26 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Soal Sumbangan Rp1,5 Juta dan Uang Full Day Rp2,4 Juta di MAN, ORI Sumut: Itu Liar, Harus Dihentikan!

Pungli modus sumabngan di sekolah-Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sumatera Utara terus memantau kasus kutipan atau sumbangan dari pihak Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumut kepada orangtua murid. Kepala ORI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar menegaskan, di luar ketentuan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16/2020 tentang Komite Madrasah, segala bentuk sumbangan terhadap orangtua murid harus dihapuskan.

“Coba cermati pasal 11 ayat 3 (dalam PMA 16/2020) itu. Disebutkan Komite Madrasyah dapat menerima sumbangan rutin yang besarannya disepakati oleh orangtua/wali peserta didik,” kata dia kepada Sumut Pos, Rabu (1/7).

Itu artinya, lanjut Abyadi, sumbangan rutin yang setiap bulan dibayarkan oleh murid yang bernama Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). “Jadi, yang dibolehkan di PMA Nomor 16 ini adalah penggalangan dana untuk uang sekolah atau SPP. Karena dibayar rutin setiap bulan,” katanyan

Lantas sumbangan sebesar Rp1,5 juta dan uang full day sebesar Rp2,4 juta yang dibebankan pihak MAN kepada semua orangtua murid, sebagaimana terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi E DPRD Sumut bersama kepala MAN 1 Medan, MAN 2 Medan, MAN 3 Medan, dan MAPN 4 Medan baru-baru ini, menurut Abyadi, tidak termasuk sumbangan rutin.

“Maka itu artinya sumbangan sebesar Rp1,5 juta dan yang full day sebesar Rp2,4 juta itu tidak punya dasar atau payung hukum. Nah, kalau tidak punya payung hukum, berarti liar. Saya kira pihak MAN harus menghentikan seluruh pungutan yang tidak punya payung hukum,” tegasnya.

Kalau pihak MAN tetap ngotot, imbuh dia, maka Kanwil Kemenag Sumut diminta memainkan peran pengawasan seperti yang disampaikan Komisi E DPRD Sumut. “Kanwil Kemenag harus menghentikan segala pungutan yang tidak punya payung hokum. Bila tidak mau menghentikan, saya kira aparat hukum yang harus bertindak. Kepolisian atau Kejaksaan harus segera mengambil tindakan hukum. Apakah aparat hukum seperti kepolisian dan kejaksaan tidak merasakan kelurahan masyarakat atas beban pungutan ini? Apalagi di era pandemi ini, ekonomi masyarakat begitu sangat tertekan akibat wabah korona,” pungkasnya.

Sebelumnya dalam RDP, pembahasan pengutipan yang dilakukan pihak MAN kepada orangtua murid secara sukarela, peruntukannya sangat beragam mulai untuk membayar gaji guru, honor hingga fasilitas sekolah seperti bus. Bahkan pihak MAN 1 Medan mengungkapkan, kebijakan itu bukan di tahun ini saja diberlakukan, tetapi karena dampak Covid-19 seolah diperbesar-besar. “Padahal, sumbangan sebesar Rp1,5 juta per tahun dan untuk full day Rp2,4 juta/tahun dan Rp200 ribu/bulan sudah sesuai kesepakatan orangtua siswa dan tak ada yang keberatan saat telekonferensi dilakukan,” kata Kepala MAN 1 Medan, Maisaroh Siregar.

Ia menambahkan sumbangan dari uang wali murid tersebut, digunakan untuk membayar gaji guru honor hingga pembelian bus untuk transportasi siswa jika mengikuti perlombaan serta untuk peningkatan kualitas belajar mengajar lainnya.

Atas polemik ini, Komisi E DPRDSU mengeluarkan empat rekomendasi yang pada prinsipnya meminta agar sumbangan yang tidak memiliki dasar tersebut, segera dievaluasi. Kemudian meminta Kanwil Kemenag Sumut melakukan pembinaan kepada seluruh kepala MAN di jajarannya. (prn)

Pungli modus sumabngan di sekolah-Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sumatera Utara terus memantau kasus kutipan atau sumbangan dari pihak Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumut kepada orangtua murid. Kepala ORI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar menegaskan, di luar ketentuan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16/2020 tentang Komite Madrasah, segala bentuk sumbangan terhadap orangtua murid harus dihapuskan.

“Coba cermati pasal 11 ayat 3 (dalam PMA 16/2020) itu. Disebutkan Komite Madrasyah dapat menerima sumbangan rutin yang besarannya disepakati oleh orangtua/wali peserta didik,” kata dia kepada Sumut Pos, Rabu (1/7).

Itu artinya, lanjut Abyadi, sumbangan rutin yang setiap bulan dibayarkan oleh murid yang bernama Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). “Jadi, yang dibolehkan di PMA Nomor 16 ini adalah penggalangan dana untuk uang sekolah atau SPP. Karena dibayar rutin setiap bulan,” katanyan

Lantas sumbangan sebesar Rp1,5 juta dan uang full day sebesar Rp2,4 juta yang dibebankan pihak MAN kepada semua orangtua murid, sebagaimana terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi E DPRD Sumut bersama kepala MAN 1 Medan, MAN 2 Medan, MAN 3 Medan, dan MAPN 4 Medan baru-baru ini, menurut Abyadi, tidak termasuk sumbangan rutin.

“Maka itu artinya sumbangan sebesar Rp1,5 juta dan yang full day sebesar Rp2,4 juta itu tidak punya dasar atau payung hukum. Nah, kalau tidak punya payung hukum, berarti liar. Saya kira pihak MAN harus menghentikan seluruh pungutan yang tidak punya payung hukum,” tegasnya.

Kalau pihak MAN tetap ngotot, imbuh dia, maka Kanwil Kemenag Sumut diminta memainkan peran pengawasan seperti yang disampaikan Komisi E DPRD Sumut. “Kanwil Kemenag harus menghentikan segala pungutan yang tidak punya payung hokum. Bila tidak mau menghentikan, saya kira aparat hukum yang harus bertindak. Kepolisian atau Kejaksaan harus segera mengambil tindakan hukum. Apakah aparat hukum seperti kepolisian dan kejaksaan tidak merasakan kelurahan masyarakat atas beban pungutan ini? Apalagi di era pandemi ini, ekonomi masyarakat begitu sangat tertekan akibat wabah korona,” pungkasnya.

Sebelumnya dalam RDP, pembahasan pengutipan yang dilakukan pihak MAN kepada orangtua murid secara sukarela, peruntukannya sangat beragam mulai untuk membayar gaji guru, honor hingga fasilitas sekolah seperti bus. Bahkan pihak MAN 1 Medan mengungkapkan, kebijakan itu bukan di tahun ini saja diberlakukan, tetapi karena dampak Covid-19 seolah diperbesar-besar. “Padahal, sumbangan sebesar Rp1,5 juta per tahun dan untuk full day Rp2,4 juta/tahun dan Rp200 ribu/bulan sudah sesuai kesepakatan orangtua siswa dan tak ada yang keberatan saat telekonferensi dilakukan,” kata Kepala MAN 1 Medan, Maisaroh Siregar.

Ia menambahkan sumbangan dari uang wali murid tersebut, digunakan untuk membayar gaji guru honor hingga pembelian bus untuk transportasi siswa jika mengikuti perlombaan serta untuk peningkatan kualitas belajar mengajar lainnya.

Atas polemik ini, Komisi E DPRDSU mengeluarkan empat rekomendasi yang pada prinsipnya meminta agar sumbangan yang tidak memiliki dasar tersebut, segera dievaluasi. Kemudian meminta Kanwil Kemenag Sumut melakukan pembinaan kepada seluruh kepala MAN di jajarannya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/