MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rapat dengar pendapat (RDP) Komisi B DPRD Medan dengan agenda membahas persoalan pegawai Rumah Sakit (RS) Sari Mutiara yang belum menerima gaji, terpaksa dijadwalkan ulang.
Sebab, meski sudah dilayangkan surat undangan ternyata manajemen rumah sakit tersebut tidak hadir, Senin (1/4).
Oleh sebab itu, RDP yang dipimpin Anggota Komisi B, Edward Hutabarat dan Wong Chung Sen, belum dapat menuntaskan persoalan nasib para pegawai.
Salah seorang pegawai, Suhaida mengaku, sudah 3 bulan belum menerima gaji. Begitu juga rekan-rekannya, ada sekitar 80 pegawai yang terdiri dari tenaga medis, administrasi dan cleaning service. “Kami belum menerima gaji sejak bulan Januari sampai Maret. Gaji kami bervariasi, jika dirata-ratakan sekitar Rp2 juta,” ungkapnya.
Diutarakan dia, para pegawai dituntut bekerja untuk menyelamatkan nyawa manusia. Akan tetapi, justru pihak rumah sakit tidak profesional karena dari sisi kemanusiaan butuh biaya hidup.
Dia mengaku, para pegawai sudah pernah menanyakan kepada pihak manajemen rumah sakit. Namun, jawabannya selalu nanti. Parahnya, ada instruksi lisan dari pihak manajemen agar karyawan tidak bekerja lagi.
“Alasan, izin operasional sudah habis dan tidak diperpanjang lagi. Jadi, status kami tidak jelas, apakah diberhentikan atau tidak. Kalau memang dirumahkan harus secara tertulis, bukan lisan. Kalau menunggu rumah sakit beroperasi kembali tentu ada pemberitahuan. Namun kami juga berharap agar gaji sejak Januari 2019 lalu tetap dibayar,” cetusnya.
Keluhan yang sama disampaikan Sri. Kata Sri, selain tuntutan pembayaran gaji, dia berharap ada kejelasan dari pihak manajemen terkait kapan beroperasi kembali rumah sakit tersebut, sehingga nasib karyawan tidak terkatung-katung.
“Kami sangat berharap agar pembayaran gaji tetap menjadi prioritas. Kebutuhan keluarga sangat mendesak dan mengharap dari gaji saja. Oleh karenanya, mengadu kepada DPRD Medan agar dapat membantu memfasilitasi,” ujarnya.
Menanggapi keluhan karyawan, Edward Hutabarat mempertanyakan terkait kabar adanya pernyataan pihak manajemen RS Sari Mutiara. Kabar itu mengenai berhentinya operasional rumah sakit disebabkan karena tidak mematuhi aturan yang diterapkan BPJS Kesehatan, di mana para perawat harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR).”Akibat hal ini, rumah sakit mengalami kesulitan dan harus menombok biaya operasional sebesar Rp1,3 miliar,” kata Edward.
Menjawab pertanyaan Edward, Suhaida membantah. “Tidak benar itu kami ini sudah puluhan tahun bekerja. Jika alasan itu, kenapa tidak dari awal saja saat berlakunya aturan BPJS Kesehatan,” ucapnya.
Sementara, perwakilan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Medan yang hadir, tidak bisa mengambil langkah apapun. Alasanya, karena bidang pengawasan untuk persoalan tenaga kerja berada di Disnaker Sumut. (ris/ila)