Pergerakan Musisi Indie Medan
Kiprah musisi Kota Medan tak dapat dianggap sebelah mata. Pasalnya, cukup banyak musisi Kota Medan yang telah berkiprah dikancah nasional.
Indra Juli, Medan
Hal ini menjadi perhatian, khususnya bagi remaja Kota Medan yang bergabung dalam Pergerakan Musisi Indie Medan (PMIM) ini.
Diawali dengan Saturday Indie Acoustic yang digelar Sabtu (26/3) lalu, PMIM memulai kiprahnya dalam mengangkat musisi label indie Kota Medan.
Kegiatan itu sendiri diramaikan tujuh grup band indie yang menampilkan lagu-lagu ciptaan sendiri. Sebut saja Depresion Demon, Not Xmprewell, Better Naked Before, Day of Emergency, dan Everydays Weekend Tidak seperti suasana pada konser-konser biasanya, pertunjukan berlangsung dalam suasana yang akrab. Tidak ada lirik-lirik cengeng atau keseragaman irama seperti yang diperlihatkan band-band mayor lable. Mereka berlomba menunjukkan karakter lewat musik yang diusung. Seperti grunge yang dipopulerkan band asal Amerika, Nirvana, Old School Melodic, Ska, dan rock alternatif.
“Selama ini band indie selalu dicap sebagai band-band brutal, suka huru-hara. Padahal, mereka juga punya karya yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena mereka tampil dengan karakternya yang kuat. Tidak latah,” tegas Ketua Umum PMIM, Ottorio Christian Marsaringar Pangihutan Siregar kepada Sumut Pos, Jumat (1/4).
Untuk menghilangkan image negatif tadi, PMIM sengaja memilih kampus sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian kesan band huru-hara yang diidentikkan kepada band indie tidak ada lagi. Selain itu suasana kampus diyakini dapat mempengaruhi masing-masing personel band untuk mulai bersikap profesional. Baik dari sisi penampilan juga saat menjalin komunikasi dengan audiensnya.
Selain itu, pada kegiatan PMIM juga mengadopsi sistem riserve pada cafe-cafe mewah. Hal itu dilakukan sebagai bentuk penghargaan atas karya band-band lokal tersebut. “Sekaligus juga kita memberi kesan kepada kawan-kawan musisi bahwa mereka pantas dihargai. Itu akan menjadi motivasi bagi mereka untuk terus berkarya,” tambah pria bertubuh tambun ini.
Pada kegiatan itu, panitia juga mengundang tokoh musik Kota Medan dari kalangan akademik untuk memberi pemaparan kepada seluruh peserta. Baik pemaparan yang bersifat teori musik juga management seni yang nantinya diyakini berguna bagi band-band lokal untuk meramaikan belantika musik tanah air. Salah satunya Tahan Perjuangan SSn.
Sebagai gebrakan perdana, kegiatan terbilang sukses. Seluruh peserta memberikan apresiasi lewat penampilan yang terbaik. Begitu juga dari kalangan undangan yang melihat kegiatan sebagai moment kebangkitan band lokal khususnya Kota Medan. “Kegiatan seperti ini dalam istilah saya yaitu venue. Ini yang dibutuhkan band-band indie untuk memperkenalkan karyanya dan masyarakat yang akan menilai,” ucap etnomusikolog Irwansyah Harahap seraya berpesan kegiatan dapat berkelanjutan.
PMIM sendiri diprakarsai oleh Ottorio Christian Marsaringar Pangihutan Siregar yang mengaku prihatin atas keberadaan musisi lokal Kota Medan. Keprihatinan tersebut kemudian ditawarkan kepada beberapa teman yang menyambut positif. Seperti Vani Manurung, Kiki Apliona Sari, Cut Zita.
Mengingat cakupan yang cukup luas, PMIM pun menolak eksklusifitas keanggotaannya. Meskipun sementara ini masih bersekretariat di kampus Universitas Sumatera Utara (USU), keanggotaan tetap bersifat terbuka. Terbukti beberapa diantaranya berasal dari beberapa perguruan tinggi swasta di Kota Medan. Seperti Dharma Agung dan Panca Budi. “Prinsipnya PMIM membutuhkan ide-ide kreatif dari anggota untuk mengangkat musisi Kota Medan. Kita tidak memandang latar belakang sosialnya,” tegas mahasiswa Sastra Jepang angkatan 2007 ini.
Ke depan lanjutnya, PMIM akan menjadikan Saturday Indie Acoustic ini sebagai agenda bulanan. Begitu juga dengan konsep pelaksanaan yang akan menggunakan konsep yang berbeda. “Kita tengah mempersiapkan konser mini di tengah kota. Artinya bagaimana karya-karya putra daerah ini dikenal di daerahnya sendiri,” pungkasnya. (*)