30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Yang Penting Inalum Dikelola Indonesia

Luhut Panjaitan Gandeng Pemprov dan 10 Pemkab/Kota

MEDAN-Sampai saat ini, pemerintah Indonesia tengah memperjuangkan agar PT Inalum dikelola seutuhnya oleh Indonesia pada 2013 mendatang. Pemerintah mempertimbangkan berbagai opsi, termasuk mengambilalih 58,88 persen saham yang saat ini dikuasai 12 investor Jepang melalui Nippon Asahan Alumunium (NAA).

Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan opsi menyerahkan saham NAA yang nilainya diperkirakan mencapai US$ 723 juta itu untuk diambilalih pemerintah provinsi Sumatera Utara dan 10 pemerintah kabupaten/kota yang bekerja sama dengan pihak swasta nasional.

Terkait keinginan Jend TNI (Pur) Luhut B Panjaitan melalui PT Toba Sejahtera mengandeng pemprov dan 10 pemkab/kota mengakuisisi seluruh saham NAA, disambut baik banyak pihak. Anggota Komisi D DPRD Sumut yang juga Wakil Ketua DPD 1 Golkar Sumut Ajib Shah menegaskan, pihaknya tidak mempersoalkan siapa yang akan mengelola PT Inalum. Ajib juga memandang pihak swasta pantas menjadi pengelola, asalkan pihak swasta itu dari Indonesia.

“Yang terpenting adalah pengelolaan Inalum 2013 mendatang adalah Indonesia, bukan lagi dari asing. Karena selama ini, tidak ada kontribusi nyata yang diberikan pihak asing terhadap pembangunann
di Sumut serta 10 kabupaten/kota lainnya,” tegasnya, Minggu (3/7).

Ajib menekankan, dalam pembahasannya nanti mesti melibatkan DPR untuk ikut serta. Karena masalah ini adalah mutlak untuk kepentingan Indonesia, Sumut serta rakyat Sumut tanpa terkecuali 10 kabupaten/kota yang ada.
Sedangkan Zulkarnaen ST, anggota DPRD Sumut dari Daerah Pemilihan (Dapil) Asahan yang dimintai pendapatnya, masalah Inalum merupakan proyek government to government (G to G). “Kita harus ingat, Inalum ini adalah proyek G to G. Jadi pemerintah pusat yang akan memutuskan. Kalau ada pihak swasta lainnya yang bersemangat menyalurkan dana guna bisa mengakuisisi saham tersebut,” terang Zulkarnaen ST.

Zulkarnaen memandang keinginan Luhut Panjaitan melalui PT Toba Sejahtera untuk menggandeng pemprov dan 10 pemkab/kota untuk mengakuisisi saham NAA di Inalum sebagai sesuatu yang wajar saja. “Toh, persoalan (keinginan mengambilalih saham konsorsium Jepang) nantinya akan dikembalikan kepada pemerintah apakah setuju atau tidak,” ujar Zulkarnaen.

Dijelaskannya, beberapa waktu lalu pihak dari PT TS sudah bertemu Gubsu nonaktif, Syamsul Arifin. Saat itu tersiar kabar bahwa adanya Memorandum of Understanding (MoU) terkait kerja sama PT TS dengan pemprovsi terkait rencana pengambilalihan saham NAA.

“Iya, memang waktu itu ada terdengar kabar pembuatan MoU antara Pemprovsu dengan PT Toba Sejahtera, tapi tidak ada MoU yang mengikat. Bisa saja dibatalkan, tergantung keputusan akhir dari pemerintah pusat,” bebernya.
Bila nantinya Inalum dikuasasi sepenuhnya oleh Indonesia, anggota Komisi CDPRD Sumut melihat sewajarnya pengelolaan diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau membuat BUMN baru, atau langsung di bawah naungan kementerian.

