30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Saksi Ngaku Disetubuhi

Sidang Lanjutan Kasus Narkoba Mantan Wadir Narkoba Poldasu

MEDAN-Kasus narkoba yang melibatkan Mantan Wadir Narkoba Poldasu, AKBP Apriyanto kembali disidang di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (4/5).
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi. Tiga orang saksi yang dihadirkan yakni Wina Harahap (21), Akhiruddin Rangkuti (56), anggota Polri serta Arlin Parlindungan Harahap (35), anggota Polri. Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hasban Panjaitan, SH dan  JPU Nilma Lubis, saksi Akhiruddin Rangkuti menerangkan, Sabtu 11 Februari 2012, sesuai dengan surat perintah dari Direktur Narkoba Polda Sumut, dia diperintahkan melakukan razia di tempat-tempat hiburan malam  salah satunya karoke D’Core, di Jalan Merak Jingga.

“Saya ikut dengan 25 personel dipimpin AKBP Sumadi. Setelah melakukan koordinasi di Lapangan Merdeka, kami langsung ke lokasi sesuai dengan perintah. Kami berbagi tugas,” katanya.

Menurutnya, saat razia dia menuju ruangan Selo III di lantai dua, di sana ditemukan dua orang yang diketahuin Jonson Jingga dan Sri Agustina.
“Kami melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dan meminta mengeluarkan isi kantong dan tas,” katanya.

Dari Jonson Jingga ditemukan 8 butir pil atau satu papan pil happy five. Setelah diketahui barang itu psikotropika, meraka mengamankan handphone Jonson Jingga dan Sri Agustina dan memboyong mereka ke Mapoldasu.

“Terdakwa pada waktu itu tidak berada di tempat. Saya tidak pernah bertemu dengan terdakwa. Saat itu Jonson Jingga dan Sri Agustina saling tuding-tudingan. Jonson Jingga mengatakan bahwa pil itu punya Pak Wadir. Lantas saya tanyakan Wadir mana dan Jonson Jingga mengatakan Wadir Narkoba Poldasu. Sementara Sri Agustina saat itu mabuk,” katanya.

Sementara saksi Arlin Harahap mengatakan, seperti biasa dia di SMS oleh Kanit dan meminta untuk kumpul di Lapangan Merdeka di samping Pos Sat Lantas. Apel berkisar 15-25 orang. Surat perintah itu hanya dibacakan oleh AKBP Suhadi.

“Saat itu kami hanya diperintahkan melakukan razia hanya di Karoke D’Core aja,” kata Arlin.

“Kenapa hanya D’Core saja yang dirazia. Kan banyak tempat hiburan lain,” tanya  hakim kepada saksi. Saksi tak menjawab.
Saksi mengatakan, kalau Sri Agustina meminta handphonenya tak disita, karena dia akan menghubungi Wadir Narkoba.

Sedangkan, saksi Wina Harahap mengaku, baru pertama kali jumpa dan kenal dengan Wadir Narkoba. Pertemuan itu tidak disengaja.
“Agustina menelepon saya meminta untuk datang di  D’Core di Jalan Merak Jingga. Agustina mengenalkan saya dengan Pak  Wadir,” ujar Wina.
Wina juga mengatakan, bahwa antara Agustina dan Wadir sempat ribut, karena Agustina masih menyimpan foto mantan suaminya.

“Pak Wadir juga sempat mengatakan, kalau kamu (Agustina) masih berhubungan sama mantan suamimu, kita putus,” ujar Wina menirukan percakapan Wadir.

Saksi juga mengakui kalau dirinya juga menerima pil happy five dari Agustina. “Saya juga diajak ke rumah Pak Wadir. Di rumah itu  saya disetubuhi Pak Wadir,” kata Wina. (rud)

Saya Dijebak…

Saat sidang Wadir Narkoba mendapatkan dukungan moral dari sang istri Rina Wandini. Usai sidang, AKBP Apriyanto buka mulut.
Sembari keluar dari ruang sidang utama di Pengadilan Negeri Medan, AKBP Apriyanto yang didampingi istri, kerabat dan seorang bocah perempuan berusia 5 tahun yang diketahui anaknya,  Apriyanto mengungkapkan persoalan pribadinya dengan sang pimpinan satu per satu secara gamblang.

“Saya dijebak dalam kasus ini. Ini terbukti kesaksian Wina Harahap di depan persidangan tadi sudah direkayasa. Untuk memojokkan dan menghancurkan saya. Hal ini terbukti dengan pengawalan ketat yang dilakukan personel Reserse Narkoba, pada seorang Wina yang dianggap cukup berlebihan. Selain itu, saya juga heran bagaimana seorang Wina yang tidak dijadikan tersangka diperiksa di ruangan seorang Direktur Narkoba (Kombes Pol Andjan Dewanto). Demi Allah, saya tidak ada berhubungan badan dengan Wina. Memang Wina pernah ke rumah saya, kedekatan saya dengan Wina seperti kedekatan saya dengan Sri Agustina (terdakwa) yang sudah menjadi adik angkat istri saya,” ujar Apriyanto.

Apriyanto juga mengatakan, dia mencurigai bahwa razia yang dilakukan mantan  anggotanya yang dipimpin AKBP Sujudi, adalah direkayasa. Karena pada saat razia digelar, surat perintah tugas yang dikeluarkan Direktur Narkoba juga harus mendapatkan disposisi dari dirinya.

“Prosedur razia tempat hiburan malam ada beberapa disposisi, dari Propam dan juga dari saya. Namun kali ini, saya tidak dilibatkan bahkan razia hanya di gelar di karoke D’Core saja. Sedangkan tempat hiburan lain tidak dilakukan. Puncak ketidaksukaannya ketika saya dipercayakan oleh BNN, untuk ikut melakukan penggerebekan ladang ganja di Tapsel. Sedangkan Direktur tidak dilibatkan,” ujar Apriyanto.

“Memang saya dijadikan duta narkoba untuk BNN, bahkan banyak kejanggalan dalam proses penangkapan narkoba yang dilakukan direktur, salah satunya barang bukti sabu-sabu ditukar dengan tawas. Bahkan ada tersangka yang mengadukan hal ini pada saya. Saya ini dari mulai berpangkat letnan dua sampai dengan sekarang saya bertugas di narkoba terus. Dua kali saya jadi kapolres, tapi kenapa saya mencoba mengadu pada pimpinan tidak digubris. Sebagai wakil saya tidak berfungsi, banyak personel narkoba banyak harta yang dinilai tidak jujur dalam menjalankan tugasnya, saya saja sebagai perwira hanya mengendarai mobil Xenia,” tegas Apriyanto.

Apriyanto juga mengatakan, bahwa dirinya pernah diancam oleh Jonson Jingga ketika dia ditangkap Poldasu.
“Dia pernah minta tolong dan jual nama saya, namun tidak saya gubris bahkan dia mengancam akan menjatuhkan saya dan keluarga saya,” ujar Apriyanto.

Sementara istrinya Rina Wandini mendukung suaminya untuk mengungkapkan semuanya.
“Kamu tidak perlu takut kamu sudah jatuh, ungkapkan saja kebobrokan direktur itu biar tahu pimpinan Polri bahwa dia itutidak bersih,” ujar Rina. (rud)

Sidang Lanjutan Kasus Narkoba Mantan Wadir Narkoba Poldasu

MEDAN-Kasus narkoba yang melibatkan Mantan Wadir Narkoba Poldasu, AKBP Apriyanto kembali disidang di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (4/5).
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi. Tiga orang saksi yang dihadirkan yakni Wina Harahap (21), Akhiruddin Rangkuti (56), anggota Polri serta Arlin Parlindungan Harahap (35), anggota Polri. Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hasban Panjaitan, SH dan  JPU Nilma Lubis, saksi Akhiruddin Rangkuti menerangkan, Sabtu 11 Februari 2012, sesuai dengan surat perintah dari Direktur Narkoba Polda Sumut, dia diperintahkan melakukan razia di tempat-tempat hiburan malam  salah satunya karoke D’Core, di Jalan Merak Jingga.

“Saya ikut dengan 25 personel dipimpin AKBP Sumadi. Setelah melakukan koordinasi di Lapangan Merdeka, kami langsung ke lokasi sesuai dengan perintah. Kami berbagi tugas,” katanya.

Menurutnya, saat razia dia menuju ruangan Selo III di lantai dua, di sana ditemukan dua orang yang diketahuin Jonson Jingga dan Sri Agustina.
“Kami melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dan meminta mengeluarkan isi kantong dan tas,” katanya.

Dari Jonson Jingga ditemukan 8 butir pil atau satu papan pil happy five. Setelah diketahui barang itu psikotropika, meraka mengamankan handphone Jonson Jingga dan Sri Agustina dan memboyong mereka ke Mapoldasu.

“Terdakwa pada waktu itu tidak berada di tempat. Saya tidak pernah bertemu dengan terdakwa. Saat itu Jonson Jingga dan Sri Agustina saling tuding-tudingan. Jonson Jingga mengatakan bahwa pil itu punya Pak Wadir. Lantas saya tanyakan Wadir mana dan Jonson Jingga mengatakan Wadir Narkoba Poldasu. Sementara Sri Agustina saat itu mabuk,” katanya.

Sementara saksi Arlin Harahap mengatakan, seperti biasa dia di SMS oleh Kanit dan meminta untuk kumpul di Lapangan Merdeka di samping Pos Sat Lantas. Apel berkisar 15-25 orang. Surat perintah itu hanya dibacakan oleh AKBP Suhadi.

“Saat itu kami hanya diperintahkan melakukan razia hanya di Karoke D’Core aja,” kata Arlin.

“Kenapa hanya D’Core saja yang dirazia. Kan banyak tempat hiburan lain,” tanya  hakim kepada saksi. Saksi tak menjawab.
Saksi mengatakan, kalau Sri Agustina meminta handphonenya tak disita, karena dia akan menghubungi Wadir Narkoba.

Sedangkan, saksi Wina Harahap mengaku, baru pertama kali jumpa dan kenal dengan Wadir Narkoba. Pertemuan itu tidak disengaja.
“Agustina menelepon saya meminta untuk datang di  D’Core di Jalan Merak Jingga. Agustina mengenalkan saya dengan Pak  Wadir,” ujar Wina.
Wina juga mengatakan, bahwa antara Agustina dan Wadir sempat ribut, karena Agustina masih menyimpan foto mantan suaminya.

“Pak Wadir juga sempat mengatakan, kalau kamu (Agustina) masih berhubungan sama mantan suamimu, kita putus,” ujar Wina menirukan percakapan Wadir.

Saksi juga mengakui kalau dirinya juga menerima pil happy five dari Agustina. “Saya juga diajak ke rumah Pak Wadir. Di rumah itu  saya disetubuhi Pak Wadir,” kata Wina. (rud)

Saya Dijebak…

Saat sidang Wadir Narkoba mendapatkan dukungan moral dari sang istri Rina Wandini. Usai sidang, AKBP Apriyanto buka mulut.
Sembari keluar dari ruang sidang utama di Pengadilan Negeri Medan, AKBP Apriyanto yang didampingi istri, kerabat dan seorang bocah perempuan berusia 5 tahun yang diketahui anaknya,  Apriyanto mengungkapkan persoalan pribadinya dengan sang pimpinan satu per satu secara gamblang.

“Saya dijebak dalam kasus ini. Ini terbukti kesaksian Wina Harahap di depan persidangan tadi sudah direkayasa. Untuk memojokkan dan menghancurkan saya. Hal ini terbukti dengan pengawalan ketat yang dilakukan personel Reserse Narkoba, pada seorang Wina yang dianggap cukup berlebihan. Selain itu, saya juga heran bagaimana seorang Wina yang tidak dijadikan tersangka diperiksa di ruangan seorang Direktur Narkoba (Kombes Pol Andjan Dewanto). Demi Allah, saya tidak ada berhubungan badan dengan Wina. Memang Wina pernah ke rumah saya, kedekatan saya dengan Wina seperti kedekatan saya dengan Sri Agustina (terdakwa) yang sudah menjadi adik angkat istri saya,” ujar Apriyanto.

Apriyanto juga mengatakan, dia mencurigai bahwa razia yang dilakukan mantan  anggotanya yang dipimpin AKBP Sujudi, adalah direkayasa. Karena pada saat razia digelar, surat perintah tugas yang dikeluarkan Direktur Narkoba juga harus mendapatkan disposisi dari dirinya.

“Prosedur razia tempat hiburan malam ada beberapa disposisi, dari Propam dan juga dari saya. Namun kali ini, saya tidak dilibatkan bahkan razia hanya di gelar di karoke D’Core saja. Sedangkan tempat hiburan lain tidak dilakukan. Puncak ketidaksukaannya ketika saya dipercayakan oleh BNN, untuk ikut melakukan penggerebekan ladang ganja di Tapsel. Sedangkan Direktur tidak dilibatkan,” ujar Apriyanto.

“Memang saya dijadikan duta narkoba untuk BNN, bahkan banyak kejanggalan dalam proses penangkapan narkoba yang dilakukan direktur, salah satunya barang bukti sabu-sabu ditukar dengan tawas. Bahkan ada tersangka yang mengadukan hal ini pada saya. Saya ini dari mulai berpangkat letnan dua sampai dengan sekarang saya bertugas di narkoba terus. Dua kali saya jadi kapolres, tapi kenapa saya mencoba mengadu pada pimpinan tidak digubris. Sebagai wakil saya tidak berfungsi, banyak personel narkoba banyak harta yang dinilai tidak jujur dalam menjalankan tugasnya, saya saja sebagai perwira hanya mengendarai mobil Xenia,” tegas Apriyanto.

Apriyanto juga mengatakan, bahwa dirinya pernah diancam oleh Jonson Jingga ketika dia ditangkap Poldasu.
“Dia pernah minta tolong dan jual nama saya, namun tidak saya gubris bahkan dia mengancam akan menjatuhkan saya dan keluarga saya,” ujar Apriyanto.

Sementara istrinya Rina Wandini mendukung suaminya untuk mengungkapkan semuanya.
“Kamu tidak perlu takut kamu sudah jatuh, ungkapkan saja kebobrokan direktur itu biar tahu pimpinan Polri bahwa dia itutidak bersih,” ujar Rina. (rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/