Site icon SumutPos

Pasca Dieksekusi, Keluarga Tarigan Tidur di Trotoar

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos Proses eksekusi lahan di Kawasan Jalan Karya Wisata Medan, Rabu (31/8/2016). Warga menolak rencana eksekusi lahan seluas lima hektar milik PT Pertamina tersebut, karena sudah digunakan warga beberapa tahun sebagai tempat berdagang.
Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Proses eksekusi lahan di Kawasan Jalan Karya Wisata Medan, Rabu (31/8/2016). Warga menolak rencana eksekusi lahan seluas lima hektar milik PT Pertamina tersebut, karena sudah digunakan warga beberapa tahun sebagai tempat berdagang.

Setelah lahan tempat rumahnya berdiri dieksekusi Pengadilan Negeri Medan, Rabu (31/9/2016), Jonathan Tarigan bersama isteri dan 4 anaknya, bermalam di atas trotoar di seberang lahan yang dieksekusi, Jalan Karya Wisata simpang Jalan Karya Kasih, Pangkalan Masyhur, Medan Johor.

Parlindungan Harahap, Medan

Hanya dengan beralasan kartun bekas, pria berusia 67 tahun dan keluarganya itu tidur demi merajut mimpi. Begitu juga dengan perlengkapan rumah tangga yang biasanya tersusun rapi di rumah, kini tertumpuk tak beraturan di pinggir jalan. Sementara untuk mandi, Jonathan dan keluarganya sama sekali tak dapat melakukannya.

“Kalau untuk buang air saja, masih bisa kami numpang ke swalayan. Tapi, kalau tak dikasih, terpaksalah mencari tempat yang sepi hanya agar bisa buang air kecil,” ujar Jonathan saat ditemui Sumut Pos, Kamis (1/9).

Tidak memilik uang untuk menyewa rumah, menjadi alasan Jonathan dan keluarganya, untuk tinggal di pinggir jalan. Uang tali asih sebesar Rp3 juta yang diberi PT Pertamina selaku pemilik lahan, dikatakan Jonathan tak mencukupi untuk menyewa rumah.

“Uang yang mereka beri itu, sudah habis untuk menyewa motor pengangkut barang. Padahal untuk membongkar rumah dan mengangkati barang sudah kami lakukan sendiri. Jadi, mana ada lagi uang untuk membayar orang?” sambung Jonathan.

Dengan kondisi tersebut, Jonathan memperkirakan dirinya dan keluarga masih akan tinggal di pinggir jalan hingga satu minggu ke depan. Sulitnya mendapatkan pinjaman dari teman maupun keluarga menjadi salah satu alasan yang logis diterima akal.

Apalagi selama ini dirinya dan keluarga hanya menggantungkan hidup dari hasil menjual rokok dan kebutuhan sehari-hari lainnya di kios yang kini sudah rata dengan tanah.

“Selain saya, masih ada 1 kelaurga lagi yang belum mendapatkan rumah tinggal yang layak. Orang itu adalah keluarga Bru Karo. Mereka tidur di teras rumah kosong yang ada di komplek itu. Namun mereka sudah pergi mencari rumah sewa, karena pemilik rumah sudah mulai keberatan dengan barang milik mereka yang menumpuk di depan rumah, “ ungkap Jonathan menyambung cerita.

Diceritakan Jonathan, lahan yang mulai ditempatinya pada 5 tahun lalu itu dulunya hanya lahan yang dipenuhi semak belukar dan pepohonan. Tidak ada yang mengurus dan tidak ada plang pemberitahuan jika lahan tersebut milik siapa.

Oleh karena itu, diakui Jonathan jika dirinya membuka warung kecil di atas lahan. Seiring berjalan waktu, disebut Jonathan jika dirinya membangun rumah untuk tempat tinggal bersama keluarganya. Namun, Jonathan tetap mengakui jika lahan yang dipergunakannya untuk berjualan sekaligus membangun rumah memang bukan milik mereka.

“Dari kemarin sudah kami sampaikan jika kami bukan pemilik lahan. Kami hanya menempati saja. Namun, yang kami sesalkan kenapa kami tidak beri tempo (batas waktu) hingga kami menemukan rumah sewa yang layak huni,” ujar Jonathan mengakhiri perbincangan.

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Petugas kepolisian mengamankan warga yang berusaha menghadang proses eksekusi lahan di Jalan Karya Wisata Medan, Rabu (31/8). Warga menolak rencana eksekusi lahan seluas lima hektar milik PT Pertamina, karena sudah digunakan warga sejak beberapa tahun sebagai tempat berdagang.

Nasib yang dialami Jonathan, juga hampir dialami Fendi Piliang dan keluarganya. Namun Efendi mengaku akhirnya mendapatkan rumah sewa di Jalan Karya Tani, Pangkalan Masyhur, Medan Johor, Rabu (31/8) malam. Dikatakan Efendi, pemilik rumah yang disewanya masih memberi kemudahan yakni membayar setengah dulu dari harga sewa rumah Rp7 juta per tahun. Namun, untuk perlengkapan rumah tanggga, disebut Efendi terpaksa sebagian dijualnya karena rumah yang disewa sangat kecil.

Disinggung soal tali asih yang diberikan kepadanya, pria berusia 67 tahun itu mengaku kalau uang yang diberi itu sudah habis digunakan untuk menyewa mobil mengangkut baran-barangnya ke rumah yang disewanya.

“Oleh karena itu, saya menilai pemerintah sangat kejam terhadap rakyat. Pemerintah memprogramkan memberantas kemiskinan. Namun kenyataannya, orang miskin seperti kami yang diberantas. Terlebih Pertamina itu BUMN, seharusnya mereka membina kami karena kami yang tinggal di atas lahan itu membuka usaha kecil menengah,” tanda pria yang sebelumnya membuka usaha kedai kopi dan sarapan pagi di atas lahan yang dieksekusi.

Pantauan Sumut Pos di lokasi, masih ada 8 bangunan permanen lagi yang belum dirubuhkan bangunannya. Dari 8 bangunan itu, ada bangunan untuk usaha cukup besar terlihat, yakni panglong dan doorsemer mobil. Sementara untuk 6 bangunan lagi, terlihat tidak begitu besar dan sudah tidak ada aktifktas di dalamnya.

Kabag Ops Polresta Medan, Kompol Hermansah dan Juru Sita Pengadilan Negeri Medan, Abdul Rahman pun kembali mendatangi doorsmer dan Panglong itu.

Selain itu, belasan personil Kepolisian berseragam lengkap, terlihat masih berada di sana. Begitu juga dengan puluhan pekeraja berseragam, terlihat sibuk bekerja di atas lahan yang benar-benar sudah bersih dari barang milik orang yang sebelumnya menghuni. Tiang-tiang dari broti, terlihat dipasang para pekerja berseragam rompi orange itu, dengan menanam 1 ujung broti ke tanah, hingga berdiri tegah dan kokoh. Informasi berkembang di sana menyebut jika tiang-tiang itu, hendak dijadikan pagar yang akan mengelilingi lahan tersebut. (ain/ije)

Exit mobile version