25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Banyak RS Belum Paham Proses Klaim ke Kemenkes, Gubsu Bantu Cairkan Klaim Biaya Covid-19

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Masih cukup banyak RS yang belum mengajukan klaim biaya pengobatan Covid-19 ke Kementerian Kesehatan, yakni sekitar 40 RS. Karenanya Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut siap membantu rumah sakit untuk klaim biaya penanganan Covid-19.

TELECONFERENCE: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi melakukan teleconference dengan  Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Luhut Pandjaitan di  Rumah Dinas Gubernur Sumut Jalan Sudirman Medan, Rabu (30/9). Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut/Veri Ardian.
TELECONFERENCE: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi melakukan teleconference dengan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Luhut Pandjaitan di Rumah Dinas Gubernur Sumut Jalan Sudirman Medan, Rabu (30/9). Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut/Veri Ardian.

GTPP Covid-19 Sumut juga akan membentuk tim untuk mempercepat proses klaim, agar keuangan rumah sakit (RS) bisa berjalan dengan baik.

Menurut Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi, banyaknya RS yang belum mengajukan klaim, karena adanya ketidaksepahaman antara manajemen RS dengan BPJS yang merupakan verifikator. Selain itu, sebagian RS juga belum mendapat informasi secara lengkap alur atau tata cara proses pengklaiman.

“Masalahnya, ada ketidaksepemahaman antara RS dan BPJS selaku verifikator. Ada juga yang mengatakan belum paham secara detail proses pengklaiman. Jadi kita akan bantu RS untuk mempermudah klaim biaya ini, karena kita tahu keuangan faktor sangat krusial di RS,” kata Edy Rahmayadi, di Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Sudirman Medan, usai melakukan teleconference dengan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Rabu (30/9).

Untuk mempercepat proses klaim, GTPP Covid-19 Sumut akan membentuk tim yang akan membimbing RS agar klaim biaya Covid-19 cepat selesai. “Kita akan membentuk tim agar penanganannya fokus dan lebih cepat seperti yang diminta Pak Luhut Binsar Pandjaitan, agar RS tidak terkendala masalah finansial,” kata Edy Rahmayadi.

Menurut keterangan Plt Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir, awalnya berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 238/2020, ada 10 kluster permasalahan yang menjadi terhambatnya klaim Covid-19. Yaitu identitas yang tidak sesuai, kriteria peserta jaminan Covid-19 tidak sesuai, pemeriksaan penunjang lab tidak sesuai ketentuan, tata laksana isolasi tidak sesuai dengan ketentuan dan berkas klaim tidak lengkap.

Kemudian diagnosa penyakit penyerta merupakan bagian diagnosa utama (seharusnya diagnosa utama Covid-19), diagnosa komorbid tidak sesuai, rawat inap dilakukan di luar ruangan isolasi yang ditetapkan direktur RS, pemeriksaan penunjang radiologi tidak sesuai ketentuan, dan klaim tidak sesuai karena masalah aplikasi e-klaim.

Dari 10 kluster tersebut, Kemenkes akhirnya memangkas masalah menjadi 4 kluster melalui Kepmenkes 446/2020. Keempat kluster tersebut adalah berkas klaim tidak lengkap, kriteria penjaminan tidak sesuai ketentuan (permasalahan keterbatasan SPA di DTPK), diagnosa komorbid tidak sesuai ketentuan (ada diagnosa komorbid, tetapi tata laksana tidak terlihat di dokumen), diagnosa sekunder merupakan gejala dari utama (Covid-19).

“Kita sudah pangkas kluster menjadi 4 dari 10 melalui Kepmenkes 446/2020. Ini harusnya lebih mempermudah RS dalam melakukan proses klaim Covid-19. Dan satu lagi pengajuannya tanggal 10 tiap bulannya,” kata Abdul Kadir, melalui teleconference.

Luhut Binsar Pandjaitan yang juga merupakan koordinator penanganan Covid-19 untuk sembilan provinsi dengan kasus terbanyak di Indonesia meminta agar kepala daerah membantu RS mempercepat klaim Covid-19. Dia juga meminta kepala daerah untuk membuat satuan tugas khusus untuk menangani masalah klaim Covid-19.

