26 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Dewan Korban Mafia Tiket

ilustrasi
ilustrasi

SUMUTPOS.CO- Sejumlah anggota DPRD Sumut mengaku kesal, karena nama mereka diduga masuk dalam temuan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK RI. Apalagi mereka sama sekali tidak mengetahui harga tiket pesawat yang mereka pergunakan, karena telah disediakan oleh staf di komisi masing-masing.

Hal ini memunculkan kecurigaan, ada mafia tiket yang bermain di DPRD Sumut.

Ketua Komisi E DPRD Sumut, Efendi Panjaitan mengatakan, pihaknya akan menelusuri seperti apa proses pengadaan tiket untuk perjalanan dinas anggota dewan yang dianggarkan dalam APBD provinsi tersebut. Apalagi dari 23 inisial nama legislator yang tertera pada LHP BPK itu, sebagian besar berasal dari komisinya. Sehingga membuatnya sedikit terganggu.

“Kita akan telusuri seperti apa proses pengadaannya. Kalau memang travel yang sengaja menaikkan harganya, kita minta supaya diputus saja hubungannya,” ujar Efendi kepada Sumut Pos, Kamis (2/6).

Dengan temuan ini, dirinya meminta agar ke depan tidak lagi terulang hal yang sama. Sebab meskipun tidak tahu mengenai harga tiket pesawat untuk perjalanan dinas mereka, namun dengan laporan temuan BPK, secara tidak langsung, nama mereka masuk dan seolah menjadi tertuduh sekalipun hanya inisial.

“Ke depan kita akan lebih hati-hati dan selektif lagi supaya jangan terjadi lagi yang seperti ini,” katanya.

Hal senada juga disampaikan anggota Komisi E Syamsul Qodri Marpaung. Ia dan rekan-rekannya merasa menjadi korban mafia tiket. Karena berdasarkan jadwal penerbangan pada November 2014, mereka baru dua bulan bertugas sejak September 2014. Sehingga menurutnya bisa saja memunculkan kecurigaan bahwa anggota dewan yang baru, ada dugaan mark up harga tiket pesawat sampai Rp2 juta.

“Inikan seolah-olah kerjaannya Komisi E. Sebab itu kunjungan kita yang pertama. Kan tidak cocok kalau periode pertama kita dinilai sebagai begal tiket, yang benar saja,” sebutnya.

Dirinya juga mengatakan, pihaknya di komisi sudah menggelar rapat internal membahas persoalan ini. Hasilnya ternyata ditemukan beberapa hal yang tidak semestinya. Seperti print out tiket yang dicetak oleh travel, bukan maskapai. Kemudian tidak adanya bukti pembayaran dengan dalih saling percaya.

“Kita sudah tanya ke yang bersangkutan (staf), ternyata nama agennya inisial W dan sudah terbiasa berurusan pada periode lalu. Tapi kenapa Komisi E saja yang banyak masuk namanya,” tambahnya.

Syamsul juga merasa kesal karena pada proses audit oleh BPK sebelum LHP disampaikan, sudah ada imbauan agar laporan diperbaiki bila ada yang tidak sesuai. Namun tenggat waktu diberikan, tidak ada upaya perbaikan atau klarifikasi sampai inisial nama mereka muncul memjadi temuan oleh BPK.

“Kalau mau diperbaiki, kita pun siap membantu saat BPK memberikan tenggat waktu perbaikan. Tidak sampai nama kita jadi terbawa-bawa. Makanya kita anggap ini kesalahan travel dan kelalaian staf kita,” katanya.

Terkait kelalaian tersebut, pihaknya juga sudah meminta agar yang bersangkutan membuat pernyataan di atas materai dan disampaikan kepada 17 anggota Komisi E yang inisial namanya tertera pada hasil temuan di LHP BPK RI. Mereka pun meminta agar ada perjanjian tertulis dengan travel agar tidak terulang kembali tindakan mafia tiket seperti dikatakannya.

“Mungkin orang sekarang berpikir, bagaimana aturan itu diakali, bukan diikuti,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Sumut Parmohonan Lubis mengaku tak tahu ada temuan dugaan mark-up tiket pesawat perjalanan dinas di instansinya. Dia bahkan mengaku belum melihat dan mendapat Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Sumut (LKPD) 2014, yang belum lama ini diserahkan ke Pemprovsu.

“Nggak ada laporan ke kami, dan kami belum pegang LHP BPK itu,” ujarnya saat dihubungi Sumut Pos, Kamis (2/7).

