30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Rahudman Dituding Boros

Beli Mobil Dinas Baru

MEDAN-Pembelian mobil dinas Wali Kota Medan Rahudman Harahap, yang baru jenis Jeep Wrangler, menuai kritikan pedas dari sejumlah pihak. Pembelian mobil dinas baru tersebut dinilai pemborosan dan sebatas gagah-gagahan dari Wali Kota Medan serta menunjukkan kebijakan yang tidak populer yang dilakukan seorang kepala daerah.

“Ini persoalan etika dan style. Dulu waktu kampanye, Wali Kota Medan saat ini terkesan menggambarkan tidak bermewah-mewahan, bertemu dengan warganya. Saat ini berubah, dan tidak mencerminkan sosok seorang pemimpin yang baik dengan gaya hidup boros, sementara dari sisi kinerja sendiri tidak dapat diuji. Buktinya, arah dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan tidak jelas pada signifikansinya,” tegas Sekretaris Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Kamis (2/6).

Elfenda juga menuturkan, pembelian mobil dinas baru tersebut harus diketahui urgensinya, baik itu efisiensi, efektifitas serta transparansinya sesuai Undang-undang No 17 Tahun 2003, tentang keuangan negara yang mengatur mengenai prinsip-prinsip anggaran, efisiensi dan efektifitas serta transparansi. Yang salah satu poinnya adalah akuntabilitas.

Dari UU tersebut, dihubungkan juga dengan turunannya yakni, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13 Tahun 2006 yang mengatur tentang anggaran kinerja.
“Kalau sudah ada mobil dinasnya, untuk membeli mobil dinas yang baru harus ditanya dulu uangnya berapa, dipergunakan untuk apa dan dari mana asal uangnya. Karena masih banyak kebutuhan lainnya yang lebih penting ketimbang membeli mobil dinas,” bebernya.

Dikatakannya, hal ini karena berkorelasi dengan sistem pola anggaran kinerja yang mengutamakan hasil. Dan itu berdasarkan dengan UU dan Permendagri tersebut.

Kritikan tak kalah pedasnya juga dilontarkan analis politik asal Universitas Medan Area (UMA), Dadang Darmawan Msi. Dikatakannya, pembelian mobil dinas baru wali kota baik secara langsung maupun tidak langsung menandakan pemborosan. Dan itu juga memperlihatkan bahwa, pembelian itu adalah tidak pro kepada kepentingan publik ditandai pengurangan anggaran yang tidak efisien.

“Itu bentuk penggunaan anggaran yang tidak mementingkan kepentingan umum, serta kebijakan yang sangat tidak populer yang dilakukan seorang kepala daerah,” tegas Dadang.

Harusnya, sambung Dadang, Wali Kota Medan lebih mengutamakan penyelesaian persoalan-persoalan yang belum teratasi di Medan seperti masalah banjir, tata ruang wilayah, transportasi serta pelayanan publik dan mengkaji kegemarannya yang juga tidak populis yakni seringnya melakukan pemberhentian dan pengangkatan pejabat struktural di Pemko Medan tanpa alasan yang jelas.

“Masih banyak persoalan, misalnya pembangunan di Medan Utara yang tidak menujukkan perubahan signifikan, masalah banjir dan sebagainya. Bukannya bermewah-mewahan dengan membeli mobil dinas baru,” tukasnya lagi.
Dalam hal ini juga, lanjut Dadang, DPRD Medan juga  bisa menggunakan fungsi pengawasannya. Karena dalam hal ini, pembelian mobil dinas kepala daerah itu bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). “DPRD Medan juga harus tanggap, dan bisa menyikapi masalah ini,” cetusnya. (ari)

Beli Mobil Dinas Baru

MEDAN-Pembelian mobil dinas Wali Kota Medan Rahudman Harahap, yang baru jenis Jeep Wrangler, menuai kritikan pedas dari sejumlah pihak. Pembelian mobil dinas baru tersebut dinilai pemborosan dan sebatas gagah-gagahan dari Wali Kota Medan serta menunjukkan kebijakan yang tidak populer yang dilakukan seorang kepala daerah.

“Ini persoalan etika dan style. Dulu waktu kampanye, Wali Kota Medan saat ini terkesan menggambarkan tidak bermewah-mewahan, bertemu dengan warganya. Saat ini berubah, dan tidak mencerminkan sosok seorang pemimpin yang baik dengan gaya hidup boros, sementara dari sisi kinerja sendiri tidak dapat diuji. Buktinya, arah dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan tidak jelas pada signifikansinya,” tegas Sekretaris Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Kamis (2/6).

Elfenda juga menuturkan, pembelian mobil dinas baru tersebut harus diketahui urgensinya, baik itu efisiensi, efektifitas serta transparansinya sesuai Undang-undang No 17 Tahun 2003, tentang keuangan negara yang mengatur mengenai prinsip-prinsip anggaran, efisiensi dan efektifitas serta transparansi. Yang salah satu poinnya adalah akuntabilitas.

Dari UU tersebut, dihubungkan juga dengan turunannya yakni, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13 Tahun 2006 yang mengatur tentang anggaran kinerja.
“Kalau sudah ada mobil dinasnya, untuk membeli mobil dinas yang baru harus ditanya dulu uangnya berapa, dipergunakan untuk apa dan dari mana asal uangnya. Karena masih banyak kebutuhan lainnya yang lebih penting ketimbang membeli mobil dinas,” bebernya.

Dikatakannya, hal ini karena berkorelasi dengan sistem pola anggaran kinerja yang mengutamakan hasil. Dan itu berdasarkan dengan UU dan Permendagri tersebut.

Kritikan tak kalah pedasnya juga dilontarkan analis politik asal Universitas Medan Area (UMA), Dadang Darmawan Msi. Dikatakannya, pembelian mobil dinas baru wali kota baik secara langsung maupun tidak langsung menandakan pemborosan. Dan itu juga memperlihatkan bahwa, pembelian itu adalah tidak pro kepada kepentingan publik ditandai pengurangan anggaran yang tidak efisien.

“Itu bentuk penggunaan anggaran yang tidak mementingkan kepentingan umum, serta kebijakan yang sangat tidak populer yang dilakukan seorang kepala daerah,” tegas Dadang.

Harusnya, sambung Dadang, Wali Kota Medan lebih mengutamakan penyelesaian persoalan-persoalan yang belum teratasi di Medan seperti masalah banjir, tata ruang wilayah, transportasi serta pelayanan publik dan mengkaji kegemarannya yang juga tidak populis yakni seringnya melakukan pemberhentian dan pengangkatan pejabat struktural di Pemko Medan tanpa alasan yang jelas.

“Masih banyak persoalan, misalnya pembangunan di Medan Utara yang tidak menujukkan perubahan signifikan, masalah banjir dan sebagainya. Bukannya bermewah-mewahan dengan membeli mobil dinas baru,” tukasnya lagi.
Dalam hal ini juga, lanjut Dadang, DPRD Medan juga  bisa menggunakan fungsi pengawasannya. Karena dalam hal ini, pembelian mobil dinas kepala daerah itu bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). “DPRD Medan juga harus tanggap, dan bisa menyikapi masalah ini,” cetusnya. (ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/