“Gubernur, bupati bantu RS yang kesulitan melakukan klaim. Cash flow (arus kas) itu merupakan jantungnya RS. Bila mereka sampai kesulitan keuangan, situasi akan menjadi lebih sulit. Jadi saya minta bentuk task force untuk mempercepat proses ini,” kata Luhut.

Dirut BPJS, Fachmi Idris, mengatakan pihaknya dan Kemenkes telah bekerja keras untuk mempercepat proses klaim biaya Covid-19.

Pada 28 September 2020, Kemenkes melalui BPJS telah membayar total klaim Rp5.629 miliar dan di 29 September sebesar Rp5.792 miliar (meningkat Rp163 juta). Untuk lebih meningkatkan hal tersebut, RS perlu tahu prosedur pengajuan klaim Covid-19.

“Kita tidak pernah berupaya untuk menghambat klaim. Karena semua sistem saat ini online menggunakan aplikasi. Jadi RS perlu melengkapi semua dokumen untuk verifikasi. Kita berkeinginan agar klaim dispute nol ke depannya, sehingga RS tidak kesulitan masalah finansial,” kata Fachmi.

Selain Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, beberapa kepala daerah juga hadir pada rapat daring kali ini, seperti Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dan beberapa kepala daerah lainnya.

Penyekatan Nias Dapat Dukungan

Sementara itu, rencana Gubsu Edy Rahmayadi memperpanjang penyekatan atau isolasi Kepulauan Nias jika kasus Covid-19 tak mampu ditekan, mendapat dukungan dari beberapa pihak. Diharapkan sebelum kebijakan dimaksud diterapkan, segala aspek mesti dipertimbangkan secara matang.

“Tentunya, semua aspek mesti dilihat baik sosial ekonomi terhadap masyarakat Nias sendiri maupun orang yang masuk ke Nias,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Sumut, Hendro Susanto menjawab Sumut Pos, Rabu (30/9).

Menurut Hendro, aspek kesehatan warga di Kepulauan Nias adalah prioritas yang harus dilakukan. Karena jika semakin banyak yang terpapar, maka aspek ekonomi dan sosial masyarakat menjadi terdampak. “Di samping itu tentu dukungan semua alat kesehatan mesti dilakukan pemerintah provinsi secara maksimal, termasuk bantuan tenaga medis dan logistik yang turut dibantu oleh pemerintah daerah se Kepulauan Nias,” katanya.

Hal senada disampaikan pengamat sosial asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Ansor Siregar. Namun ia menekankan, kesiapan daripada sumberdaya manusia maupun lainnya perlu untuk diperhitungkan jika waktu isolasi di Kepulauan Nias diperpanjang. “Secara teknis memang cukup sederhana. Pertanyaannya punya sumberdayakah kita untuk itu?” ucapnya.

Kata Shohibul, dalam pandemi Covid-19 ini, di seluruh tanah air soal kemampuan menjadi masalah utama. Sebab, data yang ada tidak diperoleh berdasarkan upaya akademis. “Artinya tidak ada perbandingan rasional populasi dengan sample yang dites. Daerah seperti Nias yang keluar masuk orang sebenarnya lebih mudah dikontrol melalui pintu masuk laut dan udara. Sekarang pun sebetulnya belum terlambat untuk memberi jawaban yang tuntas untuk Nias,” pungkasnya.

Sebelumnya, Gubsu yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, menyatakan, penyekatan Kepulauan Nias akan diperpanjang jika setelah 14 hari nanti, justru angka orang yang terpapar korona di sana semakin bertambah. “Kita berharap (melalui penyekatan) benar-benar teratasi. Baik orang-orang yang terkonfirmasi dan pasien bisa penyembuhan maksimal. Kita lihat dulu, jika itu tidak terselesaikan kita perpanjang,” katanya menjawab wartawan di Rumah Dinas Gubsu, Jl. Sudirman Medan, Selasa (29/9).

Ia mengungkapkan, hingga kemarin tingkat penyembuhan pasien Covid-19 Sumut sudah mencapai 64 persen. Sedangkan dari skala nasional, pada kategori itu sudah mencapai 73 persen. “Ini yang kita berusaha kejar tingkat penyembuhan itu,” katanya.