”Terserah nanti siapa yang mengelola, yang penting keberadaan dan pengelolaan Inalum demi pembangunan di Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitarnya,” tuntasnya.

Sementara itu, anggota Pansus PT Inalum dari DPRD Sumut Amsal menjelaskan, jika PT Inalum dikuasasi swasta, manajemen perusahaan diperkirakan hanya akan berorientasi bisnis murni. Padahal di PT Inalum terdapat dua unit usaha yang menggunakan sumber kekayaan alam, pengolahan Aluminium dan pembangkit listriktenaga air (PLTA) Sigura-gura.

“Saya melihat, pola yang diusulkan PT TS ini adalah membentuk konsorsium dengan menggandeng investor asing. Tentunya akhirnya nanti ujung-ujungnya hanya persoalan bisnis, karena sudah dikuasai pihak swasta,” ungkap kader PKS itu, Minggu (3/7).

Bila kedua inti usaha dimaksud bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah, manfaatnya akan bisa dinikmati untuk menyejahterakan masyarakat dalam arti seluas-luasnya. “Akan lebih baik jika PT Inalum ini dikuasai pemerintah, khususnya Pemprovsu dan 10 Pemerintah Kabupaten/Kota. Karena dengan hal ini, sumber kekayaan alam yang didapat dari PT Inalum ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin,” katanya.

Namun, sejauh ini Pemprovsu dan 10 Pemerintah Kabupaten/Kota belum mendapatkan solusi konkrit menjelang habisnya perjanjian kerja sama pada 2013 ini. Menurut Amsal, pihak Pemprovsu dan 10 Pemerintah Kabupaten/Kota harus mengajukan proposal yang konprehensif. “Proposal yang komprehensif ini seperti menjabarkan lebih detil kemauan atau peruntukan kepemilikan saham di PT Inalum ini oleh Pemprovsu dan 10 Kabupaten/Kota,” jelas Amsal.

Ia berpandangan, masyarakat memang harus mengkritisi hal ini, jangan sampai perusahaan yang mendatangkan banyak keuntungan bagi kesejahteraan masyarakat khususnya di Sumut dikuasai investor swasta nasional maupun asing. “Karena nantinya masyarakat tak akan bisa mengharapkan kontribusi yang lebih baik terkait kesejahteraan yang dihasilkan dari PT Inalum ini,” tegas anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS ini kepada Sumut Pos.

Pengamat Ekonomi Sumut Jhon Tafbu Ritonga mengutarakan, PT Inalum ini merupakan perusahaan dengan potensi tinggi yang wajar dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya pasokan tenaga listrik dari PLTA Sigura-gura. Sedangkan untuk pengambilalihan melalui kepemilikan saham konsorsium Jepang, bukanlah sesuatu yang sulit.

“Saya melihat, saat ini pemerintah seperti bersikap main ‘alib cendong.’ Sebaiknya hal ini disederhanakan saja. Jepang masih memiliki 60 persen saham di sana, 2013 kontraknya berakhir. Sementara, pemerintah memiliki kemampuan untuk membayarnya, apa sulitnya? Pemerintah kita memiliki banyak dana, ya bayar saja,” tegasnya.
Tafbu juga menegaskan, Indonesia harus memiliki sikap tegas untuk membayar saham yang dikuasai Jepang. Dengan begitu Indonesia secara penuh memiliki saham PT Inalum. “Kita sudah lama bekerja sama dengan Jepang, kita juga sudah memiliki SDM untuk mengelola perusahaan ini. Dan yang paling berhak memiliki saham ini adalah Indonesia, tentunya pemerintah pusat, Pemprovsu dan 10 Pemerintah Kabupaten/Kota bersinergi dan berkoordinasi dalam hal ini,” harapnya.

