26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

FSGI Minta Pemerintah Perpanjang Belajar Online Hingga Desember

MEREKAM  TUGAS: Orangtua merekam anak-anaknya mengisi tugas-tugas sekolahnya melalui ponsel atau belajar secara online.
MEREKAM TUGAS: Orangtua merekam anak-anaknya mengisi tugas-tugas sekolahnya melalui ponsel atau belajar secara online.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Melihat perkembangan pendidikan di tengah pandemi, Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim mengatakan, wacana pembukaan sekolah pada pertengahan Juli 2020 harus dipikirkan matang-matang.

Khusus untuk sekolah di zona merah dan kuning, pemerintah diminta untuk memperpanjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dengan media online selama satu semester hingga Desember.

“Jika penyebaran Covid-19 masih tinggi, sebaiknya opsi memperpanjang metode PJJ (pembelajaran jarak jauh, red) adalah yang terbaik. Mesti dipahami juga bahwa perpanjangan pelaksanaan PJJ tidak akan menggeser tahun ajaran baru 2020/2021. Artinya, sekolah tetap dimulai pertengahan Juli, seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya pembelajaran dilaksanakan masih dengan metode PJJ,” kata Satriwan.

Setidaknya, lanjut Satriwan, PJJ diperpanjang sampai pertengahan semester ganjil atau akhir September.”Ini bertujuan agar sekolah benar-benar bersih dan terjaga dari sebaran Covid-19. Data menunjukkan grafik penyebaran Covid-19 di beberapa daerah sudah menunjukkan penurunan,” ujarnya.

Opsi perpanjangan PJJ ini harus dilakukan dengan berbagai perbaikan di segala aspek. Misalnya, jaminan keadilan oleh pemerintah terhadap akses internet dan gawai yang tak dimiliki semua siswa dan perbaikan dalam pengelolaan PJJ yang terkait dengan kompetensi guru.

Kemdikbud dan Kementerian Agama (Kemag) juga wajib membuat evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ yang sudah dilaksanakan selama tiga bulan ini demi perbaikan PJJ ke depan. Termasuk tindak lanjut desain kurikulum darurat.

Satriwan menambahkan, untuk daerah yang ditetapkan Gugus Tugas sebagai zona hijau, maka dinas pendidikan dan sekolah harus menyiapkan berbagai sarana kesehatan pendukung saat sekolah kembali dibuka. Mulai dari hand sanitizer di setiap ruangan, sabun cuci tangan, keran cuci tangan, hingga alat pelindung diri di klinik sekolah. Semua warga sekolah juga wajib mengenakan masker dan pihak sekolah diminta untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Ia pun mendorong pemerintah pusat dan daerah (pemda) serta Gugus Tugas Covid-19 untuk terus berkoordinasi sehingga pendataan dan penetapan penyebaran Covid-19 benar-benar valid. FSGI mendukung Mendikbud Nadiem Makarim yang menunggu keputusan dari Gugus Tugas terkait wilayah mana yang benar-benar zona hijau dan mana yang tidak.

Menurut Satriwan, pemerintah harus memprioritaskan keselamatan dan kesehatan siswa dan guru. Apalagi beberapa negara seperti Perancis, Finlandia, dan Korea Selatan malah menciptakan penyebaran Covid-19 baru kepada guru dan siswa saat membuka sekolah setelah pandemi. Tak tertutup kemungkinan hal serupa juga akan terjadi di Indonesia.

“Jangan sampai sekolah dan madrasah menjadi klaster terbaru penyebaran Covid-19. Apalagi ada fakta di sejumlah negara yang menunjukkan perkembangan ancaman penyebaran Covid-19 gelombang kedua. Ini akan sangat menakutkan bagi siswa, orang tua, dan guru,” ujarnya.

Sementara itu, Wasekjen FSGI Urusan Internal, Fahriza M Tanjung mengungkapkan, mengenai kenaikan kelas termasuk format Penilaian Akhir Tahun (PAT) tiap jenjang satuan pendidikan yang akan dilaksanakan beberapa minggu ke depan.

“FSGI berpandangan, jika di sekolah (daerah) tersebut pelaksanaan PJJ sudah efektif maka nilai kenaikan kelas bisa diambil dari akumulasi proses pembelajaran yang selama 1 semester ini dilakukan, baik record nilai sebelum pandemi maupun setelah pandemi (PJJ),” ujarnya.