Edy juga mengutarakan melalui penyekatan Kepulauan Nias yang sudah berjalan satu minggu ini, telah terjadi penurunan kasus positif Covid-19 di wilayah dimaksud. “Sangat menurun. Kemarin (Senin) hanya 83 orang yang kena dari minggu yang lalu itu 200 orang. Begitu drastisnya (di Nias) itu turun,” pungkasnya. (prn)

Data BPJS Kesehatan, ada 6 rumah sakit (RS) di Sumatera Utara yang sudah mengajukan klaim dengan total biaya sekitar Rp284 miliar dari 3.917 kasus. Namun klaim yang sesuai baru setengahnya, yakni sekitar Rp140 miliar dari 2.404 kasus. Sedangkan yang masih dalam perselisihan (dispute) sekitar Rp143 miliar dari 1.513 kasus.

Masih cukup banyak RS yang belum mengajukan klaim biaya pengobatan Covid-19 ke Kementerian Kesehatan, yakni sekitar 40 RS. Karenanya Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut siap membantu rumah sakit untuk klaim biaya penanganan Covid-19.

GTPP Covid-19 Sumut juga akan membentuk tim untuk mempercepat proses klaim, agar keuangan rumah sakit (RS) bisa berjalan dengan baik.

Menurut Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi, banyaknya RS yang belum mengajukan klaim, karena adanya ketidaksepahaman antara manajemen RS dengan BPJS yang merupakan verifikator. Selain itu, sebagian RS juga belum mendapat informasi secara lengkap alur atau tata cara proses pengklaiman.

“Masalahnya, ada ketidaksepemahaman antara RS dan BPJS selaku verifikator. Ada juga yang mengatakan belum paham secara detail proses pengklaiman. Jadi kita akan bantu RS untuk mempermudah klaim biaya ini, karena kita tahu keuangan faktor sangat krusial di RS,” kata Edy Rahmayadi, di Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Sudirman Medan, usai melakukan teleconference dengan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Rabu (30/9).

Untuk mempercepat proses klaim, GTPP Covid-19 Sumut akan membentuk tim yang akan membimbing RS agar klaim biaya Covid-19 cepat selesai. “Kita akan membentuk tim agar penanganannya fokus dan lebih cepat seperti yang diminta Pak Luhut Binsar Pandjaitan, agar RS tidak terkendala masalah finansial,” kata Edy Rahmayadi.

Menurut keterangan Plt Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir, awalnya berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 238/2020, ada 10 kluster permasalahan yang menjadi terhambatnya klaim Covid-19. Yaitu identitas yang tidak sesuai, kriteria peserta jaminan Covid-19 tidak sesuai, pemeriksaan penunjang lab tidak sesuai ketentuan, tata laksana isolasi tidak sesuai dengan ketentuan dan berkas klaim tidak lengkap.

Kemudian diagnosa penyakit penyerta merupakan bagian diagnosa utama (seharusnya diagnosa utama Covid-19), diagnosa komorbid tidak sesuai, rawat inap dilakukan di luar ruangan isolasi yang ditetapkan direktur RS, pemeriksaan penunjang radiologi tidak sesuai ketentuan, dan klaim tidak sesuai karena masalah aplikasi e-klaim.

Dari 10 kluster tersebut, Kemenkes akhirnya memangkas masalah menjadi 4 kluster melalui Kepmenkes 446/2020. Keempat kluster tersebut adalah berkas klaim tidak lengkap, kriteria penjaminan tidak sesuai ketentuan (permasalahan keterbatasan SPA di DTPK), diagnosa komorbid tidak sesuai ketentuan (ada diagnosa komorbid, tetapi tata laksana tidak terlihat di dokumen), diagnosa sekunder merupakan gejala dari utama (Covid-19).

“Kita sudah pangkas kluster menjadi 4 dari 10 melalui Kepmenkes 446/2020. Ini harusnya lebih mempermudah RS dalam melakukan proses klaim Covid-19. Dan satu lagi pengajuannya tanggal 10 tiap bulannya,” kata Abdul Kadir, melalui teleconference.

Luhut Binsar Pandjaitan yang juga merupakan koordinator penanganan Covid-19 untuk sembilan provinsi dengan kasus terbanyak di Indonesia meminta agar kepala daerah membantu RS mempercepat klaim Covid-19. Dia juga meminta kepala daerah untuk membuat satuan tugas khusus untuk menangani masalah klaim Covid-19.

“Gubernur, bupati bantu RS yang kesulitan melakukan klaim. Cash flow (arus kas) itu merupakan jantungnya RS. Bila mereka sampai kesulitan keuangan, situasi akan menjadi lebih sulit. Jadi saya minta bentuk task force untuk mempercepat proses ini,” kata Luhut.

