SUMUTPOS.CO – Upah Minimum Kabupaten /Kota (UMK) se-Sumatera Utara (Sumut) tahun 2024 yang baru ditetapkan Penjabat (Pj) Gubernur Sumut (Gubsu) Hassanudin, ditolak elemen buruh. Untuk itu, dalam waktu dekat sejumlah elemen buruh bakal menggelar aksi besar-besaran.
“Kami menolak keras penetapan UMK murah di Sumut. Tuntutan kami naikan 15 persen, bukan di bawah rata-rata 4 persen. Kami akan siapkan aksi besar dengan merangkul semua elemen serikat buruh di Sumut dalam waktu dekat,” kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (FSPMI Sumut), Willy Agus Utomo di Medan, Jumat (1/12).
Menurutnya, pemerintah sudah tidak pernah memikirkan kehidupan kaum buruh di Sumut yang semakin miskin saja. Kalau UMK 2024 hanya naik rata-rata di bawah 4 persen, maka di beberapa kabupaten/kota di Sumut, buruhnya tidak akan mengalami kenaikan sama sekali dan itu sudah berlangsung hingga tiga tahun terakhir.
“Contohnya Deliserdang, UMK 2024 ditetapkan Rp3,5 juta. Itu buruh di sana sudah 3 tahun lalu upahnya segitu, karena dulu masih ada Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK), sekarang kan dihapus karena UU Cipta Kerja,” ucap Willy.
Maka, kenapa buruh minta naik upah 15 persen di seluruh Indonesia? Willy menjelaskan, hal itu hanya semata mengejar ketertinggalan upah buruh yang telah tereduksi akibat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan peraturan lainya yang mengebiri hak-hak buruh. Selain regulasi juga, setiap tahunnya harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan dan tidak pernah ada yang turun.
“Contoh juga UMK Medan, hanya Rp3,7 jutaan. Kalau tidak ada UU Cipta Kerja, kita presidiksi buruh Medan saat ini harusnya sudah di atas Rp4,5 jutaan. Sementara biaya kebutuhan hidup terus melonjak tinggi. Upah segitu tak cukup bagi buruh di Medan,” tegasnya lagi.
Maka, sambung Willy, wajar buruh Sumut saat ini harus kerja ganda, seperti narik ojek dan lain sebagainya, karena upah buruh di kota dan kabupaten yang merupakan basis Industri dan pekerja/buruh perkebunan upahnya sangat murah dan jauh tertinggal dari beberapa wilayah industri di daerah Jawa dan Sumatera.
“Bekasi, Purwakarta, Sidoarjo, Tanggerang, Depok, Karawang, dan banyak lagi kabupaten/kota di Jawa, UMK-nya sudah di atas Rp5 juta. Bahkan UMK Medan saat ini kalah dengan UMK Bintan di Kepulauan Riau, aneh bin ajaib,” bebernya.
Untuk Itu, kata Willy lagi, pihaknya meminta agar Pj Gubsu dapat melakukan revisi kenaikan upah, baik provinsi dan upah kabupaten/kota yang ditetapkan, dengan memakai pertimbangan kehidupan sosial buruh Sumut dan melakukan diskresi upah yang juga tidak melanggar aturan. “Agar demo buruh tidak berlanjut, sudah selayaknya Pj Gubsu mengundang SP/SB di Sumut dan berani merevisi kebaikan upah yang tidak sesuai harapan kaum buruh di Sumut. Kita tunggu kepedulian pak Hassanudin,” tutupnya.
Menyikapi rencana aksi elemen buruh menolak UMK 2024, Pengamat Ekonomi Sumatera Utara Gunawan Benjamin pesimis kalau tuntutan mereka akan membuahkan hasil. “Saya pesimis tuntutan buruh akan diterima, mengingat kondisi ekonomi Sumut yang memang fundamentalnya rapuh, karena sangat bergantung pada gejolak harga komoditas. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5 persen justru banyak didorong oleh belanja pemerintah serta kebijakan yang diperuntukan menjaga daya beli,” ujarnya kepada Sumut Pos, Jumat (1/12).
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi di Sumut tidak mencerminkan kondisi business as usual, di mana pemerintah banyak melakukan intervensi, seperti bantuan sosial hingga kebijakan penghapusan pajak dalam mendorong konsumsi. Di sisi lain, Pemilu juga menjadi motor penggerak konsumsi masyarakat di wilayah ini. Meskipun kondisi ini tidak terlepas dari dinamika ekonomi global yang cenderung merugikan bagi perekonomian Sumut.