Mengenai format PAT-nya, kata Fahriza, Dinas Pendidikan dan Sekolah tetap harus mempertimbangkan akses siswa terhadap internet dan kepemilikan gawai. PAT tak bisa dilakukan serentak di waktu yang bersamaan bagi semua siswa, mengingat banyak siswa tak punya gawai di 1 sekolah tertentu, atau pun punya hanya 1 gawai, itu pun dipegang orang tua. “Jadi pelaksanaan PAT harus dengan prinsip fleksibilitas, berkeadilan, non-diskriminatif, dan tak merugikan siswa,” katanya.

Sedangkan bagi sekolah (daerah) yang tak efektif dalam pelaksanaan PJJ selama tiga bulan ini, bahkan relatif tak berjalan karena keterbatasan gawai, jaringan internet, bahkan keterbatasan listrik, maka nilai kenaikan kelas siswa bisa diambil dari proses pembelajaran selama sebelum pandemi (sebelum belajar dari rumah diterapkan).

Format PAT-nya pun, lanjut Fahriza, bisa dengan penugasan portofolio belaka. Berbeda dari yang PJJ online. Oleh karenanya, FSGI meminta Kemdikbud-Kemenag memberikan penguatan kembali kepada dinas pendidikan dan kepala sekolah (termasuk guru). “Bahwa prinsipnya siswa jangan dirugikan. Jangan sampai ada siswa tak naik kelas di masa krisis pandemi ini,” tegasnya.

Walaupunprinsip pengelolaan sekolah berdasarkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang bermakna ada otonomi yang besar dari sekolah. “Tapi ada tantangan bagi kepala sekolah, pengawas, dan Dinas Pendidikan yang terkadang tak cukup arif dan bijak dalam proses penilaian siswa di masa pandemi ini. Atau ada juga fakta kepala sekolah belum percaya diri sepenuhnya dan otonom dalam mengelola PJJ. Mengingat rumitnya birokrasi pendidikan daerah dan pelaporan administratif yang terkadang tak rasional dan berkeadilan,” pungkasnya. (mag-1/ila)

MEREKAM  TUGAS: Orangtua merekam anak-anaknya mengisi tugas-tugas sekolahnya melalui ponsel atau belajar secara online.
MEREKAM TUGAS: Orangtua merekam anak-anaknya mengisi tugas-tugas sekolahnya melalui ponsel atau belajar secara online.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Melihat perkembangan pendidikan di tengah pandemi, Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim mengatakan, wacana pembukaan sekolah pada pertengahan Juli 2020 harus dipikirkan matang-matang.

Khusus untuk sekolah di zona merah dan kuning, pemerintah diminta untuk memperpanjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dengan media online selama satu semester hingga Desember.

“Jika penyebaran Covid-19 masih tinggi, sebaiknya opsi memperpanjang metode PJJ (pembelajaran jarak jauh, red) adalah yang terbaik. Mesti dipahami juga bahwa perpanjangan pelaksanaan PJJ tidak akan menggeser tahun ajaran baru 2020/2021. Artinya, sekolah tetap dimulai pertengahan Juli, seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya pembelajaran dilaksanakan masih dengan metode PJJ,” kata Satriwan.

Setidaknya, lanjut Satriwan, PJJ diperpanjang sampai pertengahan semester ganjil atau akhir September.”Ini bertujuan agar sekolah benar-benar bersih dan terjaga dari sebaran Covid-19. Data menunjukkan grafik penyebaran Covid-19 di beberapa daerah sudah menunjukkan penurunan,” ujarnya.

Opsi perpanjangan PJJ ini harus dilakukan dengan berbagai perbaikan di segala aspek. Misalnya, jaminan keadilan oleh pemerintah terhadap akses internet dan gawai yang tak dimiliki semua siswa dan perbaikan dalam pengelolaan PJJ yang terkait dengan kompetensi guru.

Kemdikbud dan Kementerian Agama (Kemag) juga wajib membuat evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ yang sudah dilaksanakan selama tiga bulan ini demi perbaikan PJJ ke depan. Termasuk tindak lanjut desain kurikulum darurat.

