatur dalam kontrak tersebut tidak ada ganti rugi. “Masalah kebakaran atau force major juga diatur. Inikan tidak tahu salah siapa. Kami tidak mau ganti rugi. Kami tetap pada peraturan yang telah disepakati. Kami mengacu kesana,” terangnya.

Dia menambahkan, apabila terjadi kebakaran dan gedung tidak berfungsi lagi, maka kerjasama atau kontrak dianggap berakhir. Tidak bisa dilanjutkan. Hanya saja, ketika dipenghunjung pertemuan, Zaini sedikit melunak dengan menyebutkan pihaknya sedang melakukan pendataan sambil menunggu keluarnya hasil labfor oleh pihak kepolisian atas penyebab terjadinya kebakaran tersebut. Hal ini begitu tahu pihak pengelola mengutip PBB dan pendapatan dari pedagang. Padahal pengutipan pajak harus dilakukan petugas, tidak bisa orang lain.

“Kalaupun pemilik ingin merubah fungsi gedung itu harus melalui rapat umum pemegang saham. Sampai sekarang belum ada dilakukan. Kami tetap kembali pada perjanjian. Kami juga mau mengundang pihak pedagang untuk membicarakan masalah ini. Terkait sisa kontrak maupun lainnya begitu gedung selesai,” tukasnya. (dik/adz)

DANIL SIREGAR/SUMUT POS POLISI BERJAGA: Suasana paskaterbakarnya gedung Medan Plaza di Jalan Iskandar Muda Medan, Senin (23/8). Sejumlah petugas Polisi berjaga-jaga, guna memberikan keamanan di sekitar gedung.
DANIL SIREGAR/SUMUT POS
POLISI BERJAGA: Suasana paskaterbakarnya gedung Medan Plaza di Jalan Iskandar Muda Medan, Senin (23/8). Sejumlah petugas Polisi berjaga-jaga, guna memberikan keamanan di sekitar gedung.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Medan Plaza yang berdiri di tanah Pemko Medan atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) ternyata telah beroperasi secara ilegal sejak berpuluh-puluh tahun silam. Pasalnya, salah satu pusat perbelanjaan tertua di Kota Medan itu beroperasi tanpa mengantongi hak guna bangunan (HGB) dari Pemko Medan selaku pemilik HPL.

“Medan Plaza itu berdiri di atas HPL Pemko Medan dan merupakan proyek kerja sama dengan PT Sajai Utama, tapi sejauh ini Pemko Medan tidak pernah menerbitkan HGB untuk Medan Plaza,” kata Pjs Kabag Hukum Setda Medan, Ikhwan Habibi Daulay saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi C DPRD Medan pedagang, serta penasehat hukum manajemen Medan Plaza, Senin (31/8).

Disebutkannya, awalnya HPL seluas 16,432 meter persegi tersebut dikerjasamakan dengan PT Sajai Utama pada 1971. Namun, belakangan dipindah tangankan kepada Medan Plaza.

“Setelah dialihkan ke Medan Plaza, kami tidak pernah menerbitkan HGB-nya lagi,” sebut pria yang juga menjabat Asisten Umum Setda Kota Medan itu.

Lebih lanjut, dia menyatakan, terjadi sengeketa antara Medan Plaza dengan PT Sajai Utama dan Pemko Medan ikut tergugat didalamnya sampai pada akhirnya Pemko Medan kalah dalam proses persidangan.

Persidangan itu sendiri, menurut Ikhwan, karena Pemko Medan ingin mengambil lahan yang saat ini dijadikan lokasi parkir kendaraan sepeda motor di Medan Plaza karena ada pihak lain yang mengajukan HGB atas lahan tersebut.

Selain itu, di waktu yang bersamaan PT Sajai Utama juga mengajukan HGB. “Di waktu yang sama, ada dua pihak yang mengajukan HGB, tentu permohonan itu tidak dapat kami proses. Makanya sampai saat ini Medan Plaza tidak memiliki HGB dari Pemko Medan, meski kalah dalam persidangan Pemko Medan melakukan gugatan kembali jadi proses hukum masih berjalan,” tuturnya.

Mendengarkan penjelasan tersebut, Ketua Komisi C DPRD Medan, Salman Alfarisi yang menjadi pimpinan RDP dengan tegas mengatakan, Medan Plaza telah beroperasi secara ilegal sejak berpuluh-puluh tahun silam.

“Kalau tidak ada HGB-nya, bagaimana proses perizinan mulai dari IMB, izin Ho (gangguan), SIUP, TDP dan lain sebagainya. Berarti tidak ada juga, sama saja operasional Medan Plaza ilegal,” ketus Salman.

Salman juga mempertanyakan proses sewa-menyewa lahan milik Pemko Medan yang telah berdiri bangunan Mal Medan Plaza. “Kita perlu tahu, sistem apa yang dipakai dalam proses peminjaman lahan tersebut, siapa yang meminjam dan kapan berakhirnya,” bilang politisi PKS itu.

Dia sangat menyayangkan persoalan krusial seperti ini baru diketahui setelah ada insden terbakarnya Medan Plaza. “Kalau peristiwa kebakaran tidak ada, persoalan ini dibiarkan begitu saja. Ini persoalan aset, kenapa dibiarkan begitu saja,” bebernya.