Jika perusahaan asing atau swasta yang menguasai, tentuya hingga 2013 mendatang perusahaan yang baru dibentuk oleh pihak swasta ini belum siap menghadapi, menjalankan atau melanjutkan proses pekerjaan di PT Inalum. “Karena mereka perlu melakukan training lagi bagi karyawan baru dan sebagainya. Dan ini saya anggap hanya angan-angan belaka,” ujar Tafbu.

Tak hanya itu, kepemilikan SDA yang di dalamnya terdapat kekayaan dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh negara kepada masyarakat, sudah diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. “Saya meminta kepada pemerintah untuk menyederhanakan solusi kepemilikan PT Inalum, agar masyarakat bisa melihat dengan jernih, bisa melihat dengan jelas,” tuturnya.

Seperti diberitakan Sumut Pos Jumat (1/7) lalu, keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, untuk terlibat dalam pengelolaan PT PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013, sudah matang. Melalui perusahaannya, PT Toba Sejahtera, Luhut telah menyiapkan US$ 700 juta atau setara Rp5,95 triliun (kurs Rp8.500 per US$) untuk mengakuisisi 58,88 persen saham PT Inalum. Hanya saja, keinginan akuisisi mayoritas saham yang selama ini dikuasasi NAA itu nantinya akan dilakukan bersama-sama Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba.

Luhut menjelaskan, dana sebesar itu akan dikucurkan oleh dua bank, yakni Deutsche Bank dan BNP Paribas. “Komitmen pendanaan dari dua bank itu sudah dalam bentuk pernyataan tertulis,” ujar Luhut Panjaitan kepada Sumut Pos, (30/6) lalu.

Sedangkan Ketua Otorita Asahan, Effendi Sirait, yang juga Sekretaris Tim Pelaksana Pokja yang juga dimintai komentarnya oleh Sumut Pos menyatakan, sampai saat ini belum ada keputusan final karena semuanya masih dalam tahap kajian.

“Belum ada endingnya. Semuanya masih dalam tahap mengakhiri Master Agreement. Jadi, semua opsi yang ada masih dikaji, tergantung mana yang paling menguntungkan,” ungkapnya.(ari/saz)

Luhut Panjaitan Gandeng Pemprov dan 10 Pemkab/Kota

MEDAN-Sampai saat ini, pemerintah Indonesia tengah memperjuangkan agar PT Inalum dikelola seutuhnya oleh Indonesia pada 2013 mendatang. Pemerintah mempertimbangkan berbagai opsi, termasuk mengambilalih 58,88 persen saham yang saat ini dikuasai 12 investor Jepang melalui Nippon Asahan Alumunium (NAA).

Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan opsi menyerahkan saham NAA yang nilainya diperkirakan mencapai US$ 723 juta itu untuk diambilalih pemerintah provinsi Sumatera Utara dan 10 pemerintah kabupaten/kota yang bekerja sama dengan pihak swasta nasional.

Terkait keinginan Jend TNI (Pur) Luhut B Panjaitan melalui PT Toba Sejahtera mengandeng pemprov dan 10 pemkab/kota mengakuisisi seluruh saham NAA, disambut baik banyak pihak. Anggota Komisi D DPRD Sumut yang juga Wakil Ketua DPD 1 Golkar Sumut Ajib Shah menegaskan, pihaknya tidak mempersoalkan siapa yang akan mengelola PT Inalum. Ajib juga memandang pihak swasta pantas menjadi pengelola, asalkan pihak swasta itu dari Indonesia.

“Yang terpenting adalah pengelolaan Inalum 2013 mendatang adalah Indonesia, bukan lagi dari asing. Karena selama ini, tidak ada kontribusi nyata yang diberikan pihak asing terhadap pembangunann
di Sumut serta 10 kabupaten/kota lainnya,” tegasnya, Minggu (3/7).