Dirut BPJS, Fachmi Idris, mengatakan pihaknya dan Kemenkes telah bekerja keras untuk mempercepat proses klaim biaya Covid-19.

Pada 28 September 2020, Kemenkes melalui BPJS telah membayar total klaim Rp5.629 miliar dan di 29 September sebesar Rp5.792 miliar (meningkat Rp163 juta). Untuk lebih meningkatkan hal tersebut, RS perlu tahu prosedur pengajuan klaim Covid-19.

“Kita tidak pernah berupaya untuk menghambat klaim. Karena semua sistem saat ini online menggunakan aplikasi. Jadi RS perlu melengkapi semua dokumen untuk verifikasi. Kita berkeinginan agar klaim dispute nol ke depannya, sehingga RS tidak kesulitan masalah finansial,” kata Fachmi.

Selain Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, beberapa kepala daerah juga hadir pada rapat daring kali ini, seperti Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dan beberapa kepala daerah lainnya.

Penyekatan Nias Dapat Dukungan

Sementara itu, rencana Gubsu Edy Rahmayadi memperpanjang penyekatan atau isolasi Kepulauan Nias jika kasus Covid-19 tak mampu ditekan, mendapat dukungan dari beberapa pihak. Diharapkan sebelum kebijakan dimaksud diterapkan, segala aspek mesti dipertimbangkan secara matang.

“Tentunya, semua aspek mesti dilihat baik sosial ekonomi terhadap masyarakat Nias sendiri maupun orang yang masuk ke Nias,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Sumut, Hendro Susanto menjawab Sumut Pos, Rabu (30/9).

Menurut Hendro, aspek kesehatan warga di Kepulauan Nias adalah prioritas yang harus dilakukan. Karena jika semakin banyak yang terpapar, maka aspek ekonomi dan sosial masyarakat menjadi terdampak. “Di samping itu tentu dukungan semua alat kesehatan mesti dilakukan pemerintah provinsi secara maksimal, termasuk bantuan tenaga medis dan logistik yang turut dibantu oleh pemerintah daerah se Kepulauan Nias,” katanya.

Hal senada disampaikan pengamat sosial asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Ansor Siregar. Namun ia menekankan, kesiapan daripada sumberdaya manusia maupun lainnya perlu untuk diperhitungkan jika waktu isolasi di Kepulauan Nias diperpanjang. “Secara teknis memang cukup sederhana. Pertanyaannya punya sumberdayakah kita untuk itu?” ucapnya.

Kata Shohibul, dalam pandemi Covid-19 ini, di seluruh tanah air soal kemampuan menjadi masalah utama. Sebab, data yang ada tidak diperoleh berdasarkan upaya akademis. “Artinya tidak ada perbandingan rasional populasi dengan sample yang dites. Daerah seperti Nias yang keluar masuk orang sebenarnya lebih mudah dikontrol melalui pintu masuk laut dan udara. Sekarang pun sebetulnya belum terlambat untuk memberi jawaban yang tuntas untuk Nias,” pungkasnya.

Sebelumnya, Gubsu yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, menyatakan, penyekatan Kepulauan Nias akan diperpanjang jika setelah 14 hari nanti, justru angka orang yang terpapar korona di sana semakin bertambah. “Kita berharap (melalui penyekatan) benar-benar teratasi. Baik orang-orang yang terkonfirmasi dan pasien bisa penyembuhan maksimal. Kita lihat dulu, jika itu tidak terselesaikan kita perpanjang,” katanya menjawab wartawan di Rumah Dinas Gubsu, Jl. Sudirman Medan, Selasa (29/9).

Ia mengungkapkan, hingga kemarin tingkat penyembuhan pasien Covid-19 Sumut sudah mencapai 64 persen. Sedangkan dari skala nasional, pada kategori itu sudah mencapai 73 persen. “Ini yang kita berusaha kejar tingkat penyembuhan itu,” katanya.