“Kenaikan UMP Sumut sebesar 3,67 persen dan UMK yang juga tak sampai 4 persen lebih mencerminkan kenaikan laju tekanan inflasi dan kurang mempertimbangkan laju pertumbuhan ekonomi. Inflasi Sumut year to date itu sejauh ini angkanya 1,67 persen. Ekspektasinya, hingga tutup tahun masih akan di kisaran 2 persen. Jadi kalau mempertimbangkan laju kenaikan inflasi, sebenarnya kenaikan UMP sudah mampu mengcover kenaikan biaya hidup,” sebutnya.
Di sisi lain, lanjut Gunawan, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan akan berada di level 5 persen pada tahun 2023 ini. Jadi jelas kenaikan UMP tidak menjumlahkan antara inflasi dengan pertumbuhan ekonomi. Dan realisasi kenaikan UMP ini jauh dari harapan kaum buruh yang sebelumnya mengharapkan kenaikan upah double digit. Kenaikan UMP di tahun depan tidak akan memperbaiki daya beli para kaum buruh.
“Dengan asumsi jika sumber pendapatan satu orang kepala keluarga sebesar UMP dengan kenaikan 3,67 persen dan harus membiayai satu orang istri dan dua orang anak, maka pendapatannya masih kurang untuk mengcover kenaikan harga kebutuhan pangan pokok. Komoditas beras dan gula pasir yang kerap naik dan tidak turun lagi akan menjadi pengeluaran tetap yang harus dikurangkan dari kenaikan UMP,” bebernya.
Harga beras di tahun 2023 ini pun, sambungnya, mengalami kenaikan Rp1.500 – Rp2.000 per Kg. Kenaikan harga berasnya saja akan menambah pengeluaran sebesar Rp60.480 per bulan untuk satu keluarga, atau berkisar 61 persen dari total kenaikan UMP. Sementara harga gula naik sekitar Rp3.000 per Kg, atau menambah pengeluaran sekitar Rp6.480 per Kg per bulan. Jadi dua komoditas itu kalau ditotalkan akan menghabiskan 67 persen dari total kenaikan UMP.
“Belum lagi memperhitungkan kenaikan harga rokok, sewa rumah, terlebih lagi komoditas pangan lainnya, seperti cabai dan sayur-sayuran. Memang komoditas yang belakangan saya sebutkan geraknya fluktuatif. Tetapi jika dikalkulasikan pada hari ini, kenaikan UMP dan UMK masih kurang untuk mengcover segala kenaikan biaya hidup, khususnya pangan masyarakat,” tandasnya.
Perusahaan Diminta Patuhi UMK
Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Medan, Surianto meminta agar Pemko Medan melalui Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) dapat memastikan, tidak ada lagi perusahaan di Kota Medan yang membayar upah di bawah UMK mulai Januari 2024. “Mari kita hormati bersama kenaikan UMK Medan 2024 sebesar 4 persen ini,” kata politisi Partai Gerindra yang akrab disapa Butong ini kepada Sumut Pos, Jumat (1/12).
Menurutnya, kenaikan UMK sejatinya sangat penting karena begitu diharapkan setiap pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan hidup keluarganya. Akan tetapi, kepatuhan perusahaan dalam menjalankan besaran upah sesuai UMK dinilai jauh lebih penting.
“Tahun 2023 ini misalnya, UMK sekitar Rp3,6 juta saja masih banyak perusahaan yang tidak mematuhinya, bahkan masih banyak perusahaan yang menggaji karyawannya di bawah Rp3 juta perbulan. Apalagi 2024 UMK naik jadi Rp3,7 juta, apa artinya UMK naik kalau tidak dipatuhi. Saya rasa ini jadi ‘PR’ penting bagi kita semua, khususnya pihak Disnaker,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Butong meminta Disnaker Kota Medan untuk terus berkoordinasi dengan Disnaker Sumut agar melakukan pengawasan secara ketat terhadap seluruh perusahaan di Kota Medan terkait penerapan UMK.
Mengingat, masalah pengawasan ada di Disnaker Sumut. “Kita juga meminta agar layanan pengaduan yang dibuka Disnaker Kota Medan terus disosialisasikan agar kedepan layanan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para pekerja ataupun buruh di Kota Medan,” pungkasnya. (dwi/map/adz)