Site icon SumutPos

Anggota DPRD: Masak Penggarap Minta Lebih Besar?

Foto: Teddy Akbari/Sumut POs
Jalan tol Medan-Binjai, dengan pintu gerbang Helvetia akan bisa digunakan mulai awal Oktober.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Menyikapi kisruh ganti rugi lahan di Seksi 1 Jalan Tol Medan-Binjai, anggota DPRD Kota Medan Muhammad Yusuf bereaksi. Ia menyayangkan sikap penggarap yang meminta uang ganti rugi lebih besar, ketimbang pemilik sertifikat hak milik dalam hal pembebasan lahan untuk proyek jalan tol Medan-Binjai.

“Wajar bila pembagiannya berbeda. Masak (penggarap) mendapat lebih besar dibanding pemegang SHM. Harusnya mereka itu legowo sudah mau diganti rugi,” katanya kepada Sumut Pos, di gedung dewan, Senin (2/10).

Sebagai legislator daerah pemilihan (dapil) Medan Utara, Yusuf menyarankan kepada objek-objek yang keberatan untuk melakukan musyawarah mufakat. Jangan sampai masalah ini dibawa ke ranah hukum.

“Bermusyawarahlah kamu dalam semua urusan, begitu kata Allah Swt. Jadi masalah ini akan selesai kalau kita mau bermusyawarah dalam mufakat. Insya Allah akan ada jalan keluar,” harapnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini meminta kepada penggarap agar rela memberi kelebihan pembagian kepada warga pemegang SHM. “Jadi ya harus legowo. Kan ada juganya rezeki buat mereka (penggarap). Saya juga tidak sependapat apabila penggarap tidak diberikan sama sekali,” tegasnya.

Lebih jauh menurut Yusuf, cara mufakat akan lebih baik dibanding menempuh jalur hukum dalam persoalan ini. “Jalur hukum itukan panjang prosesnya. Energi terbuang banyak dan memakai uang lagi. Mending uang yang dikasih itu bisa dimanfaatkan untuk keperluan hidup sehari-hari. Jadi saya pikir bermufakat sajalah kita agar masalah ini cepat selesai,” katanya.

Sementara, warga di Jalan Kawat 5 Tanjung Mulia Hilir, Medan Deli terdampak proyek jalan tol Medan – Binjai, mulai was-was. Pasalnya, tersiar kabar tim penyelesaian lahan menitipkan pembayaran uang ganti rugi tanah ke pengadilan. “Kabarnya begitu, maka warga pun jadi bingung,” ujar Ismadi (50), seorang warga, Senin (2/10).

Atas berkembangnya info itu, beberapa warga yang semula menolak pembayaran uang ganti rugi sebesar 40 persen, saat ini mulai luluh. Karena mereka khawatir jika nantinya tidak mendapatkan apapun dari penggusuran proyek jalan tol. “Takutnya nggak dapat pula, mau melawan pasti tetap digusur,” tuturnya.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Pemukiman warga tampak dari atas di Jalan Tj Mulia Medan, Jumat (29/9/2017). Pemukiman tersebut rencananya akan dijadikan jalur layang Tol Medan- Binjai, namun masih terkendala pembebasan lahan.

Alotnya proses bagi hasil uang ganti rugi tanah antara 300 kepala keluarga (KK) warga, dengan pihak pemegang sertifikat memang berlangsung alot. Bahkan, berakibat pada terkendalanya pengerjaan proyek jalan tol Medan-Binjai. “Anehnya, kok pas ada proyek jalan tol sebanyak 16 warga Tionghoa pemilik sertifikat muncul. Padahal, dulunya tidak ada,” ungkap Ismadi.

Dia mengaku, lahan dan bangunan rumah yang ditempatinya, dulu ia beli dari seorang warga pada 1987 silam. Namun diakui Ismadi, jual beli dimaksud hanya sebatas surat garap serta kwitansi pembayaran tanpa sertifikat tanah. “Banyak di sini yang tak punya sertifikat tanah, paling cuma beberapa yang ada. Kalau sampai ke pengadilan masalahnya semakin repot,” cetusnya.

Sementara, atas kisruh ganti rugi lahan tol Medan-Binjai pada sesi Tanjungmulia Hilir, beberapa warga lainnya dikabarkan justru melakukan gugatan ke pengadilan negeri (PN) Medan. Para tergugat itu di antaranya, Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Jalan Tol, tim Satgas Penyelesaian Ganti Rugi Jalan Tol, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan dan Lurah Tanjung Mulia Hilir. Lurah Tanjung Mulia Hilir, Medan Deli, Maulana Harahap ketika dihubungi melalui sambungan selularnya terkait atas gugatan warga tersebut, belum menjawab. (prn/rul/adz)

Exit mobile version