Edy juga mengutarakan melalui penyekatan Kepulauan Nias yang sudah berjalan satu minggu ini, telah terjadi penurunan kasus positif Covid-19 di wilayah dimaksud. “Sangat menurun. Kemarin (Senin) hanya 83 orang yang kena dari minggu yang lalu itu 200 orang. Begitu drastisnya (di Nias) itu turun,” pungkasnya. (prn)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Masih cukup banyak RS yang belum mengajukan klaim biaya pengobatan Covid-19 ke Kementerian Kesehatan, yakni sekitar 40 RS. Karenanya Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut siap membantu rumah sakit untuk klaim biaya penanganan Covid-19.

TELECONFERENCE: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi melakukan teleconference dengan  Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Luhut Pandjaitan di  Rumah Dinas Gubernur Sumut Jalan Sudirman Medan, Rabu (30/9). Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut/Veri Ardian.
TELECONFERENCE: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi melakukan teleconference dengan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Luhut Pandjaitan di Rumah Dinas Gubernur Sumut Jalan Sudirman Medan, Rabu (30/9). Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut/Veri Ardian.

GTPP Covid-19 Sumut juga akan membentuk tim untuk mempercepat proses klaim, agar keuangan rumah sakit (RS) bisa berjalan dengan baik.

Menurut Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi, banyaknya RS yang belum mengajukan klaim, karena adanya ketidaksepahaman antara manajemen RS dengan BPJS yang merupakan verifikator. Selain itu, sebagian RS juga belum mendapat informasi secara lengkap alur atau tata cara proses pengklaiman.

“Masalahnya, ada ketidaksepemahaman antara RS dan BPJS selaku verifikator. Ada juga yang mengatakan belum paham secara detail proses pengklaiman. Jadi kita akan bantu RS untuk mempermudah klaim biaya ini, karena kita tahu keuangan faktor sangat krusial di RS,” kata Edy Rahmayadi, di Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Sudirman Medan, usai melakukan teleconference dengan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Rabu (30/9).

Untuk mempercepat proses klaim, GTPP Covid-19 Sumut akan membentuk tim yang akan membimbing RS agar klaim biaya Covid-19 cepat selesai. “Kita akan membentuk tim agar penanganannya fokus dan lebih cepat seperti yang diminta Pak Luhut Binsar Pandjaitan, agar RS tidak terkendala masalah finansial,” kata Edy Rahmayadi.

Menurut keterangan Plt Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir, awalnya berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 238/2020, ada 10 kluster permasalahan yang menjadi terhambatnya klaim Covid-19. Yaitu identitas yang tidak sesuai, kriteria peserta jaminan Covid-19 tidak sesuai, pemeriksaan penunjang lab tidak sesuai ketentuan, tata laksana isolasi tidak sesuai dengan ketentuan dan berkas klaim tidak lengkap.

Kemudian diagnosa penyakit penyerta merupakan bagian diagnosa utama (seharusnya diagnosa utama Covid-19), diagnosa komorbid tidak sesuai, rawat inap dilakukan di luar ruangan isolasi yang ditetapkan direktur RS, pemeriksaan penunjang radiologi tidak sesuai ketentuan, dan klaim tidak sesuai karena masalah aplikasi e-klaim.

Dari 10 kluster tersebut, Kemenkes akhirnya memangkas masalah menjadi 4 kluster melalui Kepmenkes 446/2020. Keempat kluster tersebut adalah berkas klaim tidak lengkap, kriteria penjaminan tidak sesuai ketentuan (permasalahan keterbatasan SPA di DTPK), diagnosa komorbid tidak sesuai ketentuan (ada diagnosa komorbid, tetapi tata laksana tidak terlihat di dokumen), diagnosa sekunder merupakan gejala dari utama (Covid-19).

“Kita sudah pangkas kluster menjadi 4 dari 10 melalui Kepmenkes 446/2020. Ini harusnya lebih mempermudah RS dalam melakukan proses klaim Covid-19. Dan satu lagi pengajuannya tanggal 10 tiap bulannya,” kata Abdul Kadir, melalui teleconference.

Luhut Binsar Pandjaitan yang juga merupakan koordinator penanganan Covid-19 untuk sembilan provinsi dengan kasus terbanyak di Indonesia meminta agar kepala daerah membantu RS mempercepat klaim Covid-19. Dia juga meminta kepala daerah untuk membuat satuan tugas khusus untuk menangani masalah klaim Covid-19.

“Gubernur, bupati bantu RS yang kesulitan melakukan klaim. Cash flow (arus kas) itu merupakan jantungnya RS. Bila mereka sampai kesulitan keuangan, situasi akan menjadi lebih sulit. Jadi saya minta bentuk task force untuk mempercepat proses ini,” kata Luhut.