Satriwan menambahkan, untuk daerah yang ditetapkan Gugus Tugas sebagai zona hijau, maka dinas pendidikan dan sekolah harus menyiapkan berbagai sarana kesehatan pendukung saat sekolah kembali dibuka. Mulai dari hand sanitizer di setiap ruangan, sabun cuci tangan, keran cuci tangan, hingga alat pelindung diri di klinik sekolah. Semua warga sekolah juga wajib mengenakan masker dan pihak sekolah diminta untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Ia pun mendorong pemerintah pusat dan daerah (pemda) serta Gugus Tugas Covid-19 untuk terus berkoordinasi sehingga pendataan dan penetapan penyebaran Covid-19 benar-benar valid. FSGI mendukung Mendikbud Nadiem Makarim yang menunggu keputusan dari Gugus Tugas terkait wilayah mana yang benar-benar zona hijau dan mana yang tidak.

Menurut Satriwan, pemerintah harus memprioritaskan keselamatan dan kesehatan siswa dan guru. Apalagi beberapa negara seperti Perancis, Finlandia, dan Korea Selatan malah menciptakan penyebaran Covid-19 baru kepada guru dan siswa saat membuka sekolah setelah pandemi. Tak tertutup kemungkinan hal serupa juga akan terjadi di Indonesia.

“Jangan sampai sekolah dan madrasah menjadi klaster terbaru penyebaran Covid-19. Apalagi ada fakta di sejumlah negara yang menunjukkan perkembangan ancaman penyebaran Covid-19 gelombang kedua. Ini akan sangat menakutkan bagi siswa, orang tua, dan guru,” ujarnya.

Sementara itu, Wasekjen FSGI Urusan Internal, Fahriza M Tanjung mengungkapkan, mengenai kenaikan kelas termasuk format Penilaian Akhir Tahun (PAT) tiap jenjang satuan pendidikan yang akan dilaksanakan beberapa minggu ke depan.

“FSGI berpandangan, jika di sekolah (daerah) tersebut pelaksanaan PJJ sudah efektif maka nilai kenaikan kelas bisa diambil dari akumulasi proses pembelajaran yang selama 1 semester ini dilakukan, baik record nilai sebelum pandemi maupun setelah pandemi (PJJ),” ujarnya.

Mengenai format PAT-nya, kata Fahriza, Dinas Pendidikan dan Sekolah tetap harus mempertimbangkan akses siswa terhadap internet dan kepemilikan gawai. PAT tak bisa dilakukan serentak di waktu yang bersamaan bagi semua siswa, mengingat banyak siswa tak punya gawai di 1 sekolah tertentu, atau pun punya hanya 1 gawai, itu pun dipegang orang tua. “Jadi pelaksanaan PAT harus dengan prinsip fleksibilitas, berkeadilan, non-diskriminatif, dan tak merugikan siswa,” katanya.

Sedangkan bagi sekolah (daerah) yang tak efektif dalam pelaksanaan PJJ selama tiga bulan ini, bahkan relatif tak berjalan karena keterbatasan gawai, jaringan internet, bahkan keterbatasan listrik, maka nilai kenaikan kelas siswa bisa diambil dari proses pembelajaran selama sebelum pandemi (sebelum belajar dari rumah diterapkan).

Format PAT-nya pun, lanjut Fahriza, bisa dengan penugasan portofolio belaka. Berbeda dari yang PJJ online. Oleh karenanya, FSGI meminta Kemdikbud-Kemenag memberikan penguatan kembali kepada dinas pendidikan dan kepala sekolah (termasuk guru). “Bahwa prinsipnya siswa jangan dirugikan. Jangan sampai ada siswa tak naik kelas di masa krisis pandemi ini,” tegasnya.

Walaupunprinsip pengelolaan sekolah berdasarkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang bermakna ada otonomi yang besar dari sekolah. “Tapi ada tantangan bagi kepala sekolah, pengawas, dan Dinas Pendidikan yang terkadang tak cukup arif dan bijak dalam proses penilaian siswa di masa pandemi ini. Atau ada juga fakta kepala sekolah belum percaya diri sepenuhnya dan otonom dalam mengelola PJJ. Mengingat rumitnya birokrasi pendidikan daerah dan pelaporan administratif yang terkadang tak rasional dan berkeadilan,” pungkasnya. (mag-1/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/