Ajib menekankan, dalam pembahasannya nanti mesti melibatkan DPR untuk ikut serta. Karena masalah ini adalah mutlak untuk kepentingan Indonesia, Sumut serta rakyat Sumut tanpa terkecuali 10 kabupaten/kota yang ada.
Sedangkan Zulkarnaen ST, anggota DPRD Sumut dari Daerah Pemilihan (Dapil) Asahan yang dimintai pendapatnya, masalah Inalum merupakan proyek government to government (G to G). “Kita harus ingat, Inalum ini adalah proyek G to G. Jadi pemerintah pusat yang akan memutuskan. Kalau ada pihak swasta lainnya yang bersemangat menyalurkan dana guna bisa mengakuisisi saham tersebut,” terang Zulkarnaen ST.

Zulkarnaen memandang keinginan Luhut Panjaitan melalui PT Toba Sejahtera untuk menggandeng pemprov dan 10 pemkab/kota untuk mengakuisisi saham NAA di Inalum sebagai sesuatu yang wajar saja. “Toh, persoalan (keinginan mengambilalih saham konsorsium Jepang) nantinya akan dikembalikan kepada pemerintah apakah setuju atau tidak,” ujar Zulkarnaen.

Dijelaskannya, beberapa waktu lalu pihak dari PT TS sudah bertemu Gubsu nonaktif, Syamsul Arifin. Saat itu tersiar kabar bahwa adanya Memorandum of Understanding (MoU) terkait kerja sama PT TS dengan pemprovsi terkait rencana pengambilalihan saham NAA.

“Iya, memang waktu itu ada terdengar kabar pembuatan MoU antara Pemprovsu dengan PT Toba Sejahtera, tapi tidak ada MoU yang mengikat. Bisa saja dibatalkan, tergantung keputusan akhir dari pemerintah pusat,” bebernya.
Bila nantinya Inalum dikuasasi sepenuhnya oleh Indonesia, anggota Komisi CDPRD Sumut melihat sewajarnya pengelolaan diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau membuat BUMN baru, atau langsung di bawah naungan kementerian.

”Terserah nanti siapa yang mengelola, yang penting keberadaan dan pengelolaan Inalum demi pembangunan di Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitarnya,” tuntasnya.

Sementara itu, anggota Pansus PT Inalum dari DPRD Sumut Amsal menjelaskan, jika PT Inalum dikuasasi swasta, manajemen perusahaan diperkirakan hanya akan berorientasi bisnis murni. Padahal di PT Inalum terdapat dua unit usaha yang menggunakan sumber kekayaan alam, pengolahan Aluminium dan pembangkit listriktenaga air (PLTA) Sigura-gura.

“Saya melihat, pola yang diusulkan PT TS ini adalah membentuk konsorsium dengan menggandeng investor asing. Tentunya akhirnya nanti ujung-ujungnya hanya persoalan bisnis, karena sudah dikuasai pihak swasta,” ungkap kader PKS itu, Minggu (3/7).

Bila kedua inti usaha dimaksud bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah, manfaatnya akan bisa dinikmati untuk menyejahterakan masyarakat dalam arti seluas-luasnya. “Akan lebih baik jika PT Inalum ini dikuasai pemerintah, khususnya Pemprovsu dan 10 Pemerintah Kabupaten/Kota. Karena dengan hal ini, sumber kekayaan alam yang didapat dari PT Inalum ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin,” katanya.

Namun, sejauh ini Pemprovsu dan 10 Pemerintah Kabupaten/Kota belum mendapatkan solusi konkrit menjelang habisnya perjanjian kerja sama pada 2013 ini. Menurut Amsal, pihak Pemprovsu dan 10 Pemerintah Kabupaten/Kota harus mengajukan proposal yang konprehensif. “Proposal yang komprehensif ini seperti menjabarkan lebih detil kemauan atau peruntukan kepemilikan saham di PT Inalum ini oleh Pemprovsu dan 10 Kabupaten/Kota,” jelas Amsal.