Dirut BPJS, Fachmi Idris, mengatakan pihaknya dan Kemenkes telah bekerja keras untuk mempercepat proses klaim biaya Covid-19.

Pada 28 September 2020, Kemenkes melalui BPJS telah membayar total klaim Rp5.629 miliar dan di 29 September sebesar Rp5.792 miliar (meningkat Rp163 juta). Untuk lebih meningkatkan hal tersebut, RS perlu tahu prosedur pengajuan klaim Covid-19.

“Kita tidak pernah berupaya untuk menghambat klaim. Karena semua sistem saat ini online menggunakan aplikasi. Jadi RS perlu melengkapi semua dokumen untuk verifikasi. Kita berkeinginan agar klaim dispute nol ke depannya, sehingga RS tidak kesulitan masalah finansial,” kata Fachmi.

Selain Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, beberapa kepala daerah juga hadir pada rapat daring kali ini, seperti Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dan beberapa kepala daerah lainnya.

Penyekatan Nias Dapat Dukungan

Sementara itu, rencana Gubsu Edy Rahmayadi memperpanjang penyekatan atau isolasi Kepulauan Nias jika kasus Covid-19 tak mampu ditekan, mendapat dukungan dari beberapa pihak. Diharapkan sebelum kebijakan dimaksud diterapkan, segala aspek mesti dipertimbangkan secara matang.

“Tentunya, semua aspek mesti dilihat baik sosial ekonomi terhadap masyarakat Nias sendiri maupun orang yang masuk ke Nias,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Sumut, Hendro Susanto menjawab Sumut Pos, Rabu (30/9).

Menurut Hendro, aspek kesehatan warga di Kepulauan Nias adalah prioritas yang harus dilakukan. Karena jika semakin banyak yang terpapar, maka aspek ekonomi dan sosial masyarakat menjadi terdampak. “Di samping itu tentu dukungan semua alat kesehatan mesti dilakukan pemerintah provinsi secara maksimal, termasuk bantuan tenaga medis dan logistik yang turut dibantu oleh pemerintah daerah se Kepulauan Nias,” katanya.

Hal senada disampaikan pengamat sosial asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Ansor Siregar. Namun ia menekankan, kesiapan daripada sumberdaya manusia maupun lainnya perlu untuk diperhitungkan jika waktu isolasi di Kepulauan Nias diperpanjang. “Secara teknis memang cukup sederhana. Pertanyaannya punya sumberdayakah kita untuk itu?” ucapnya.

Kata Shohibul, dalam pandemi Covid-19 ini, di seluruh tanah air soal kemampuan menjadi masalah utama. Sebab, data yang ada tidak diperoleh berdasarkan upaya akademis. “Artinya tidak ada perbandingan rasional populasi dengan sample yang dites. Daerah seperti Nias yang keluar masuk orang sebenarnya lebih mudah dikontrol melalui pintu masuk laut dan udara. Sekarang pun sebetulnya belum terlambat untuk memberi jawaban yang tuntas untuk Nias,” pungkasnya.

Sebelumnya, Gubsu yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, menyatakan, penyekatan Kepulauan Nias akan diperpanjang jika setelah 14 hari nanti, justru angka orang yang terpapar korona di sana semakin bertambah. “Kita berharap (melalui penyekatan) benar-benar teratasi. Baik orang-orang yang terkonfirmasi dan pasien bisa penyembuhan maksimal. Kita lihat dulu, jika itu tidak terselesaikan kita perpanjang,” katanya menjawab wartawan di Rumah Dinas Gubsu, Jl. Sudirman Medan, Selasa (29/9).

Ia mengungkapkan, hingga kemarin tingkat penyembuhan pasien Covid-19 Sumut sudah mencapai 64 persen. Sedangkan dari skala nasional, pada kategori itu sudah mencapai 73 persen. “Ini yang kita berusaha kejar tingkat penyembuhan itu,” katanya.