Parmohonan mengakui, pihaknya sama sekali belum ada menindaklanjuti LHP BPK tersebut. Di mana ada sebanyak Rp27,4 juta temuan dugaan mark up pesawat pada instansinya. Dia beralasan kalaupun temuan tersebut ada sebelum LHP, pihaknya pasti sudah menindaklanjuti hal tersebut. Selanjutnya Parmohonan juga dengan tegas menyatakan, kalau pihaknya tidak ada menerima surat himbauan terkait temuan LHP BPK tersebut.

Pernyataan Parmohonan bertolak belakang dengan Plt Kepala Inspektorat Sumut, Ahmad Fuad. Di mana sebelumnya Fuad menyatakan kalau Gubsu Gatot Pujo Nugroho melalui Inspektorat sudah menyurati seluruh SKPD yang jadi temuan dalam LHP, untuk menindaklanjuti sejumlah dugaan tersebut.

“Nggak ada laporan ke kita (Dinas Peternakan). LHP-nya juga masih di Kantor Gubsu,” sebutnya.

Disinggung kembali bahwa permintaan itu sudah disampaikan Inspektorat Sumut untuk segera ditindaklanjuti SKPD, Parmohonan mengaku pihaknya belum menerima himbauan dimaksud. “Belum ada. Kalau memang Inspektorat yang bilang begitu, mereka saja yang menindaklanjutinya,” bebernya.

Plt Kepala Inspektorat Ahmad Fuad sebelumnya mengatakan, bagi setiap SKPD yang disebut dalam temuan LHP tersebut, diminta wajib menindaklanjuti. Sebagai bentuk tindak lanjut atas temuan dimaksud, pihaknya sudah menyurati SKPD terkait atas nama Gubsu Gatot Pujo Nugroho. “Itu menjadi domain SKPD terkait. Kita (Inspektorat) hanya turut mengawasi saja,” tuturnya, Selasa (30/6) kemarin.

Dia juga mengatakan, saat ini beberapa SKPD yang menjadi temuan itu sedang bekerja untuk mengecek kebenaran dugaan dalam LHP tersebut. SKPD juga diminta serius menelusuri sejumlah temuan yang disangkahkan tersebut sebelum menyampaikan laporan ke BPK, sebagai bentuk tanggung jawab atas uang negara yang sudah terpakai. “Yang jelas temuan ini akan kita tindak lanjuti, dan sekarang tengah berproses. Kalau memang ada kelebihan dari perjalanan dinas tersebut, maka uang itu harus dikembalikan,” pungkasnya. (bal/prn/adz)

ilustrasi
ilustrasi

SUMUTPOS.CO- Sejumlah anggota DPRD Sumut mengaku kesal, karena nama mereka diduga masuk dalam temuan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK RI. Apalagi mereka sama sekali tidak mengetahui harga tiket pesawat yang mereka pergunakan, karena telah disediakan oleh staf di komisi masing-masing.

Hal ini memunculkan kecurigaan, ada mafia tiket yang bermain di DPRD Sumut.

Ketua Komisi E DPRD Sumut, Efendi Panjaitan mengatakan, pihaknya akan menelusuri seperti apa proses pengadaan tiket untuk perjalanan dinas anggota dewan yang dianggarkan dalam APBD provinsi tersebut. Apalagi dari 23 inisial nama legislator yang tertera pada LHP BPK itu, sebagian besar berasal dari komisinya. Sehingga membuatnya sedikit terganggu.

“Kita akan telusuri seperti apa proses pengadaannya. Kalau memang travel yang sengaja menaikkan harganya, kita minta supaya diputus saja hubungannya,” ujar Efendi kepada Sumut Pos, Kamis (2/6).

Dengan temuan ini, dirinya meminta agar ke depan tidak lagi terulang hal yang sama. Sebab meskipun tidak tahu mengenai harga tiket pesawat untuk perjalanan dinas mereka, namun dengan laporan temuan BPK, secara tidak langsung, nama mereka masuk dan seolah menjadi tertuduh sekalipun hanya inisial.

“Ke depan kita akan lebih hati-hati dan selektif lagi supaya jangan terjadi lagi yang seperti ini,” katanya.

Hal senada juga disampaikan anggota Komisi E Syamsul Qodri Marpaung. Ia dan rekan-rekannya merasa menjadi korban mafia tiket. Karena berdasarkan jadwal penerbangan pada November 2014, mereka baru dua bulan bertugas sejak September 2014. Sehingga menurutnya bisa saja memunculkan kecurigaan bahwa anggota dewan yang baru, ada dugaan mark up harga tiket pesawat sampai Rp2 juta.

“Inikan seolah-olah kerjaannya Komisi E. Sebab itu kunjungan kita yang pertama. Kan tidak cocok kalau periode pertama kita dinilai sebagai begal tiket, yang benar saja,” sebutnya.