Anggota Komisi C DPRD Medan, Roby Barus menyarankan agar dibentuk Panitia Khusus (Pansus) aset. Dimana, pansus akan bekerja menelusuri keberadaan aset Pemko Medan yang mulai tidak jelas keberadaannya.

“Setelah persoalan ini selesai, saya minta Komisi C menjadi penggagas dibentuknya Pansus Aset,” timpal pria berkepala plontos itu.

Mengenai insiden terbakarnya Medan Plaza, Politisi PDIP itu menilai banyak kejanggalan yang terjadi. Sebab, dirinya mendapatkan informasi bahwa ada kesan pembiaran yang dilakukan pengelola mal.

“Kalau dari awal apinya dipadamkan, peristiwa kebakaran ini tidak akan terjadi. Saya sudah lihat rekamannya, waktu itu apinya sangat kecil dan mudah untuk dijinakkan, kenapa bisa seluruh gedung terbakar, pasti ada indikasi kesengajaan,” ujarnya.

Apabila indikasi Mal Medan Plaza benar sengaja dibakar, ia menyebutkan bahwa oknum yang melakukan tindakan tersebut biadap dan tidak berprikemanusiaan, apalagi di tengah kondisi perekonomian yang sedang sulit.

“Kan kasihan pedagang, rakyat kita juga yang jadi korban. Kami juga akan mendesak agar aparat kepolisian serius menangani kasus ini, dan tidak mengabaikan bukti-bukti yang ada,” bebernya.

Perwakilan pedagang, Tumpal membeberkan beberapa indikasi bahwa Mal Medan Plaza sengaja dibakar. Pertama, peristiwa kebakaran terjadi beriksar pukul 01.45 WIB. Kedua, terjadi pada tanggal 22.

Menurut Tumpal, kedua indikasi tersebut memiliki arti tersendiri, dimana pukul 01.30 merupakan batas terakhir penghuni Medan Plaza keluar. “Biasanya yang paling lama keluar gedung itu pengelola bioskop, jelas indikasinya bahwa peristiwa kebakaran menghindari adanya korban jiwa,” kata Tumpal.

Sedangkan pada tanggal 21, lanjut dia, merupakan batas akhir pembayaran perawatan gedung. “Pihak management juga tidak mau kehilangan potensi pemasukan, belum lagi awal mula api yang sangat kecil dan bisa dipadamkan, namun sengaja dibiarkan sampai pada akhirnya api membesar dan menghanguskan Medan Plaza,” cetusnya.

Sementara itu, Penasehat Hukum Medan Plaza, Akhmad Zaini mengakui, pihaknya sampai saat ini tidak pernah diberikan HGB oleh Pemko Medan. “Saya tidak tahu alasannya apa, pengajuan HGB juga bukan sekali dilakukan, tapi berulang kali,” sebutnya.

Diakuinya, mereka pernah menggugat PT Sanjai Utama selaku pihak yang mendapatkan HPL tersebut dan mereka menang sampai pada tingkat peninjauan kembali. Kemudian mereka digugat Pemko dan mereka tetap menang. Pada 2004 sudah ada perdamaian.

“Tapi, kami tetap tidak juga mendapatkan HGB. Padahal setelah perdamaian, pemko berjanji menerbitkan HGB. Akta perdamaian ada, semua ada. Tapi, karena kembali ke Pemko Medan juga urusannya, tetap saja itu tidak terbit. Apa salah Medan Plaza saya tidak tahu,” akunya.

Mengenai adanya indikasi Medan Plaza sengaja dibakar, Zaini langsung membantah tudingan tersebut. “Kasus ini sedang diselidiki pihak kepolisian, jadi kita tidak bisa menyimpulkan begitu saja,” kilahnya.

Lebih lanjut, dia mengaku dalam pembuatan kontrak sewa menyewa maupun dengan pemilik ruang berjualan menyampaikan untuk mengansuransikan barang dagangannya.

Sehingga, ketika terjadi kejadian luar biasa atau yang tidak diduga juga diatur dalam kontrak tersebut tidak ada ganti rugi. “Masalah kebakaran atau force major juga diatur. Inikan tidak tahu salah siapa. Kami tidak mau ganti rugi. Kami tetap pada peraturan yang telah disepakati. Kami mengacu kesana,” terangnya.

Dia menambahkan, apabila terjadi kebakaran dan gedung tidak berfungsi lagi, maka kerjasama atau kontrak dianggap berakhir. Tidak bisa dilanjutkan. Hanya saja, ketika dipenghunjung pertemuan, Zaini sedikit melunak dengan menyebutkan pihaknya sedang melakukan pendataan sambil menunggu keluarnya hasil labfor oleh pihak kepolisian atas penyebab terjadinya kebakaran tersebut. Hal ini begitu tahu pihak pengelola mengutip PBB dan pendapatan dari pedagang. Padahal pengutipan pajak harus dilakukan petugas, tidak bisa orang lain.

“Kalaupun pemilik ingin merubah fungsi gedung itu harus melalui rapat umum pemegang saham. Sampai sekarang belum ada dilakukan. Kami tetap kembali pada perjanjian. Kami juga mau mengundang pihak pedagang untuk membicarakan masalah ini. Terkait sisa kontrak maupun lainnya begitu gedung selesai,” tukasnya. (dik/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/