Edy juga mengutarakan melalui penyekatan Kepulauan Nias yang sudah berjalan satu minggu ini, telah terjadi penurunan kasus positif Covid-19 di wilayah dimaksud. “Sangat menurun. Kemarin (Senin) hanya 83 orang yang kena dari minggu yang lalu itu 200 orang. Begitu drastisnya (di Nias) itu turun,” pungkasnya. (prn)

Data BPJS Kesehatan, ada 6 rumah sakit (RS) di Sumatera Utara yang sudah mengajukan klaim dengan total biaya sekitar Rp284 miliar dari 3.917 kasus. Namun klaim yang sesuai baru setengahnya, yakni sekitar Rp140 miliar dari 2.404 kasus. Sedangkan yang masih dalam perselisihan (dispute) sekitar Rp143 miliar dari 1.513 kasus.

Masih cukup banyak RS yang belum mengajukan klaim biaya pengobatan Covid-19 ke Kementerian Kesehatan, yakni sekitar 40 RS. Karenanya Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut siap membantu rumah sakit untuk klaim biaya penanganan Covid-19.

GTPP Covid-19 Sumut juga akan membentuk tim untuk mempercepat proses klaim, agar keuangan rumah sakit (RS) bisa berjalan dengan baik.

Menurut Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi, banyaknya RS yang belum mengajukan klaim, karena adanya ketidaksepahaman antara manajemen RS dengan BPJS yang merupakan verifikator. Selain itu, sebagian RS juga belum mendapat informasi secara lengkap alur atau tata cara proses pengklaiman.

“Masalahnya, ada ketidaksepemahaman antara RS dan BPJS selaku verifikator. Ada juga yang mengatakan belum paham secara detail proses pengklaiman. Jadi kita akan bantu RS untuk mempermudah klaim biaya ini, karena kita tahu keuangan faktor sangat krusial di RS,” kata Edy Rahmayadi, di Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Sudirman Medan, usai melakukan teleconference dengan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Rabu (30/9).

Untuk mempercepat proses klaim, GTPP Covid-19 Sumut akan membentuk tim yang akan membimbing RS agar klaim biaya Covid-19 cepat selesai. “Kita akan membentuk tim agar penanganannya fokus dan lebih cepat seperti yang diminta Pak Luhut Binsar Pandjaitan, agar RS tidak terkendala masalah finansial,” kata Edy Rahmayadi.

Menurut keterangan Plt Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir, awalnya berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 238/2020, ada 10 kluster permasalahan yang menjadi terhambatnya klaim Covid-19. Yaitu identitas yang tidak sesuai, kriteria peserta jaminan Covid-19 tidak sesuai, pemeriksaan penunjang lab tidak sesuai ketentuan, tata laksana isolasi tidak sesuai dengan ketentuan dan berkas klaim tidak lengkap.

Kemudian diagnosa penyakit penyerta merupakan bagian diagnosa utama (seharusnya diagnosa utama Covid-19), diagnosa komorbid tidak sesuai, rawat inap dilakukan di luar ruangan isolasi yang ditetapkan direktur RS, pemeriksaan penunjang radiologi tidak sesuai ketentuan, dan klaim tidak sesuai karena masalah aplikasi e-klaim.

Dari 10 kluster tersebut, Kemenkes akhirnya memangkas masalah menjadi 4 kluster melalui Kepmenkes 446/2020. Keempat kluster tersebut adalah berkas klaim tidak lengkap, kriteria penjaminan tidak sesuai ketentuan (permasalahan keterbatasan SPA di DTPK), diagnosa komorbid tidak sesuai ketentuan (ada diagnosa komorbid, tetapi tata laksana tidak terlihat di dokumen), diagnosa sekunder merupakan gejala dari utama (Covid-19).

“Kita sudah pangkas kluster menjadi 4 dari 10 melalui Kepmenkes 446/2020. Ini harusnya lebih mempermudah RS dalam melakukan proses klaim Covid-19. Dan satu lagi pengajuannya tanggal 10 tiap bulannya,” kata Abdul Kadir, melalui teleconference.

Luhut Binsar Pandjaitan yang juga merupakan koordinator penanganan Covid-19 untuk sembilan provinsi dengan kasus terbanyak di Indonesia meminta agar kepala daerah membantu RS mempercepat klaim Covid-19. Dia juga meminta kepala daerah untuk membuat satuan tugas khusus untuk menangani masalah klaim Covid-19.

“Gubernur, bupati bantu RS yang kesulitan melakukan klaim. Cash flow (arus kas) itu merupakan jantungnya RS. Bila mereka sampai kesulitan keuangan, situasi akan menjadi lebih sulit. Jadi saya minta bentuk task force untuk mempercepat proses ini,” kata Luhut.