Dirinya juga mengatakan, pihaknya di komisi sudah menggelar rapat internal membahas persoalan ini. Hasilnya ternyata ditemukan beberapa hal yang tidak semestinya. Seperti print out tiket yang dicetak oleh travel, bukan maskapai. Kemudian tidak adanya bukti pembayaran dengan dalih saling percaya.

“Kita sudah tanya ke yang bersangkutan (staf), ternyata nama agennya inisial W dan sudah terbiasa berurusan pada periode lalu. Tapi kenapa Komisi E saja yang banyak masuk namanya,” tambahnya.

Syamsul juga merasa kesal karena pada proses audit oleh BPK sebelum LHP disampaikan, sudah ada imbauan agar laporan diperbaiki bila ada yang tidak sesuai. Namun tenggat waktu diberikan, tidak ada upaya perbaikan atau klarifikasi sampai inisial nama mereka muncul memjadi temuan oleh BPK.

“Kalau mau diperbaiki, kita pun siap membantu saat BPK memberikan tenggat waktu perbaikan. Tidak sampai nama kita jadi terbawa-bawa. Makanya kita anggap ini kesalahan travel dan kelalaian staf kita,” katanya.

Terkait kelalaian tersebut, pihaknya juga sudah meminta agar yang bersangkutan membuat pernyataan di atas materai dan disampaikan kepada 17 anggota Komisi E yang inisial namanya tertera pada hasil temuan di LHP BPK RI. Mereka pun meminta agar ada perjanjian tertulis dengan travel agar tidak terulang kembali tindakan mafia tiket seperti dikatakannya.

“Mungkin orang sekarang berpikir, bagaimana aturan itu diakali, bukan diikuti,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Sumut Parmohonan Lubis mengaku tak tahu ada temuan dugaan mark-up tiket pesawat perjalanan dinas di instansinya. Dia bahkan mengaku belum melihat dan mendapat Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Sumut (LKPD) 2014, yang belum lama ini diserahkan ke Pemprovsu.

“Nggak ada laporan ke kami, dan kami belum pegang LHP BPK itu,” ujarnya saat dihubungi Sumut Pos, Kamis (2/7).

Parmohonan mengakui, pihaknya sama sekali belum ada menindaklanjuti LHP BPK tersebut. Di mana ada sebanyak Rp27,4 juta temuan dugaan mark up pesawat pada instansinya. Dia beralasan kalaupun temuan tersebut ada sebelum LHP, pihaknya pasti sudah menindaklanjuti hal tersebut. Selanjutnya Parmohonan juga dengan tegas menyatakan, kalau pihaknya tidak ada menerima surat himbauan terkait temuan LHP BPK tersebut.

Pernyataan Parmohonan bertolak belakang dengan Plt Kepala Inspektorat Sumut, Ahmad Fuad. Di mana sebelumnya Fuad menyatakan kalau Gubsu Gatot Pujo Nugroho melalui Inspektorat sudah menyurati seluruh SKPD yang jadi temuan dalam LHP, untuk menindaklanjuti sejumlah dugaan tersebut.

“Nggak ada laporan ke kita (Dinas Peternakan). LHP-nya juga masih di Kantor Gubsu,” sebutnya.

Disinggung kembali bahwa permintaan itu sudah disampaikan Inspektorat Sumut untuk segera ditindaklanjuti SKPD, Parmohonan mengaku pihaknya belum menerima himbauan dimaksud. “Belum ada. Kalau memang Inspektorat yang bilang begitu, mereka saja yang menindaklanjutinya,” bebernya.

Plt Kepala Inspektorat Ahmad Fuad sebelumnya mengatakan, bagi setiap SKPD yang disebut dalam temuan LHP tersebut, diminta wajib menindaklanjuti. Sebagai bentuk tindak lanjut atas temuan dimaksud, pihaknya sudah menyurati SKPD terkait atas nama Gubsu Gatot Pujo Nugroho. “Itu menjadi domain SKPD terkait. Kita (Inspektorat) hanya turut mengawasi saja,” tuturnya, Selasa (30/6) kemarin.

Dia juga mengatakan, saat ini beberapa SKPD yang menjadi temuan itu sedang bekerja untuk mengecek kebenaran dugaan dalam LHP tersebut. SKPD juga diminta serius menelusuri sejumlah temuan yang disangkahkan tersebut sebelum menyampaikan laporan ke BPK, sebagai bentuk tanggung jawab atas uang negara yang sudah terpakai. “Yang jelas temuan ini akan kita tindak lanjuti, dan sekarang tengah berproses. Kalau memang ada kelebihan dari perjalanan dinas tersebut, maka uang itu harus dikembalikan,” pungkasnya. (bal/prn/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru