Site icon SumutPos

Disdik: Baiknya Sekolah dan Ortu Murid Duduk Bersama

Foto: Sumut Pos Sekolah Djuwita di Jalan Sei Asahan Medan. Sekolah ini memecat seorang muridnya, karena belum membayar uang sekolah, terkait ingkar janji soal guru luar negeri yang dijanjikan.
Foto: Sumut Pos
Sekolah Djuwita di Jalan Sei Asahan Medan. Sekolah ini memecat seorang muridnya, karena belum membayar uang sekolah, terkait ingkar janji soal guru luar negeri yang dijanjikan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Persoalan pemecatan seorang murid di Sekolah Djuwita hanya gara-gara tidak membayar uang sekolah, sangat disesalkan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan. Sayangnya, Disdik Kota Medan tidak bisa berbuat apa-apa dalam menyikapi hal ini.

Sekretaris Disdik Kota Medan Ramlan Tarigan mengatakan, jika ada suatu kebijakan dari pihak sekolah, permasalahan ini tak mesti terungkap ke publik. “Itu yang kami lihat tidak dilakukan pihak sekolah. Kami tentu sayangkan ini bisa terjadi,” katanya kepada Sumut Pos, Rabu (30/11).

Permasalahan seperti ini, lanjut Ramlan, kerap terjadi di lingkungan sekolah baik negeri maupun swasta di Kota Medan. Namun hal itu tergantung pihak sekolah dalam memenej persoalan yang ada. “Kalau sudah begini tentu yang dirugikan adalah nama baik sekolah. Kita berharap sebelum persoalan menjalar ke mana-mana, harusnya pihak sekolah duduk bersama dulu dengan orangtua murid bersangkutan,” jelasnya.

Pihaknya, kata dia, sudah sering mengingatkan hal-hal seperti ini jangan sampai terjadi dan terkuak ke publik. Karena disadari tidak semua orangtua murid memiliki kemampuan finansial serupa. “Kepada kepala bidang dan kepegawaian di Dinas Pendidikan juga saya sering ingatkan, bahwa pelayanan di bidang pendidikan harus mengutamakan hati nurani. Jangan suka mempersulit urusan-urusan untuk anak didik kita, yang akan menjadi generasi masa depan bangsa,” katanya.

Ramlan menambahkan, Medan sebagai barometer tentu menjadi sorotan terhadap peristiwa-peristiwa yang ada. Termasuk salah satunya permasalahan yang terjadi di sekolah Djuwita ini. Namun sayang Dinas Pendidikan tidak bisa berbuat apa-apa dalam menyikapi hal ini.

“Kita sifatnya hanya mengimbau, mengingatkan dan mengarahkan jangan sampai ada ribut-ribut karena urusan gak mampu bayar uang sekolah. Harusnya ini ditengahi, tidak perlu sampai ke mana-mana. Semoga ini jadi pelajaran berharga untuk sekolah Djuwita ke depan,” pungkasnya.

Diberitakan, mantan Komisioner KPUD Sumut Turunan Gulo mengadukan nasib anaknya yang dipecat pihak sekolah Djuwita karena tidak membayar uang sekolah kepada Komisi B DPRD Medan, Selasa (29/11). Dia keberatan dengan sikap pihak Djuwita karena putranya Ingwer Arief Budiman Gulo yang duduk di kelas IV SD, dikeluarkan karena tidak melunasi uang sekolah Rp2,2 juta per bulan dan yang uang program Rp8 juta per siswa.

Turunan Gulo mengaku punya alasan kenapa tidak membayar uang sekolah dan uang program. “Awalnya pihak sekolah menawarkan dua alternatif untuk pembayaran uang sekolah yakni alternatif pertama gurunya dari luar negeri dengan uang sekolah Rp2,2 juta per bulan. Kedua, uang sekolah Rp1,4 juta per bulan namun guru lokal. Sedangkan uang program itu disepakati diawal hanya Rp6 juta,” katanya di hadapan anggota Komisi B DPRD Medan.

Selain itu, pihak sekolah mewajibkan membayar uang program Rp8 juta per siswa naik dari sebelumnya Rp6 juta untuk pembelian buku melalui sekolah. Padahal itu melanggar PP No 17/2010. Dia pun sepakat untuk membayar uang sekolah anaknya Rp2,2 juta setiap bulannya, karena guru yang akan mengajar berasal dari luar negeri.

“Tapi tahun ketiga hingga saat ini guru dari luar negeri sudah tidak ada lagi. Anehnya, siswa tetap diwajibkan dan dipaksa bayar Rp2,2 juta, berarti telah terjadi pungli. Kami bersedia bayar Rp1,4 juta, karena gurunya dari lokal. Kami bukan tidak mau bayar, tapi pihak sekolah telah melakukan pembohongan, tidak komit dan hanya menuntut hak tanpa melaksanakan kewajiban,” paparnya. (prn/ila)

Exit mobile version