Dirut BPJS, Fachmi Idris, mengatakan pihaknya dan Kemenkes telah bekerja keras untuk mempercepat proses klaim biaya Covid-19.

Pada 28 September 2020, Kemenkes melalui BPJS telah membayar total klaim Rp5.629 miliar dan di 29 September sebesar Rp5.792 miliar (meningkat Rp163 juta). Untuk lebih meningkatkan hal tersebut, RS perlu tahu prosedur pengajuan klaim Covid-19.

“Kita tidak pernah berupaya untuk menghambat klaim. Karena semua sistem saat ini online menggunakan aplikasi. Jadi RS perlu melengkapi semua dokumen untuk verifikasi. Kita berkeinginan agar klaim dispute nol ke depannya, sehingga RS tidak kesulitan masalah finansial,” kata Fachmi.

Selain Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, beberapa kepala daerah juga hadir pada rapat daring kali ini, seperti Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dan beberapa kepala daerah lainnya.

Penyekatan Nias Dapat Dukungan

Sementara itu, rencana Gubsu Edy Rahmayadi memperpanjang penyekatan atau isolasi Kepulauan Nias jika kasus Covid-19 tak mampu ditekan, mendapat dukungan dari beberapa pihak. Diharapkan sebelum kebijakan dimaksud diterapkan, segala aspek mesti dipertimbangkan secara matang.

“Tentunya, semua aspek mesti dilihat baik sosial ekonomi terhadap masyarakat Nias sendiri maupun orang yang masuk ke Nias,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Sumut, Hendro Susanto menjawab Sumut Pos, Rabu (30/9).

Menurut Hendro, aspek kesehatan warga di Kepulauan Nias adalah prioritas yang harus dilakukan. Karena jika semakin banyak yang terpapar, maka aspek ekonomi dan sosial masyarakat menjadi terdampak. “Di samping itu tentu dukungan semua alat kesehatan mesti dilakukan pemerintah provinsi secara maksimal, termasuk bantuan tenaga medis dan logistik yang turut dibantu oleh pemerintah daerah se Kepulauan Nias,” katanya.

Hal senada disampaikan pengamat sosial asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Ansor Siregar. Namun ia menekankan, kesiapan daripada sumberdaya manusia maupun lainnya perlu untuk diperhitungkan jika waktu isolasi di Kepulauan Nias diperpanjang. “Secara teknis memang cukup sederhana. Pertanyaannya punya sumberdayakah kita untuk itu?” ucapnya.

Kata Shohibul, dalam pandemi Covid-19 ini, di seluruh tanah air soal kemampuan menjadi masalah utama. Sebab, data yang ada tidak diperoleh berdasarkan upaya akademis. “Artinya tidak ada perbandingan rasional populasi dengan sample yang dites. Daerah seperti Nias yang keluar masuk orang sebenarnya lebih mudah dikontrol melalui pintu masuk laut dan udara. Sekarang pun sebetulnya belum terlambat untuk memberi jawaban yang tuntas untuk Nias,” pungkasnya.

Sebelumnya, Gubsu yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, menyatakan, penyekatan Kepulauan Nias akan diperpanjang jika setelah 14 hari nanti, justru angka orang yang terpapar korona di sana semakin bertambah. “Kita berharap (melalui penyekatan) benar-benar teratasi. Baik orang-orang yang terkonfirmasi dan pasien bisa penyembuhan maksimal. Kita lihat dulu, jika itu tidak terselesaikan kita perpanjang,” katanya menjawab wartawan di Rumah Dinas Gubsu, Jl. Sudirman Medan, Selasa (29/9).

Ia mengungkapkan, hingga kemarin tingkat penyembuhan pasien Covid-19 Sumut sudah mencapai 64 persen. Sedangkan dari skala nasional, pada kategori itu sudah mencapai 73 persen. “Ini yang kita berusaha kejar tingkat penyembuhan itu,” katanya.

Edy juga mengutarakan melalui penyekatan Kepulauan Nias yang sudah berjalan satu minggu ini, telah terjadi penurunan kasus positif Covid-19 di wilayah dimaksud. “Sangat menurun. Kemarin (Senin) hanya 83 orang yang kena dari minggu yang lalu itu 200 orang. Begitu drastisnya (di Nias) itu turun,” pungkasnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/