Ia berpandangan, masyarakat memang harus mengkritisi hal ini, jangan sampai perusahaan yang mendatangkan banyak keuntungan bagi kesejahteraan masyarakat khususnya di Sumut dikuasai investor swasta nasional maupun asing. “Karena nantinya masyarakat tak akan bisa mengharapkan kontribusi yang lebih baik terkait kesejahteraan yang dihasilkan dari PT Inalum ini,” tegas anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS ini kepada Sumut Pos.

Pengamat Ekonomi Sumut Jhon Tafbu Ritonga mengutarakan, PT Inalum ini merupakan perusahaan dengan potensi tinggi yang wajar dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya pasokan tenaga listrik dari PLTA Sigura-gura. Sedangkan untuk pengambilalihan melalui kepemilikan saham konsorsium Jepang, bukanlah sesuatu yang sulit.

“Saya melihat, saat ini pemerintah seperti bersikap main ‘alib cendong.’ Sebaiknya hal ini disederhanakan saja. Jepang masih memiliki 60 persen saham di sana, 2013 kontraknya berakhir. Sementara, pemerintah memiliki kemampuan untuk membayarnya, apa sulitnya? Pemerintah kita memiliki banyak dana, ya bayar saja,” tegasnya.
Tafbu juga menegaskan, Indonesia harus memiliki sikap tegas untuk membayar saham yang dikuasai Jepang. Dengan begitu Indonesia secara penuh memiliki saham PT Inalum. “Kita sudah lama bekerja sama dengan Jepang, kita juga sudah memiliki SDM untuk mengelola perusahaan ini. Dan yang paling berhak memiliki saham ini adalah Indonesia, tentunya pemerintah pusat, Pemprovsu dan 10 Pemerintah Kabupaten/Kota bersinergi dan berkoordinasi dalam hal ini,” harapnya.

Jika perusahaan asing atau swasta yang menguasai, tentuya hingga 2013 mendatang perusahaan yang baru dibentuk oleh pihak swasta ini belum siap menghadapi, menjalankan atau melanjutkan proses pekerjaan di PT Inalum. “Karena mereka perlu melakukan training lagi bagi karyawan baru dan sebagainya. Dan ini saya anggap hanya angan-angan belaka,” ujar Tafbu.

Tak hanya itu, kepemilikan SDA yang di dalamnya terdapat kekayaan dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh negara kepada masyarakat, sudah diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. “Saya meminta kepada pemerintah untuk menyederhanakan solusi kepemilikan PT Inalum, agar masyarakat bisa melihat dengan jernih, bisa melihat dengan jelas,” tuturnya.

Seperti diberitakan Sumut Pos Jumat (1/7) lalu, keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, untuk terlibat dalam pengelolaan PT PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013, sudah matang. Melalui perusahaannya, PT Toba Sejahtera, Luhut telah menyiapkan US$ 700 juta atau setara Rp5,95 triliun (kurs Rp8.500 per US$) untuk mengakuisisi 58,88 persen saham PT Inalum. Hanya saja, keinginan akuisisi mayoritas saham yang selama ini dikuasasi NAA itu nantinya akan dilakukan bersama-sama Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba.

Luhut menjelaskan, dana sebesar itu akan dikucurkan oleh dua bank, yakni Deutsche Bank dan BNP Paribas. “Komitmen pendanaan dari dua bank itu sudah dalam bentuk pernyataan tertulis,” ujar Luhut Panjaitan kepada Sumut Pos, (30/6) lalu.

Sedangkan Ketua Otorita Asahan, Effendi Sirait, yang juga Sekretaris Tim Pelaksana Pokja yang juga dimintai komentarnya oleh Sumut Pos menyatakan, sampai saat ini belum ada keputusan final karena semuanya masih dalam tahap kajian.

“Belum ada endingnya. Semuanya masih dalam tahap mengakhiri Master Agreement. Jadi, semua opsi yang ada masih dikaji, tergantung mana yang paling menguntungkan,” ungkapnya.(ari/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/