Site icon SumutPos

Menang di MA, PT KAI Diminta Bongkar Centre Point

AMINOER RASYID/SUMUT POS Kendaraan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret tokoh-tokoh Kota Medan seperti Walikota non aktif Rahudman Harahap dan mantan Walikota Medan Abdillah.
AMINOER RASYID/SUMUT POS
Kendaraan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret tokoh-tokoh Kota Medan seperti Walikota non aktif Rahudman Harahap dan mantan Walikota Medan Abdillah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana PT KAI untuk membongkar Centre Point mulai mendapat dukungan. Setidaknya ini diungkap anggota DPRD Medan yang sebelumnya memang menolak perubahan peruntukan lahan untuk Centre Point.

Anggota Komisi D DPRD Medan, Parlaungan Simangunsong mengatakan dengan adanya putusan PK, maka secara hukum tanah yang kini dikuasasi oleh PT Agra Citra Kharisma (ACK) itu adalah milik PT KAI.

Pun begitu, di atas tanah milik negara itu ada bangunan yang dibangun dengan dana pihak swasta. Maka dari itu, seyogianya PT ACK lah yang harus merobohkan sendiri bangunan tersebut.

“Tanahnya memang milik PT KAI, tapi bangunannya milik PT ACK, jadi PT ACK yang harus merubuhkan atau memindahkan sendiri bangunan tersebut,” kata Parlaungan, Minggu (3/5).

Kata dia, jika PT ACK tidak bersedia membongkar atau memindahkan bangunan Centre Point, maka PT KAI bisa mengajukan upaya eksekusi kepada Pengadilan Negeri (PN) Medan atas putusan MA tersebut. “Sekarang tergantung PT KAI mau berbuat seperti apa,”tutur Sekretaris Fraksi Demokrat itu.

Namun, Parlaungan lebih menyarankan agar PT KAI dan PT ACK menempuh jalur damai terkait sengketa tanah yang sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu itu. Mengingat, sudah ribuan karyawan yang menggantungkan hidup dari operasional Centre Point.

“Win-Win solution (jalan tengah) yang harus diambil, apalagi untuk merubuhkan bangunan setinggi itu memerlukan waktu, serta biaya yang tidak sedikit,” bilangnya.

Ketua Fraksi PKS DPRD Medan, M Nasir juga berpendapat serupa. Menurutnya pasca putusan MA keluar, maka PT KAI yang berhak atas tanah seluas 7,2 hektar yang berada di Jalan Jawa Kelurahan Gang Buntu Kecamatan Medan Timur.

“Coba duduk bersama antara PT KAI dan PT ACK, bagaimana sistem pembagian hasil, atau berapa persen saham yang bisa diberikan PT ACK ke PT KAI, jalan-jalan seperti itu lebih baik lagi,”ujarnya.

Pengamat Tata Kota, Hendy Bhakti Alamsyah berpendapat pascakeluarnya putusan PK oleh MA atas perkara PT KAI dan PT ACK, maka DPRD Medan harus mengembalikan serta membatalkan perubahan peruntukan yang sudah disetujui sebelumnya. Dia pun menilai, DPRD Medan terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk menyetujui perubahan peruntukan.

Akademisi itu menyebutkan, didalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) jalan Jawa tercatat sebagai pemukiman warga. Namun sudah dirubah menjadi kawasan bisnis oleh DPRD Medan.

Dengan dikabulkannya PK yang diajukan PT KAI, maka tanah tersebut harus dikembalikan kepada peruntukan semula. “Kalau dikembalikan kepada peruntukan awal, maka Centre Point dan bangunan yang disekitarnya harus dirobohkan,”terangnya.

Apakah DPRD Medan tidak menyalahi aturan dengan menyetujui perubahan peruntukan di tanah yang status hukumnya belum jelas waktu itu mengingat PT KAI masih mengajukan PK? “Tidak mungkin perubahan peruntukan disetujui oleh DPRD Medan di atas tanah bersengketa tanpa ada sesuatu (gratifikasi), jadi tergantung dari mana melihat persoalan ini,” jelasnya.

Sementara itu, muncul satu lagi opsi yang diusulkan terkait nasib bangunan mal Centre Point, pascakeluarnya Peninjauan Kembali (PK) yang mengembalikan kepemilikan lahan di Jalan Jawa, Medan, itu kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Yakni, KAI membeli saja bangunan mal Centre Point, dengan harga yang ditentukan oleh perusahaan plat merah itu. Harga beli yang dipasang KAI mengacu kepada hasil penilaian tim profesional terhadap nilai aset bangunan milik PT ACK itu, dikurangi angka kerugian yang dialami KAI selama ini.

Usulan itu disampaikan anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat agar ACK sebagai pihak yang seenaknya mencaplok lahan milik negara tidak begitu dirugikan. Dengan kata lain, menurut politikus Gerindra yang duduk di Komisi Hukum itu, mekanisme ini semacam ganti rugi yang diberikan KAI kepada ACK. Jadi, bukan murni proses jual-beli dengan harga yang wajar, karena di dalamnya ada perhitungan denda atas kerugian yang dialami KAI.

“Saya sarankan, PT KAI memberikan ganti rugi kepada pengembang yang mendirikan bangunan di atas lahan itu, yang jumlahnya ditentukan tim profesional, tapi dikurangi denda. Toh PT KAI bisa beli,” ujar Martin Hutabarat kepada koran ini di Jakarta, kemarin (3/4).

Sekedar diketahui, masalah sengketa lahan ini juga mendapat sorotan dari Komisi III DPR. Bahkan, beberapa waktu lalu sebelum keluar putusan tingkat PK, sejumlah anggota Komisi III DPR mengirim delegasi ke Medan untuk menelisik perkara ini.

Martin mengatakan, setelah keluar putusan PK di ranah perdata ini, maka sudah tidak ada perdebatan lagi mengenai status lahan dimaksud. Semua pihak harus menghargai keputusan hukum tingkat akhir ini. “Karena keputusan hukum ini telah memberikan rasa keadilan kepada masyarakat,” ujar pria yang dikenal sebagai salah satu vokalis di Senayan itu.

Dikatakan, kalau mau bersikap keras, PT KAI bisa saja merobohkan bangunan itu. Pasalnya, ACK seenaknya saja membangun mal di atas lahan milik KAI, yang notabene merupakan tanah milik negara.

Dia juga berharap agar proses hukum di ranah pidana yang saat ini masih berproses di Kejaksaan Agung, pada akhirnya nanti putusan hukumnya di pengadilan juga bisa memberikan pelajaran bagi para pengembang.

“Untuk memberikan pelajaran bagi para pengembang yang merasa bisa membeli pejabat, yang merasa yakin semua pejabat bisa dibeli, lantas seenaknya saja membangun di lahan milik negara,” cetusnya.

Namun, meski sebenarnya KAI berhak merobohkan bangunan Centre Point, ada cara yang lebih moderat yang tetap menguntungkan KAI yakni dengan membeli mal itu. “Dengan catatan, KAI yang menentukan harganya setelah diperhitungkan dendanya. Kalau pihak pengembang (ACK, red) tidak mau, ya robohkan saja,” kata Martin, politikus yang juga Siantar Man itu. (ydh/jpnn/dik/sam/rbb)

Exit mobile version